business-forum

coaches

More Video! Visit : BARACoaching Channel on Youtube

Tampilkan postingan dengan label business mastery. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label business mastery. Tampilkan semua postingan

Jumat, 21 Februari 2014

Business Mastery - RAHASIA AKTIVITAS PAGI ORANG-ORANG SUKSES


Untuk menjadi sukses dalam bisnis, ternyata bukan hanya skill yang perlu ditingkatkan. Seorang pemilik bisnis juga dituntut bisa mengatur waktu yang terbatas, agar tetap memaksimalkan produktivitas. Baik saat kerja maupun di luar jam itu, termasuk waktu pagi hari. Acara Business Mastery Forum yang diadakan oleh BARACoaching (ActionCOACH East Java & Bali), mengupas tentang apa saja yang biasa dilakukan oleh orang-orang yang telah sukses, di pagi hari. Bertempat di Office BARACoaching, event yang dihadiri oleh owner bisnis ini menghadirkan Suwito Sumargo, pembicara sekaligus pemilik GBT Laras Imbang.
“Tema acara ini terinspirasi dari buku Laura Vanderkam, “What the Most Successful People Do”. Meskipun ini bukan acara bedah buku, namun saya sengaja mengambil inti sari dan membagikan poin-poin penting buku Laura, yang memotret kesibukan luar biasa para pemilik bisnis. Diharapkan peserta nantinya bisa mengatur waktu agar lebih produktif dan mendapatkan hasil yang efektif, untuk kesuksesan mereka,” papar coach Suwito di tengah acara yang berlangsung, Jum’at (07/02) kemarin.
Dalam bukunya, penulis Laura Vanderkam menyebutkan sebagian besar aktivitas yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang yang telah sukses tersebut. Semua didasarkan pada penelitian ilmiah, yang dipadukan cerita para CEO dan pelaku bisnis sukses, tentang apa saja yang mereka lakukan di pagi hari sebelum kerja.
Beberapa aktivitas itu diantaranya melakukan olahraga (exercise), meluangkan waktu dengan pasangan dan keluarga seperti sarapan bersama sampai menemani si kecil bermain. Ada juga yang memulai aktivitas pagi dengan network, chatting, cek email dan membaca berita. Hal ini dilakukan agar pada waktu siang, mereka bisa fokus ke pekerjaan mereka.
Lebih lanjut, Laura menyebutkan, sebanyak 10,65% orang sukses juga melakukan meditasi di pagi hari.
“Pada umumnya, kebanyakan orang melakukan meditasi pada malam hari, di saat suasana sepi. Namun saat pagi hari, meditasi juga bisa dilakukan. Bayangkan, kita akan mendapatkan suasana yang berbeda, udara yang lebih segar dengan kicauan burung yang tidak kita dapatkan di malam hari. Dan itu akan membuat kita lebih tenang dan rileks,” tutur coach Suwito.
Bagi mereka dengan kesibukan luar biasa, waktu pagi menjadi awal untuk mengatur apa saja yang menjadi prioritas bisnis di hari itu. Ada juga yang mengerjakan ‘proyek’ pribadi (a personal passion project), dalam artian apa yang menjadi impian pribadi, di luar pekerjaan mereka.
Lalu apa saja yang mesti dilakukan agar kegiatan pagi menjadi lebih produktif? Pertama, mengatur jadwal tentang apa saja yang akan kita lakukan untuk mengisi ‘pagi produktif’ kita. Membayangkan pagi yang sempurna (picture the perfect morning), supaya kita punya gairah atau semangat untuk bangun lebih awal.
“Yang paling susah adalah membangun kebiasaan atau build the habit. Kita perlu mengawali dengan tidur lebih awal sehingga kita juga akan bangun lebih pagi dari biasanya (waking up super early). Tumbuhkan kemauan untuk menambah output dan membuat pagi kita lebih produktif,” tegas coach Suwito di akhir acara.

Selasa, 24 Desember 2013

Business Mastery - BEDAH 3 MODEL RAJA PASAR DUNIA



Setiap pengusaha pasti ingin mendominasi pasar dan memiliki pangsa terbesar dalam dunia bisnis. Sayangnya, masih banyak yang belum paham bagaimana caranya menjadi market leader. SEA Corp. (ActionCOACH East Java & Bali) melalui Business Mastery Forum membedah langkah-langkah dan bekal apa saja yang harus dimiliki seorang market leader. Forum bertajuk “Discipline of Market Leader” ini menghadirkan pembicara Suwito Sumargo, finalis Rookie Coach of The Year 2013.
Coach Suwito berkata, discipline of market merupakan upaya yang dilakukan secara terus-menerus (konsisten) dan fokus, untuk menguasai pasar bisnis.
 “Banyak owner yang selama ini tidak sabar dan telaten dalam proses menjadi market leader. Dengan mengikuti forum ini, harapannya para owner mulai mempersiapkan diri agar terbiasa berpikir fokus. Karena untuk menjadi market leader itu tidak bisa langsung instant atau seketika, namun melalui proses yang panjang dan perlu kedisiplinan diri,” jelas coach Suwito dalam acara yang berlangsung Jum’at (06/12/13) ini.
Dalam surveynya, Michael Treacy dan Fred Wiersema menyebut, ada 3 model pengoperasian yang selalu ditemukan pada ‘jagoan’ pasar bisnis. Yang pertama, operational excellence (cost leadership/best total cost). Kunci pada model ini tidak harus selalu dengan memberikan harga yang lebih murah, tapi terletak pada biaya operasional yang dibuat seminimal mungkin.
“Tapi tidak semua produk bisa dibuat dengan menggunakan model ini. Aturannya, jika macam atau jenis produknya banyak, jelas costnya tidak bisa murah. Selain itu dibutuhkan cara kerja yang sangat konsisten dan kerjasama tim yang solid dan kokoh. Dengan begitu, tidak perlu ada yang namanya mengulang pekerjaan dan membuang waktu, sehingga biaya produksi bisa ditekan,” tegas coach Suwito.
Model kedua, product leadership (best product), yaitu terus-menerus menghasilkan produk baru. Produk yang dihasilkan bukan hanya bersifat innovatif, namun juga dengan kualitas terbaik.
“Kunci dari model ini adalah talent. Kemampuan untuk berpikir ‘out of the box’ dan peka terhadap keinginan market, baik sekarang maupun ke depan. Keberhasilan produk juga harus didukung dengan promosi.”
Selanjutnya, customer intimacy (best total solution). Fokus pada model ini adalah kedekatan dengan konsumen. Memberikan pelayanan penuh untuk mendapat kepercayaan konsumen. Biasanya yang melakukan hal ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa, seperti bank dan asuransi.
Di akhir acara, coach Suwito memaparkan, bahwa owner bisnis tidak mungkin menguasai ketiganya sekaligus. Minimal salah satu atau maksimal dua diantara tiga aspek disiplin di atas.

Kamis, 19 September 2013

LEAN THINKING : INTINYA, MAKE IT SIMPLE SAJA

Suwito Sumargo menjelaskan langkah-langkah dalam konsep Lean.

Sebagai bentuk acara rutin, untuk memberikan materi tentang pondasi yang mutlak dimiliki dalam dunia bisnis, SEA Corp. (ActionCOACH East Java-Bali) kembali mengadakan forum Business Mastery bertajuk “Lean Thinking”, Jum’at (16/08/13).
Suwito Sumargo, selaku pembicara menjelaskan konsep lean thinking perlu dipelajari, agar pemilik bisnis bisa menghemat modal usaha, baik dalam bentuk uang, sumber daya manusia (SDM) maupun waktu.
“Pada prinsipnya, lean thinking itu lebih pada proses. Bisa disebut juga dengan proses perampingan. Entah itu berupa step-step yang dibuat simple dan singkat (pendek). Dan menekan ‘waste’ yang terbuang,” tutur business coach yang juga pemilik GBT Laras Imbang ini.
Suwito menjelaskan, menekan ‘waste’ dalam lean enterprise tidak harus terkait dengan material produk yang lebih murah, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), ataupun memangkas margin supplier. Ada beberapa prinsip yang ada dalam lean enterprise, salah satunya menentukan atau membuat spesifikasi nilai-nilai di mata customer. Nilai-nilai itu tidak harus selalu berupa produk saja, namun bisa berupa kerapian, delivery, ketepatan, sampai ketersediaan.
Misalnya pada produk teh botol. Sejalan dengan prinsip lean, wadah botol kaca diganti dengan botol plastik atau bahkan kemasan karton. Customer pun tidak mempermasalahkan hal itu, karena mereka lebih memperhatikan isinya (dalam artian kualitas atau rasa tehnya). Dan perubahan ini dinilai lebih praktis dan menguntungkan, karena kemasannya bisa langsung dibuang ketika sudah dipakai.
Contoh kedua, dalam hal pengadaan seminar. Yang terpenting bagi peserta seminar adalah bagaimana pembicara bisa komunikatif dalam menyampaikan materi, sehingga mudah dimengerti oleh mereka. Jadi, tidak perlu terlalu ribet pada pengadaan modul yang menarik, tapi justru fokus pada pemilihan pembicara seminar yang komunikatif dan ‘mumpuni’ dalam menyampaikan materi.
Lebih lanjut, Suwito juga memaparkan tentang kendala dalam melakukan prinsip lean. Diantaranya adalah ketidakmampuan owner untuk memahami prinsip dan mendelivery hambatan-hambatan dalam prinsip lean.
“Kegagalan lean thinking justru karena pelaku bisnis terlalu fokus pada alat dan metodologi, bukan fokus pada filosofi dan budaya dari lean itu sendiri. Mereka terlalu ribet dengan pertanyaan-pertanyaan bagaimana, dengan apa, caranya seperti apa,” tutur Suwito. “Budaya lean itu bisa dibentuk dengan membiasakan karyawan dan customer kita berpikir lebih sederhana. Menjalankan bisnis dengan proses yang sederhana, trial and error, namun tetap pada prinsip lean. Seiring dengan itu, lama-kelamaan para owner akan menemukan sendiri metode lean yang sesuai dengan alur bisnisnya. Intinya itu, make it simple saja,”tambahnya.