business-forum

coaches

More Video! Visit : BARACoaching Channel on Youtube

Kamis, 22 Oktober 2015

PELANGGAN MUDAH PINDAH LAIN HATI? - By: Coach Humphrey Rusli *

Mungkin banyak pengusaha yang pernah atau sedang merasakan betapa sulitnya mendapatkan pelanggan baru dibandingkan mempertahankan pelanggan lama. Memang benar, rata-rata biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh pelanggan baru kira-kira 6x lebih mahal daripada biaya untuk mempertahankan pelanggan lama.
 Namun mempertahankan pelanggan lama juga bukan sebuah hal yang mudah. Tidak semua pelanggan yang kelihatannya sering datang dan belanja bisa dikategorikan pelanggan loyal. Bisa saja mereka datang karena harga anda (sementara) yang paling murah, namun begitu ada penawaran lainnya yang lebih kompetitif, bisa saja mereka "kabur" dari anda.
Demikian juga pelanggan yang jarang beli ke anda belum tentu mereka tipe yang tidak setia. Bisa saja di luar mereka memuji anda di depan teman-temannya atau mereferensikan bisnis anda ke orang lain tanpa anda minta atau beri imbalan apapun.
Nah, lalu apa cara yang bisa kita tempuh untuk mempertahankan pelanggan? Ada 2 cara:
Pertama dengan cara Non Teknis. Yaitu meningkatkan servis anda, berhubungan secara personal dengan pelanggan anda, sampai memberikan surprise-surprise menarik setiap kali mereka belanja. Saya tidak akan bicara banyak tentang ini.
Kedua, cara Teknis. Ini yang saya ingin bahas lebih dalam. Untuk membuat pelanggan setia, sebetulnya anda tinggal meningkatkan Switching Cost alias beban yang harus ditanggung pelanggan anda dibuat tinggi jika hendak migrasi ke kompetitor anda.
Contoh: baru-baru ini saya mencoba paket ISP (Internet Service Provider) yang sudah mengusung teknologi 4G. Saya iseng-iseng mencoba karena ada penawaran menarik. Ada sebuah peraturan unik yang diterapkan oleh provider tersebut. Setiap kali saya isi ulang pulsa secara tepat waktu, maka quota lama saya akan otomatis diakumulasikan ke quota yang saya beli. Namun bila saya terlambat mengisi ulang sampai jatuh tempo tidak melakukan isi ulang, maka ketika saya isi ulang, quota saya yang lama akan hangus. Menarik bukan?
Ini adalah yang disebut Switching Cost yang tinggi buat saya sebagai pelanggan. Saya merasa sayang bila quota saya yang belum saya pakai hangus gara-gara saya tidak mengisi ulang tepat waktu. Coba dibayangkan jika setiap bulan ada sisa 2 GB quota, dan setelah sepuluh bulan, saya berhasil "mengumpulkan" 20 GB akumulasi sisa quota. Di bulan 11 jika saya terlambat bayar isi ulang yang "hanya" 100 rb rupiah, hangus semua 20 GB tersebut. Tentu terkesan sangat "mahal" harganya bukan untuk saya?
Ini adalah teknik untuk membuat saya menjadi "loyal" dengan provider tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama. Karena semakin lama semakin mahal biaya yang harus saya tanggung bila ingin beralih ke provider lainnya.
Nah, sudahkah anda mendesign teknis "Switching Cost" di bisnis anda?
Semoga bermanfaat!
Salam The Next Level!

* Coach Humphrey Rusli:
- Coach of the Year 2014 (BEF Award Indonesia 2014);                                          
- Sales Coach of the Year 2012 se-Asia dan Australia;

- Associate Coach of the Year 2013 tingkat Internasional (44 negara).

Senin, 19 Oktober 2015

KRISIS..KREATIF - By: Coach Suwito Sumargo*

Hallo...kamu punya waktu sebentar?”, demikian sapa teman saya via telpon. Dari suaranya, saya tahu bahwa teman saya sedang galau, bahkan nyaris panik. Biasa, dia pasti kepepet bayar tagihan. Ini memang bukan pertama kalinya dia telpon dengan nada suara seperti itu.
Dua bulan yang lalu, dengan situasi yang sama: kepepet, saya menyarankan dia untuk memperhatikan stok bahan baku dan stok barang jadi. Jangan menahan stok secara berlebihan.
Teman saya ini tipikal orang yang lebih suka 'menimbun' barang ketimbang menyimpan dalam bentuk cash. Di sisi lain, dia masih terbebani dengan bunga pinjaman yang cukup besar. Di saat omzet merosot, dia kalang kabut mencari bantuan untuk memenuhi kewajibannya.
Saran saya (dulu), segeralah jual stok barang-barang yang berlebih, barang-barang yang slow moving atau bahkan barang mati. Tapi dia selalu meng-counter: “Barang-barang ini sengaja saya tahan, karena harganya akan naik. Saya akan untung besar kalau bisa menahan sampai akhir tahun.
Ok, kalau gitu darimana kamu akan bisa dapat dana segera? Apakah benar, profit lebih penting daripada cash?
Pembicaraan kami biasanya berakhir dengan ide-ide kreatif yang muncul dari benak teman saya. Heran yaa...kok ide kreatif baru muncul saat kepepet yaa? Padahal, bila kita membiasakan diri untuk 'mikiri' dengan sungguh-sungguh pengembangan bisnis kita, pasti situasi kepepet itu tidak akan terjadi.
Sayangnya, di saat-saat 'biasa' kita pun akan berpikir 'biasa-biasa' saja. Dan sebaliknya, di saat krisis kita akan 'terpaksa' berpikir kreatif. Apakah kita juga akan 'terperangkap' seperti teman saya itu? Bagaimana caranya agar kita tidak terperangkap?


* Coach Suwito Sumargo: The Winner Supportive Coach Award & System Award 2014 (Business Excellence Forum Award 2014)

Kamis, 15 Oktober 2015

BEYOND MONEY - By: Coach Ruaniwati*

Akhir-akhir ini saya sering menanyakan pertanyaan ini kepada diri sendiri, apakah ada alasan tertentu saya memulai suatu bisnis? Menjalankannya dan mempertahankannya? Terutama pada masa-masa menantang seperti sekarang ini?
Jawaban yang sering muncul antara lain: "ow, karena dengan usaha ini saya mendapatkan penghasilan", atau "dengan ini saya bisa menghidupi pegawai" atau "dengan ini saya mampu membeli barang-barang yang saya butuhkan dan inginkan", dan banyak lagi alasan lain.
Coba kita pikirkan sejenak, apakah ada alasan lain yang sebenarnya nilainya tidak bisa dilihat dari sisi pendapatan atau uangnya saja.
Seorang teman yang meneruskan usaha orang tuanya sebagai generasi kedua berkata: "Saya ingin berbakti kepada orang tua dengan cara meneruskan dan membuat usaha ini berkembang."
Usaha lain, seorang pemilik klinik kecantikan berkata, "Saya ingin membantu setiap wanita untuk percaya diri dengan merawat kecantikan mereka."
Apakah Anda punya alasan lain yang "beyond money", yang membuat anda bertahan di waktu-waktu sulit? Yang menopang untuk tetap "kuat" meski ada badai di usaha Anda?
Jika Anda menemukan alasan ini, saya yakin pelanggan akan merasakannya, karena hal ini akan tercermin pada segala hal yang sedang kerjakan di bisnis Anda.
Nilai-nilai yang diyakini akan terserap di karyawan Anda dan pada gilirannya akan dirasakan juga oleh pelanggan, bahkan supplier.
Lalu jika demikian, apakah profit tidak penting? Apakah pendapatan tidak perlu dihitung?
Omzet dan profit tetap penting sebagai indikator kesehatan usaha kita, namun tanpa ditopang oleh alasan "beyond money", kita akan cenderung berpikir jangka pendek. Padahal menjalankan dan membangun bisnis adalah "permainan" jangka panjang. Siapkah Anda "bermain" untuk jangka panjang?
Salam The NEXT Level!

* Coach Ruaniwati:
-          Pelatih bisnis yang telah makan banyak asam-garam di dunia Marketing, Branding dan Advertising selama lebih dari 15 tahun.

-          Aktif membantu para womanpreneur dan start-up entrepreneur melalui siaran radio di SHE 99.6 FM, Mercury 96.0 FM dan aktifitas belajar-mengajar di berbagai kampus terkemuka Surabaya. 

Kamis, 08 Oktober 2015

DISIPLIN..PERLUKAH DALAM USAHA? - By: Coach Ruaniwati*

Dalam seminar-seminar atau workshop yang kami adakan di ActionCOACH, dari semua peserta yang rata-rata pengusaha, jika ditanyakan pertanyaan ini, mereka setuju bahwa disiplin perlu dan penting dalam membangun usaha. Easier said than done!
Kenyataannya, jika kita dengan sungguh-sungguh menilai diri kita sendiri sebagai pemilik usaha, seberapa disiplin kita dalam mengelola usaha kita, jawabannya tentu sangat bervariasi.
Mungkin ada yang bisa disiplin melakukan usaha-usaha penjualan yang konsisten, tapi kurang di sisi keuangan, atau sebaliknya.
Sederhananya, jika kita membagi bidang usaha menjadi 2 bagian yaitu ofensif dan defensive, mari kita coba telaah yang bagian mana Anda lebih disiplin.
Ofensif adalah bagian perusahaan yang berhubungan dengan aspek ke luar, misalnya penjualan, partnership, suplier, dan lain-lain. Sedang yang bersifat defensive adalah yang berhubungan dengan aspek ke dalam, misalnya membangun tim, proses operasional, keuangan, dan lainnya.
Jadi, jika kita kembali ke pertanyaan awal tentang disiplin dalam usaha tentu semua aspek di usaha kita perlu disiplin. Misalkan dalam penjualan, apakah kita secara disiplin dan konsisten membangun hubungan dengan pelanggan kita, apakah kita menjaga ke-update-an data pelanggan? Seberapa sering kita memikirkan apakah kita  bias menjadi solusi bagi kesulitan pelanggan? Itu hanya salah satu contohnya.
Contoh lain di bidang keuangan misalnya, seberapa baik kita melakukan perencanaan budgeting di perusahaan kita dan kemudian disiplin menepati rencana yang kita buat?
Mungkin
akan lebih mudah jika kondisi perusahaan kurang baik atau pas-pas-an, sehingga kita akan lebih berhati-hati dalam mengeksekusi keuangan. Apa yang terjadi jika perusahaan kita sedang “naik” atau kondisi keuangan sedang baik? Apakah kita membelanjakan dengan disiplin sesuai rencana yang kita buat?
Yang sering saya temui sebenarnya tantangan paling sulit adalah mendisiplinkan pikiran kita sebagai pemilik usaha, apakah kita membiasakan meng-investasi-kan cukup waktu untuk memikirkan usaha dan bukan sekedar menjalankannya saja, mengikuti arus? Atau terjebak dalam operasional sehari-hari sehingga tidak cukup waktu (akhirnya sisa-sisa!) untuk memikirkan usaha kita?
Jadi bagaimana caranya untuk bias disiplin jika tantangannya begitu banyak? Apakah mungkin? Berikut beberapa tips yang menolong Anda untuk lebih disiplin:
1.     Temukan komunitas atau teman yang bisa sama-sama berkomitmen untuk berlatih disiplin.
2.     Carilah nilai “beyond money” di usaha Anda, apa yang Anda inginkan terjadi di perusahaan Anda? Apa yang membuat Anda bersemangat dan “hidup” untuk membangun usaha?
3.     Carilah orang ketiga yang bisa menilai perusahaan Anda dengan obyektif dan mampu melihat “blank spot” Anda.
Suatu tindakan sederhana yang dilakukan dengan disiplin dan konsisten akan menentukan hasil di kemudian hari.
Selamat Berlatih! Salam The NEXT Level!

* Coach Ruaniwati:
-          Pelatih bisnis yang telah makan banyak asam-garam di dunia Marketing, Branding dan Advertising selama lebih dari 15 tahun.

-          Aktif membantu para womanpreneur dan start-up entrepreneur melalui siaran radio di She 99.6 FM, Mercury 96.0 FM dan aktifitas belajar-mengajar di berbagai kampus terkemuka Surabaya.