Sebuah
penelitian mengungkap, dari keseluruhan perusahaan yang dimiliki keluarga,
sebesar 95% gagal melewati tiga generasi. Itu kenapa sampai muncul idiom: “generasi pertama yang mendirikan,
generasi kedua yang membangun, dan generasi ketiga yang merusak”.
Pernyataan ini seolah bilang, generasi penerus dalam
bisnis keluarga sangat sulit untuk mengulang kejayaan atau kesuksesan generasi
sebelumnya. Benarkah seperti itu? Lalu apa saja suka duka meneruskan bisnis
keluarga? Kesalahan apa yang sering dibuat, sehingga bisnis keluarga sulit bertahan
sampai beberapa generasi?
BARACoaching
Surabaya (ActionCOACH East Java-Bali) mengulas semua problem ini dalam seminar
bertajuk “Salah Kaprah dalam Pengelolaan Bisnis Keluarga”, Sabtu (07/02/15) dan
“Suka Duka Meneruskan Bisnis Keluarga”, Kamis (12/02/15) lalu.
Seminar yang ditujukan khusus para pemilik bisnis ini salah
satunya membicarakan tentang problem utama yang sering terjadi dalam menjalankan
bisnis keluarga. Tidak jarang kemudian bisnis keluarga sulit berkembang, bahkan
menjadi pemicu keretakan dalam rumah tangga.
Coach Humphrey Rusli, selaku pembicara seminar bertutur, selama
ini banyak pengusaha dalam bisnis keluarga yang banyak melakukan kesalahan,
yang mereka anggap benar atau memang sudah seharusnya begitu. Istilahnya salah
kaprah. Salah kaprah yang umumnya terjadi, pertama berhubungan dengan status.
“Semua anggota keluarga apakah paham bahwa mereka
dilibatkan bukan untuk membangun karir, tapi untuk membangun aset, sesuatu yang
bisa diwariskan,” tutur Coach Humphrey.
Banyak pebisnis keluarga beranggapan, terlepas dari
mumpuni atau tidak, anak atau anggota keluarga memang harus diberi jabatan
tinggi, harus diberi kekuasaan lebih. Padahal, yang seharusnya diwariskan bukan
jabatannya, namun aset perusahaan. Jadi tidak masalah meskipun mereka memulai
dari jabatan rendah sekalipun.
Salah kaprah kedua adalah berhubungan dengan fungsi. Sebagian
besar perusahaan keluarga masih belum bisa membedakan fungsi antara seorang manager dan leader.
“Selama ini, kebanyakan perusahaan keluarga masih
mencampur adukkan fungsi manager dan leader. Padahal, tugas keduanya
benar-benar berbeda. Seorang leader diantaranya
bertugas menetapkan visi-misi perusahaan, memotivasi dan menginspirasi
bawahannya. Sedangkan manager
bertugas untuk memimpin organisasi, serta mengontrol dan memecahkan masalah
yang terjadi pada perusahaan,” papar COO BARACoaching Surabaya ini.
Lebih lanjut,
pelatih bisnis dunia yang berkali-kali memenangkan ajang ‘coach’ bergengsi ini
menambahkan, calon penerus sebaiknya dipersiapkan dengan jadi seorang manager terlebih dulu sebelum diarahkan
jadi leader.
Salah kaprah lain yang ditengarai sebagai penghambat
bisnis keluarga adalah poin competency or
descendant. Reward seharusnya diberikan
berdasarkan kompetensi dalam menjalankan pekerjaan. Namun, yang terjadi
sebaliknya. Kompetensi tidak lagi dianggap sebagai parameter. Pemberian reward dalam family business seringkali diberikan karena pertimbangan ‘dia’
sebagai keturunan kita.
Seminar yang diadakan di Office BARACoaching ini, selain
teori, juga lebih banyak diisi dengan diskusi aktif coach Humphrey dan peserta.
“Kami berharap, setelah pulang dari acara ini, para
peserta mengerti bahasan mana yang krusial untuk dibicarakan dengan anggota
keluarga terkait permasalahan bisnis keluarga. Selain itu juga paham perbedaan
dari masing-masing pokok pikiran, mana yang benar membangun aset, atau hanya
membangun karir,” jelas coach Humphrey di akhir acara.
bener juga, meskipun keluarga, profesionalisme adalah nomor satu. berikan posisi terhadap oang yang tepat
BalasHapus