Saya sungguh
beruntung, punya kesempatan untuk bertemu dan berdiskusi dengan pengusaha dari
berbagai jenis bidang usaha. Jumlahnya sudah mencapai lebih dari seratus
pengusaha, kecil maupun besar.
Di awal pertemuan, biasanya saya minta para pengusaha
tersebut bercerita tentang angan-angannya. Dan mereka bercerita tentang
keinginan memiliki perusahaan besar yang tertata rapi dan semua karyawannya
bekerja dengan antusias, bisa dipercaya, dan lain-lain. Tentu saja para
pengusaha ini juga ingin mendapat keuntungan besar.
Ada beberapa pengusaha, yang menggambarkan bahwa
perusahaan besar itu mesti punya SOP, SISDUR, Job Description, KPI, Sales
Target, Administrasi yang tertata rapi, dan lain-lain. Dan diantara sekian
banyak pengusaha, ada yang benar-benar percaya bahwa untuk meraih sukses itu
harus diawali dengan disiplin mencatat dan membuat laporan.
Pendapat di atas tentu tidak salah, masalahnya : kapan
kita harus mulai melakukan semua itu?
Sebuah usaha kecil, yang baru memiliki sebuah truk
yang wira-wiri mengangkut material, tentu belum membutuhkan ketersediaan berbagai
laporan, SOP, dan lain-lain. Kalau dipaksakan, saya justru khawatir perusahaan
itu tidak produktif lagi.
SOP (Standard Operation Procedure), yang biasanya
dibayangkan sebagai lembaran-lembaran dokumen, sebenarnya adalah sebuah urutan
tindakan yang setiap kali harus dijalankan sama persis.
Contoh sederhana: seorang ibu menanak nasi dengan rice
cooker. Urutan kerja yang akan dia lakukan antara lain: membersihkan dan
mengeringkan wadah, memasukkan beras yang sudah dibersihkan (dicuci) sesuai
takaran dan kebutuhan, menambahkan air (sebaiknya air bersih dan layak minum)
secukupnya, mengelap bagian luar wadah untuk memastikan bawah bagian luar wadah
dalam keadaan kering, menempatkan wadah yang sudah berisi beras dan air
tersebut ke dalam rice cooker, menutup dan menekan tombol cook atau on. Itu
sebuah contoh SOP sederhana.
Selain ditulis berurutan seperti di atas, ada cara
lain yaitu mem-foto atau merekam (video). Ini tentu lebih mudah dipahami
ketimbang tulisan. Ya, memang salah satu kesulitan dalam membuat SOP ialah
men-dokumentasikannya.
Tapi, selain men-dokumentasikan, yang terpenting
selanjutnya ialah bagaimana mengajarkan SOP tersebut hingga dilaksanakan dengan
baik dan tertib.
Banyak pengusaha, sudah mengeluh masalah membuat SOP.
Hambatan pertama adalah repot, sulit dan tidak punya waktu.
Tapi, betulkah SOP diperlukan? Jawabnya : YA.
Minimal, kita harus punya SOP untuk hal-hal yang
penting, rutin (sering atau berulang-ulang dilakukan), dan membutuhkan
ketelitian demi menjaga kwalitas. Ini kata kuncinya : Rutin dan Kwalitas. Bila
dua hal ini dianggap penting, maka harus ada SOP.
Ternyata, bahkan di perusahaan besar sekalipun, banyak
terjadi pelanggaran SOP. Meskipun sudah ada sistem reward & punishment,
tetap saja terjadi penyimpangan. Kenapa demikian?
Dalam banyak kasus, saya menemukan bahwa attitude si
pelaksanalah yang tidak menunjang.
Para pelaksana ini sering abai dengan betapa penting
menjaga kwalitas. Seringnya karena merasa sudah berulang-ulang melakukannya.
Merasa sudah mahir dan mengabaikan alat bantu standar.
Dalam hal menanak nasi di atas, mereka sudah tidak
menggunakan alat penakar lagi. Karena perbandingan antara beras dan air tidak
sesuai, maka nasi pun menjadi terlalu kering, keras atau sebaliknya terlalu
lembek dan basah.
SOP tidak perlu rumit-rumit. Make it simple and fun,
agar setiap orang berkeinginan untuk melakukannya dengan benar.
SOP bukan cuma untuk perusahaan besar dan tidak harus
berupa dokumen tertulis. Terakhir, SOP itu dilandasi oleh keinginan, impian
agar bisa memberikan yang terbaik, selamanya.
Salam The NEXT Level!
* Coach Suwito Sumargo:
- Memiliki pengalaman
membangun Bisnis Keluarga dan franchise
otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.
- Telah banyak membantu
kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih
menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam
bisnisnya.