“Hallo...kamu punya waktu sebentar?”, demikian sapa teman saya via telpon. Dari suaranya, saya tahu bahwa teman saya sedang galau,
bahkan nyaris panik. Biasa, dia pasti
kepepet bayar tagihan. Ini memang bukan pertama kalinya dia telpon dengan nada
suara seperti itu.
Dua bulan yang lalu, dengan situasi yang sama: kepepet, saya
menyarankan dia untuk memperhatikan stok bahan baku dan stok barang jadi.
Jangan menahan stok secara berlebihan.
Teman saya ini
tipikal orang yang lebih suka 'menimbun' barang ketimbang menyimpan dalam
bentuk cash. Di sisi lain, dia masih
terbebani dengan bunga pinjaman yang cukup besar. Di saat omzet merosot, dia kalang kabut mencari bantuan untuk
memenuhi kewajibannya.
Saran saya (dulu),
segeralah jual stok barang-barang yang berlebih,
barang-barang yang slow moving
atau bahkan barang mati. Tapi dia selalu meng-counter: “Barang-barang ini sengaja saya tahan, karena harganya akan naik. Saya akan
untung besar kalau bisa menahan sampai akhir tahun”.
“Ok, kalau gitu darimana kamu akan bisa dapat dana segera?
Apakah benar, profit lebih penting daripada cash?”
Pembicaraan kami
biasanya berakhir dengan ide-ide kreatif yang muncul dari benak teman saya. Heran yaa...kok ide kreatif baru
muncul saat kepepet yaa? Padahal, bila kita membiasakan diri untuk 'mikiri'
dengan sungguh-sungguh pengembangan bisnis
kita, pasti situasi kepepet itu tidak akan terjadi.
Sayangnya, di
saat-saat 'biasa' kita pun akan berpikir 'biasa-biasa' saja. Dan sebaliknya, di
saat krisis kita akan 'terpaksa' berpikir kreatif. Apakah kita juga akan 'terperangkap' seperti teman saya itu?
Bagaimana caranya agar kita tidak terperangkap?
* Coach Suwito Sumargo: The Winner Supportive Coach Award & System
Award 2014 (Business Excellence Forum Award 2014)
0 komentar:
Posting Komentar