Suatu hari saya mampir ke sebuah toko alat-alat teknik.
Sambil menunggu barang yang saya butuhkan, pandangan mata saya tertumbuk pada
sesosok pria tua yang energetik. Seperti biasa, setiap kali melihat sosok orang
tua yang energetik, saya pun langsung terpesona.
Lalu saya pun menyapa beliau: 'Hallo Om'. Beliau pun
membalas sapaan saya: 'Hallo...Om baik-baik saja'. Dari nada suaranya saya
tahu, beliau sehat dan bersemangat.
Kamipun terlibat perbincangan singkat. Usianya sudah
lebih dari 70 tahun. Di bibir nya selalu terselip rokok dan di mejanya ada
asbak pualam besar, hampir penuh dengan putung.
Dengan bersemangat beliau bercerita, bahwa sejak muda
beliau selalu 'jaga toko'. Sepanjang tahun tak pernah absen. Sakit? Seingat
beliau, tak pernah sakit berat. Paling-paling cuma pusing, batuk,
mencret...yang ringan-ringan saja.
Yang mengagumkan, beliau nyaris hafal barang-barang di
toko nya. Harga jual, beliau yang menentukannya. Agar mudah mengetahui harga
beli, beliau 'menciptakan' semacam sandi. Setiap kali pembelian, beliau memberi
sederetan kode angka dan huruf. Yang selanjutnya harus diduplikasi oleh
pegawainya.
Anggap saja, beliau mulai jaga toko sejak umur 30
tahun. Maka itu berarti beliau sudah bekerja selama lebih dari 40 tahun. Ehm...sebuah
prestasi yang mengagumkan, bukan.
'Om, putranya mana? Kog ndak bantu-bantu di toko?'
Mendengar pertanyaan saya, wajah si Om langsung
berubah. Oops...saya langsung menyadari bahwa saya menyampaikan pertanyaan yang
kurang pantas. Suara si Om langsung berubah, tidak bersemangat seperti tadi. Singkat
kata, si Om curcol ke saya.
Anda pasti tahu, kira-kira apa yang terjadi, bukan? Yaa,
putra nya yang dulu sempat membantu beliau, menyatakan 'resign'. Konon, putra
nya ini tak sepaham dengan gaya kerja Papanya. Dan putra nya memilih bekerja
sebagai eksekutif di Bank.
Setengah mencemooh, si Om bilang : 'Dia lebih suka
makan gaji'.
Sambil menghela nafas dalam-dalam, saya pun
menunjukkan wajah menyesal. Kejadian seperti ini bukan kali ini terjadi. Ada
sangat banyak cerita yang saya dengar, tentang orang tua yang tak punya penerus
untuk mengendalikan usahanya. Saya termasuk orang tua yang beruntung, karena
punya penerus usaha.
Apa yang menyebabkan fenomena ini?
Anak-anak muda yang enggan meneruskan usaha yang
dirintis orang tuanya. Anak-anak muda yang memilih untuk menapaki hidup baru,
meskipun harus merangkak dari bawah. Anak-anak muda yang merasa lebih punya
masa depan, bila bekerja di luar perusahaan orang tuanya.
Inilah fenomena Generation
Gap.
Jaman sudah berubah dan bakal semakin cepat berubah. Jangankan
selisih 40 tahun, yang selisihnya 30 tahun saja sudah berbeda pola pikir dan
gaya hidupnya. Meski anak-anak kita masih di kisaran 25-30 tahun, mereka sudah
cukup percaya diri untuk hidup bebas dari kungkungan keluarga.
Anak-anak muda masa kini, punya keyakinan untuk
menapaki kehidupannya sendiri, bahkan sedini mungkin. Padahal, 10-15 tahun
sebelum ini, banyak sekali orang muda yang masih takut-takut dengan masa
depannya. Orang-orang muda ini sibuk bekerja demi karir. Tapi, anak-anak muda
masa kini, rasanya lebih berani mengawali usahanya sendiri. Menjadi
entrepreneur.
Di masa sekarang ini, yang jadi kebanggaan bagi sang
orang tua, belum tentu menjadi sesuatu yang menarik bagi si orang muda. Kalau
tertarik saja tidak, apalagi menghargainya. Tidak mungkin. Tak heranlah bila
kebanyakan orang muda memilih pisah dari orang tuanya dan menempuh karirnya
sendiri. Gejala ini semakin lama bakal jadi semakin marak. Mencari penerus
perusahaan keluarga jadi semakin sulit.
Persoalan lain yang menggejala ialah : meskipun
bergelimang duit, kerja di perusahaan orang tua sendiri dianggap kurang keren.
Kurang bergengsi. Orang muda beranggapan, bila bekerja di perusahaan milik
orang tuanya sendiri, terkesan bahwa seolah dirinya tidak bisa menembus
perusahaan bergengsi.
Mendapat kedudukan di perusahaan milik keluarga, bukan
merupakan simbol perjuangan dirinya. Padahal, orang muda suka menunjukkan
kemampuan dia dalam menembus jenjang tertinggi di perusahaan multi nasional.
Yang tak kalah peliknya adalah, bila perusahaan
keluarga tidak punya performance yang
menggiurkan. Penghasilannya pas-pasan saja, sementara kerjanya berat. Bahkan
anak sendiri tidak mampu memperoleh penghasilan yang layak. Dan pekerjaan yang
dirintis sang orang tua menjadi terkesan berat setengah mati. Mana ada orang
muda yang mau kerja berat? Mereka (orang muda ini) ingin kerja smart.
Trus, apa solusinya? Seperti kata bijak : lebih baik
mencegah daripada memperbaiki. Jadi, lebih baik kita melakukan sesuatu sebagai
pencegahan sejak dini. Seperti apa pencegahan dininya?
Yang pertama ialah sebagai orang tua, maka wajib
mengenali dan membentuk karakter anak. Karena ini akan butuh waktu lama, maka
harus dilakukan sejak masa anak-anak. Misalnya, membentuk karakter gigih dan
pantang menyerah. Atau kebiasaan berpikir dan bertindak positif. Atau sikap
hemat dan rasional. Dan banyak sikap atau keutamaan yang bisa diajarkan.
Yang kedua ialah memperkenalkan ke anak-anak kita,
bahwa bekerja di perusahaan sendiri itu menyenangkan. Kesan menyenangkan harus
disematkan sejak awal. Ini yang seringkali terlupa.
Anak-anak hanya mendengar keluh kesah orang tua ketika
ditipu pembeli atau kesulitan saat mengatur anak buah. Bila yang terekam adalah
kejadian-kejadian negatif, maka siapapun akan enggan mewarisi hal-hal itu. Itu
dua hal penting yang harus dikerjakan, agar anak-anak muda ini mau meneruskan
usaha keluarga ini dengan legowo.
Masih ada banyak hal yang harus dilakukan oleh orang
tua, selain memberikan pendidikan formal. Dan jangan lupa, hanya perusahaan
yang sehat dan punya masa depan cerah saja yang layak diwariskan.
Punya lebih banyak lagi cerita tentang betapa sulitnya
mempertahankan kelangsungan perusahaan keluarga? Share dan diskusikan di sini
atau by email ke: suwito@baracoaching.com.
Salam The NEXT Level!
* Coach Suwito Sumargo:
- Memiliki pengalaman
membangun Bisnis Keluarga dan franchise
otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.
- Telah banyak membantu
kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih
menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam
bisnisnya.