business-forum

coaches

More Video! Visit : BARACoaching Channel on Youtube

Senin, 25 Agustus 2014

FILOSOFI KEPEMIMPINAN MASA KINI DALAM BUDAYA KUNO WAYANG JAWA (Part I)


Maraknya film Mahabaratha yang sekarang tayang di salah satu TV swasta mengingatkan saya tentang keberadaan wayang Jawa. Meskipun berasal dari negeri sendiri, cerita pewayangan Jawa sedikit banyak juga diadopsi dari kisah dewa-dewa dalam agama Hindu, yang berasal dari India. Seperti Mahabaratha yang bercerita tentang perselisihan Pandawa-Kurawa, serta Ramayana yang bercerita tentang kisah cinta Rama (perwujudan Dewa Wisnu) dan Shinta (Dewi Laksmi).
Wayang sebagai salah satu warisan budaya, dikenal sebagai bentuk budaya adiluhung. Artinya, budaya yang mempunyai nilai-nilai luhur. Cerita-cerita yang disampaikan selalu mengajarkan pesan moral, seperti empati, kejujuran, bijaksana, tanggung jawab, keadilan, dan budi pekerti yang baik.
Meskipun seiring perkembangan zaman, budaya wayang Jawa sudah semakin tergeser, namun tak dapat dipungkiri, banyak nilai-nilai filosofi yang bisa diambil dan diimplementasikan dalam kehidupan sekarang. Salah satunya dalam dunia bisnis.
Seorang pemimpin bisnis, hendaknya bukan hanya memahami kompetensi bisnis yang dijalankan. Lebih jauh, juga menerapkan nilai-nilai moral, karena bisnis bukan hanya tentang bagaimana dia menjalankan bisnisnya, tapi juga bagaimana dia berhubungan dengan orang lain untuk kesuksesannya.
Banyak sekali teladan kepemimpinan yang bisa dilihat dalam budaya kuno wayang Jawa. Pembelajaran tentang bagaimana seorang pemimpin harus bersikap dan bertindak. Baik dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, serta terhadap penciptanya.
Diantaranya cerita tentang lakon Yudistira (Puntadewa), si sulung Pandawa yang terkenal akan kebijaksanaan dan budi pekertinya yang luhur. Pada suatu hari Puntadewa memerintahkan Sadewa untuk mengambil air di sungai. Setelah menunggu lama, Sadewa tidak kunjung datang, lalu diutuslah Nakula, hal yang sama kembali terjadi, Nakula pun tak kembali. Lalu Arjuna dan akhirnya Bima. Semuanya tak ada yang kembali.
Akhirnya menyusullah Puntadewa. Sesampainya di telaga ia melihat ada raksasa besar dan juga adik-adiknya yang mati di tepi telaga. Sang Raksasa kemudian berkata pada Puntadewa bahwa barang siapa mau meminum air dari telaga tersebut harus sanggup menjawab teka-tekinya.
Pertanyaannya adalah apakah yang saat kecil berkaki empat dewasa berkaki dua dan setelah tua berkaki tiga? Puntadewa menjawab, itu adalah manusia, saat kecil manusia belum sanggup berjalan, maka merangkaklah manusia (bayi), setelah dewasa manusia sanggup berjalan dengan kedua kakinya dan setelah tua manusia yang mulai bungkuk membutuhkan tongkat untuk penyangga tubuhnya.
Sang raksasa lalu menanyakan pada Puntadewa, jika ia dapat menghidupkan satu dari keempat saudaranya yang manakah yang akan diminta untuk dihidupkan? Puntadewa menjawab, Nakulalah yang ia minta untuk dihidupkan karena jika keempatnya meninggal maka yang tersisa adalah seorang putra dari Dewi Kunti, maka sebagai putra sulung dari Dewi Kunti ia meminta Nakula, putra sulung dari Dewi Madrim. Dengan demikian keturunan Pandu dari Dewi Madrim dan Dewi Kunti tetap ada. Sang Raksasa sangat puas dengan jawaban tersebut lalu menghidupkan keempat pandawa dan lalu berubah menjadi Batara Darma.
Dari cerita tersebut, suatu ajaran yang baik diterapkan dalam kehidupan yaitu keadilan dan tidak pilih kasih.
Sampai sekarang, keadilan merupakan kebutuhan bagi setiap manusia. Dalam dunia usaha atau bisnis, membentuk lingkungan kerja yang teratur dan produktif bukanlah hal  yang mudah. Semua orang bisa menjadi pemimpin, tapi belum tentu menjadi pemimpin yang adil. Tak jarang karyawan melakukan protes atas kebijaksanaan pemimpin yang dinilai tidak adil. Hal ini karena setiap manusia memiliki hak untuk diperlakukan sama.
Seorang pemimpin bisnis dituntut untuk berlaku adil dan seimbang, pertama dalam hal yang berhubungan dengan peraturan ataupun kebijaksanaan perusahaan. Jangan pernah membandingkan atau bersikap tidak adil antara karyawan yang satu dengan yang lainnya. Jika harus mengambil keputusan, keputusan itu bersifat netral, bisa menguntungkan perusahaan dan karyawan Anda.
Selain itu, jangan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Berusahalah menempatkan diri pada posisi yang lain, jangan selalu melihat dari ‘kacamata’ diri kita. Dengan sikap empati, diharapkan kita bisa memandang dari perspektif orang lain, dan berlaku seimbang.  
Dalam kisah Puntadewa, bisa saja dia meminta Arjuna atau Bima untuk dihidupkan sebagai saudara kandung, namun secara bijaksana ia memilih Nakula, agar keturunan Pandu dari Dewi Madrim dan Dewi Kunti tetap ada.
Jika dihubungkan dengan kepemimpinan sekarang, seorang pemimpin, dalam menjalankan roda perusahaan, wajib menyingkirkan ego dalam dirinya. Dia harus bisa menempatkan antara kepentingan atau masalah perusahaan dengan kepentingan keluarga atau pribadi. Perlu adanya ketegasan untuk membedakan keduanya. Jangan sampai nantinya kebijakan perusahaan akan lebih meng’gemuk’kan salah satu pihak.
Lalu bagaimana dengan Anda? Sudahkah Anda bersikap adil dalam bisnis Anda? Teladan apalagi yang bisa kita ambil dari lakon pewayangan Jawa? Baca kelanjutannya dalam “FILOSOFI KEPEMIMPINAN MASA KINI DALAM BUDAYA KUNO WAYANG JAWA (Part II)”.

CEO Business Gathering - KUPAS GAYA ‘ROCKSTAR’ ALA PEMILIK BISNIS


Apa reaksi Anda ketika mendengar kata rockstar? Mungkin ada yang beranggapan negatif tentang penyanyi rock. Mereka sering dipersepsi buruk, dengan gaya tampilan yang sering keluar dari aturan atau ‘pakem’ yang ada. BARACoaching Surabaya (ActionCOACH East Java-Bali) mendobrak pemikiran tersebut dalam forum CEO Business Gathering, bertajuk “Think Like A Rock Star”.
Forum yang diadakan pada Senin (18/08/14) ini merupakan gathering ex klien BARACoaching Surabaya. Coach Han Budiyono selaku pembicara bertutur, ada nilai-nilai dari seorang rockstar yang bisa diteladani oleh pelaku bisnis dewasa ini. Salah satunya, berani tampil beda dan tidak khawatir meskipun orang lain tidak bisa menerima penampilan atau bahkan pemikiran mereka.
Mereka sering bertingkah laku di luar kebiasaan pada umumnya. Contohnya, grup Slank yang lebih memilih bergaya ‘natural’ waktu konser. Buat mereka, kostum panggung yang glamour, malah tidak cocok, karena tidak bisa dipakai dalam aktivitas keseharian.
“Para bintang rock benar-benar yakin dengan apa yang diyakininya, meskipun orang lain tidak. Satu nilai yang bisa dikorelasikan dalam bisnis sekarang, adalah being true to yourself. Sekarang ini masih banyak, calon pebisnis yang memulai bisnis dengan usaha yang sedang ngetrend. Pandangan ini keliru. Only do or sell something that you truly believe. Juallah produk atau jasa yang sesuai hati nurani Anda,” papar CEO sekaligus pendiri BARACoaching Surabaya ini.
Teladan lain yang bisa diambil dari seorang rockstar adalah selain lagu, mereka paham bahwa publikasi wajib hukumnya. Seorang pebisnis juga dituntut untuk paham, bagaimana agar produk atau jasanya dikenal orang.
Business owner harus jago dalam sales dan marketing. Meskipun bisa saja tim kita yang mengerjakan tugas-tugas marketing, branding, dan promotion, namun secara konsep tidak bisa didelegasikan. Tugas sebagai pemilik bisnis, adalah mengetahui bagaimana konsepnya sehingga apa yang tim lakukan bisa tepat sasaran.”

Popstar Punya Penonton, Rockstar Punya Pengikut
Ada yang mengatakan “popstar punya penonton, rockstar punya pengikut”. Fans rockstar tidak merasa hanya melihat konser atau pertunjukan, mereka benar-benar menjadi penonton yang fanatik.
Nilai positif lain yang bisa dipelajari oleh pebisnis dari seorang rockstar adalah mencari loyalis, bukan sekedar customer. Yang harus dilakukan adalah mengubah mindset, hanya mencari short term customers. Pemilik bisnis hendaknya bukan hanya menjual produknya, namun mengetahui bagaimana langkahnya agar customer yang didapat, menjadi loyalist (raving fans) produk dan jasanya.
Selanjutnya, old style vs new style. Jika dulu usaha Anda berada di ‘atas angin’, maka belum tentu berlaku juga untuk sekarang atau ke depannya. Untuk itu, seorang pemilik bisnis harus selalu menemukan cara untuk mengupdate bisnisnya sesuai perkembangan jaman.
Ibarat kolam ikan, yang akan habis jika diambil ikannya secara terus-menerus. Maka harus dipikirkan bagaimana caranya agar ikan menjadi produktif dan menghasilkan, sehingga tidak akan habis, meskipun dipancing terus-menerus.
Kita sering melihat gaya hidup seorang rockstar yang suka berpetualang dan bersenang-senang. Nilai ini juga bisa diambil oleh para pemilik bisnis.
“Teladan pentingnya adalah be above normal sometimes to learn and develop. Jadi, bukan hanya bersenang-senang, namun travel to style and learn. Bagaimana dalam perjalanan, kita bisa mengambil nilai-nilai pembelajaran yang akan mengubah cara pikir terhadap sesuatu, khususnya terkait bisnis. Ya, misal merencanakan travel untuk mempelajari budaya sekaligus bagaimana cara berbisnis baru yang belum kita lihat sebelumnya,” papar coach Han, pelatih bisnis yang punya predikat Platinum Mentor Coach dari ActionCOACH Internasional ini.

Senin, 18 Agustus 2014

LIMA PILAR WAJIB DALAM BISNIS


Dalam menjalankan usahanya, pebisnis wajib memiliki 5 pilar utama, sebagai penyanggah agar bisnisnya bisa terus berkesinambungan. Kelima pilar itu adalah sales (penjualan), cashflow (aliran dana kontan), marketing (promosi), Human Resources (Sumber Daya Manusia), dan Research and Development (Penelitian dan Pengembangan).

           1. Sales (Penjualan)
Sales adalah pilar pertama yang menentukan jatuh bangunnya sebuah bisnis. Tanpa penjualan, sebuah bisnis tidak akan bisa bertahan. Bisnis butuh pembeli dan kita harus pandai menjual. Tentu saja penjualan yang menghasilkan cukup keuntungan.
Bisa dikatakan sales adalah jantung bisnis. Apapun jenis bisnisnya, wajib punya aktifitas sales. Sebab itu, pelaku bisnis harus menciptakan penjualan yang sehat. Sebuah penjualan yang tidak hanya menjadi sumber aliran dana, namun juga menghasilkan keuntungan yang memadai.

2. Cashflow (Aliran Dana Kontan)
Cashflow adalah pilar kedua yang memastikan apakah sebuah bisnis akan mampu bertahan. Tanpa aliran dana kontan yang lancar, maka pemilik usaha harus siap-siap merogoh kantong dan itu berarti hanya bisnis yang bermodal kuat saja yang bisa bertahan lama.
Bisnis yang sehat harus mampu mengelola aliran dana, agar bisa mencukupi kebutuhan pembelian bahan, membayar gaji, dan biaya-biaya operasional lainnya.
(Dari kelima pilar yang ada, sales dan cashflow mutlak dimiliki, karena ketiga pilar lain tidak akan bisa berjalan tanpa kedua hal tersebut).

                  3. Marketing (Promosi)
Marketing adalah pilar ketiga yang membantu proses penjualan. Aktifitas marketing biasanya dipergunakan untuk peningkatan penjualan atau seringkali juga untuk memperkuat persepsi dan positioning merk.
Itulah alasannya, promosi yang dilakukan sebaiknya bisa menggerakkan orang lain untuk melakukan pembelian. Hal-hal yang perlu diperhatikan seringkali disebut dengan AIDA. A (Attractive), I (Interest), D (Desire), A (Action).
Attractive, promosi yang kita tampilkan haruslah bersifat ‘eye catching’. Bagaimana target market langsung tertarik dengan iklan yang diberikan, tanpa harus membaca atau melihatnya lebih seksama.
Interest, sebuah iklan harus menimbulkan keinginan untuk mengetahui lebih lanjut, tentang apa yang disampaikan dalam promosi.
Desire, merangsang target market untuk melakukan action.
Action, langkah-langkah apa saja yang dilakukan untuk merealisasikan pembelian.

4. Human Resources (Sumber Daya Manusia)
Human Resources adalah pilar keempat yang dapat memperkokoh kesinambungan usaha. Proses memilih, memilah dan melatih karyawan wajib dijalankan secara konsisten. Selain itu, remunerasi yang sehat dan wajar juga akan memantapkan bisnis.
Manajemen sumber daya manusia merupakan hal krusial dalam pelaksanaan bisnis. SDM merupakan aset penting bagi perusahaan. SDM yang ‘mumpuni’ bisa menjadi kendaraan untuk mencapai tujuan dan kesuksesan dalam bisnis Anda.

5. Research and Development (Penelitian dan Pengembangan)
Research and Development adalah pilar kelima yang akan membuat bisnis semakin sustainable. Penemuan produk baru dan memasuki segmen pasar yang berbeda selalu diawali dengan inovasi dan keberanian untuk berkreasi dan membuat terobosan.
Selain itu, penelitian dan pengembangan juga dilakukan agar kita bisa mengetahui apa kebtuhan pasar saat itu, apakah produk yang kita keluarkan sudah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasar atau tidak.
Bisa dikatakan, riset adalah peta untuk menentukan arah bisnis kita. Data-data yang tercantum dalam hasil riset akan sangat membantu dalam pengembangan bisnis.

Lima pilar yang dijelaskan di atas, mungkin bukan hal baru bagi Anda. Meskipun begitu, Anda belum tentu punya cukup kesabaran dan ketekunan untuk menjalankannya secara konsisten. Pebisnis perlu berlatih terus menerus hingga terbentuk pola pikir yang mantap dan memastikan bahwa bisnisnya tetap berjalan di koridor yang benar.


Ada 100 pertanyaan yang bisa Anda pakai untuk melatih pola pikir. Dan bagi yang berminat, silahkan mengirimkan e.mail atau memberikan tanggapan pada kolom yang telah tersedia.

Jumat, 15 Agustus 2014

Training “ADAPTATION SKILL TO SUCCESS” : MENGENAL SENI PERBEDAAN UNTUK KESUKSESAN



Adaptasi merupakan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Adaptasi juga ditengarai sebagai salah satu faktor yang bisa mendukung kesuksesan. Lalu apa saja kendala dalam menyesuaikan dengan lingkungan yang berbeda? apa saja yang mesti dilakukan agar cepat beradaptasi?
Beberapa masalah ini dikupas oleh Erfina Hakim, pembicara dalam kepada tim Toeng Market, Selasa (12/08/14) lalu. Acara yang bertempat di Ballroom Las Vegas, Office BARACoaching Surabaya (ActionCOACH East Java-Bali) ini merupakan satu dari rangkaian training untuk tim Toeng Market.
Di acara tersebut Erfina bertutur, bahwa masalah dalam melakukan adaptasi, bukan pada orangnya yang enggan atau tidak mau melakukan penyesuaian, namun lebih karena setiap orang terlahir dengan pribadi berbeda.
“Persoalan adaptasi yang utama bukan pada mencari di lingkungan sama. Tapi bicara tentang bagaimana kita bisa menghasilkan dan berkembang optimal justru di tengah perbedaan. Karena dalam kehidupan, kita akan bertemu dengan orang-orang yang berbeda, di lingkungan yang berbeda pula,” papar wanita yang suka bergaya sporty ini.
Lebih jauh, Bu Fina juga menjelaskan beberapa keahlian yang nantinya akan bersaing di abad-21. Pertama, Interpersonal Skills, dimana seseorang mampu membangun, menjaga atau menyelesaikan konflik dalam hubungan.
Kedua, Customer Service Strategy, merupakan kemampuan seseorang dalam menyatukan dan menjalankan strategi pelayanan. Ditandai dengan pemahaman bahwa melayani orang lain merupakan kunci keberhasilan atau kesuksesan.
Berikutnya, Kreatif. Kemampuan seseorang dalam berpikir dan bertindak secara innovatif. Dia bisa menciptakan ide baru yang kreatif dan solutif. Intinya sesuatu yang baru, berbeda, dan bermanfaat.
Keempat, Thinking System (keahlian berpikir), kemampuan seseorang untuk menguraikan dan memahami masalah secara lebih terperinci. Dengan perincian itu, seseorang diharapkan bisa membuat prioritas tugas, berdasarkan tingkat kepentingannya.
Kelima, keahlian Pengembangan Diri. Yaitu, kemampuan dalam menyadari kelemahan dan kekuatan sebagai proses pembelajaran bagi dirinya. Di poin ini, seseorang punya rasa tanggung jawab untuk mengembangkan diri, dan punya inisiatif untuk melakukan proses pembelajaran secara berkelanjutan.
Terakhir, Keahlian Teknis. Dimana seseorang mampu menggunakan pengalamannya dan mengaplikasikan pengetahuan atau keahlian tertentu. Salah satunya ditandai dengan mampu mendemonstrasikan skill yang relevan dengan pekerjaan.
“Dari keenam keahlian di atas, yang lebih fight dan siap bersaing di era dewasa ini, adalah mereka yang punya bekal keahlian beradaptasi.”
Lalu apa saja yang dibutuhkan agar seseorang sanggup bertahan di tengah perbedaan? Diantaranya, sanggup menjalin hubungan dengan siapapun, dapat memberikan respon yang tepat terhadap situasi baru, dan dapat menangani tugas secara bersama-sama tanpa mengurangi kualitas.
Salah satu peserta training, Handoko, bertanya sesuatu yang berbeda itu implementasinya seperti apa.
Implementasinya yaitu keterbukaan menerima perbedaan dan melakukan hal positif yang mungkin belum pernah kita coba sebelumnya.
“Segala apapun di dunia pasti berubah, terbukalah dan jangan pernah takut melakukan sesuatu yang berbeda, karena dalam perbedaan kita belajar seni berhubungan dengan orang lain,” tegas Bu Fina.
Di akhir acara, wanita kelahiran Malang ini membagikan tips untuk mudah beradaptasi. Selain menyadari bahwa hidup tidak bisa sendiri, juga harus sadar bahwa banyak karakter berbeda, yang menuntut kita wajib ‘keluar’ dari zona nyaman. Dalam artian bukan hanya bergaul dengan seseorang di lingkungan yang sama dan sesuai kepribadian kita. Namun lebih jauh, bergaul dengan orang-orang berbeda, untuk belajar melihat dari banyak sudut pandang, yang nantinya bisa membuat diri kita berkembang.
Terakhir yaitu cermat mendengarkan dan mengenali sosok ‘pemegang kunci’. Yang dimaksud dengan pemegang kunci di sini adalah mereka yang paling dominan dalam satu kelompok atau komunitas.
“Semua hal itu harus didukung dengan sikap seperti senantiasa tersenyum dan bergairah, tampil secara natural atau apa adanya, serta memiliki inisiatif untuk membuka percakapan.”
Tantangannya adalah ada orang yang cepat dalam beradaptasi, dan ada pula yang lambat. Lalu termasuk manakah Anda?

Selasa, 12 Agustus 2014

CEO PowerLunch - PARANOIA DIPERLUKAN DALAM KETIDAKPASTIAN BISNIS?


Menyesuaikan diri dan bertahan terhadap segala perubahan, merupakan keharusan agar bisa bertahan hidup. Tak terkecuali dalam dunia bisnis. Pemilik bisnis dituntut untuk bisa menghadapi perubahan, jika tidak ingin bisnisnya ‘tergilas’. Lalu apa yang harus dilakukan agar bisnis tetap bertahan menghadapi perubahan yang terjadi?
Menjawab kebutuhan tersebut, BARACoaching Surabaya (ActionCOACH East Java-Bali) mengadakan forum para CEO yang terangkum dalam acara CEO PowerLunch. Acara bertajuk “Thriving in Uncertainty” itu bertempat di hotel Shangrila Surabaya, Rabu, 18 Juni 2014.
Coach Suwito Sumargo, selaku pembicara dalam acara ini mengungkap beberapa penelitian Jim Collins, penulis buku “Great by Choice” tentang persamaan yang dilakukan beberapa perusahaan untuk bisa bertahan lama melawan ketidakpastian.
“Ketidakpastian bisnis yang dimaksud bersifat tidak terduga dan secara tiba-tiba. Beberapa penyebab seperti business circle, government policy, dan masih banyak lagi,” tutur coach Suwito.
Sebelum memasuki materi inti, pelatih bisnis yang juga pemilik salah satu franchise otomotif terbesar di Surabaya ini, memutarkan video petualangan Robert Falcon Scott (Inggris) dan Roald Amundsen (Norwegia) yang mengarungi kutub utara.
Apa yang menjadi pembeda dalam perjalanan keduanya, sehingga hanya Amundsen yang berhasil menaklukan kesulitan yang dihadapi dalam perjalanannya. Sedangkan Scott, meskipun telah melakukan persiapan dan usaha keras sebelumnya, namun gagal dan akhirnya meninggal. Apa yang telah dilakukan Amundsen, yang bisa dijadikan pelajaran untuk para pebisnis dewasa ini, dalam menghadapi masa-masa sulit?
Bercermin pada petualangan Amundsen, menurut coach Suwito, ada tiga hal yang perlu dilakukan oleh pemain bisnis, agar perusahaan bukan hanya mencapai puncak sukses, namun yang terpenting terus bertahan sampai jangka waktu yang tidak ditentukan.
Pertama, menciptakan ‘masalah’ untuk menguji perusahaan, mampu atau tidak dalam melewatinya.
Seorang pemimpin perusahaan besar, bertanya pada tim salesnya: “Apa yang Anda lakukan bila bulan ini tidak ada penjualan sama sekali yang masuk?”. Tim salesnya mencoba menjawab dengan memberikan teknik-teknik menjual untuk mendatangkan konsumen. Sang pemimpin pun memberikan kesempatan pada mereka untuk mencoba cara-cara yang diberikan.
Jadi, pada poin ini, diharapkan perusahaan menjadi lebih peka, melakukan persiapan dan bisa menyikapi saat situasi tidak terduga. Tepatnya, bisa menyelesaikan masalah, ketika berada di luar zona nyaman.
“Seperti ungkapan sedia payung sebelum hujan. Ungkapan ini menjadi tidak berarti ketika kita tidak pernah mencoba atau menguji payungnya, tahan atau tidak,” jelas coach Suwito
Kedua, bergaul dengan orang-orang yang punya passion sama.
Amundsen do this. Selain melatih fisik, Amundsen belajar dari orang-orang Eskimo. Dia bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan Eskimo, sehingga mampu bertahan dan berhasil mengarungi kutub utara.”
20 Miles March
Terakhir, ada sesuatu yang merangsang untuk menuju southpole. Menetapkan apa yang menjadi target kita, baru berlatih ke arah sana. Hal pertama untuk mencapai southpole, melakukan disiplin yang tinggi (Fanatic Discipline). Jadi benar-benar fanatik dalam disiplin, terarah, dan tetap konsisten dalam keadaan apapun.
Dari sekian banyak perusahaan yang diteliti oleh Jim Collins, yang sukses menaikkan nilainya, mempunyai ciri melakukan disiplin ’20 miles march’ seperti yang dilakukan Amundsen.
Diceritakan, Amundsen meletakkan tenda perbekalan setiap 20 mil. Kenapa 20 mil? Ini didasarkan pada penelitian dan survey yang dilakukannya sebelumnya. Untuk mencapai southpole atau tempat yang dituju, dia konsisten melakukan perjalanan setiap 20 mil sebelum kemudian beristirahat di tenda. Meski cuaca sedang bagus pun, dia tidak akan menambah panjang perjalanannya, tapi tetap 20 mil.
“Konsistensi atau keteraturan itu sangat penting. Tidak mudah dilakukan jika tidak dibiasakan. Namun perlu diperhatikan, untuk menjadi habit, harus punya pengamatan terlebih dulu. Inti dari 20 miles march itu adalah bersifat teratur dan tetap dengan melakukan test and measure sebelumnya,” papar coach Suwito.
Lalu tantangan apa saja yang biasanya dihadapi? Disinggung tentang hal ini, pria murah senyum ini menjawab, ada dua hal yang menjadi tantangan dalam 20 miles march.
“Pertama yaitu komitmen dalam menjalankan 20 miles march, seberat apapun keadaannya. Kedua, bagaimana ketika dalam kondisi bagus harus tetap berhenti di setiap ’20 mil’.”
Poin kedua yang harus dilakukan untuk mencapai southpole adalah Empirical Creativity. Kreatif yang dimaksud bukan hanya sekedar bersifat kreatif, atau lain daripada yang lain. Melainkan, harus dibarengi dengan melakukan penelitian data-data secara kontinyu.
Kebiasaan yang dilakukan antara lain dengan mengumpulkan data (pencatatan) sedari perusahaan masih kecil untuk menyusun statistik. Selain sebagai komparasi, hal ini memudahkan Anda menentukan bullet atau peluru yang akan dijadikan cannon ball.
Bullet merupakan wujud dari test and measure dalam skala kecil, yang ditembakkan sampai tepat sasaran. Misal, ada satu perusahaan konsultan bisnis yang ingin mengetahui, media apa yang paling efektif dan tepat untuk promosinya. Maka mulailah ia memasang iklan di berbagai media, sampai menemukan media apa yang diinginkan.
Setelah itu, barulah akan diberdayakan seluruh daya upaya ke satu tujuan tersebut. Itulah yang disebut cannon ball. Bullet sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan 3 pertimbangan, yaitu biaya yang rendah (low cost), resiko yang kecil (low risk), serta gangguan yang kecil (low distraction).
Terakhir, Productive Paranoia. Paranoia merupakan satu keadaan dimana seseorang menaruh curiga berlebihan terhadap sesuatu. Hal ini menjadikan seorang pelaku bisnis sulit mencapai mimpinya, karena tidak pernah punya keputusan final. Selalu berubah, karena kecurigaan atau ketakutannya.
Untuk menghadapi ketidakpastian dalam bisnis, paranoia memang diperlukan, bukan ketakutan yang menjadikan stagnan, namun paranoia yang masih produktif. Jadi bagaimana seorang CEO kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi ‘badai’ yang akan dihadapi.
Beberapa langkah yang bisa diterapkan dalam productive paranoia diantaranya menyediakan uang cash yang cukup dan cadangannya (build cash reserves and buffers). Berapa banyak? Tentunya harus ditakar dulu agar sesuai dengan kebutuhan.
Setelah itu Zoom Out To Zoom In. Artinya, melihat sesuatu secara keseluruhan atau lebih luas, sebelum akhirnya lebih detail dan spesifik dari jarak dekat. Contohnya, melihat kompetitor kita mana saja, baru kemudian kompetitor utama yang mana.
Di akhir acara, para peserta diminta untuk memberikan apa yang mereka dapat dalam CEO PowerLunch Club kali ini. Satu diantaranya, Erick Robertan dari CV. Era Prima Jaya.
“Saya senang mengikuti acara ini. Temanya mengingatkan saya dengan apa yang pernah dikatakan oleh salah seorang pengusaha top: kepastian adalah ketidakpastian. Selain itu, saya tertarik dengan 20 miles march. Membuat saya jadi berpikir lebih spesifik, dan menggali apa yang akan kita lakukan, salah satunya dengan membuat list,” papar pria berkacamata ini panjang lebar.
Lalu bagaimana dengan Anda? Apakah Anda termasuk Amundsen atau Scott? Apakah Anda lebih memilih menyelesaikan masalah ketika masalah itu terjadi? Atau meng’create’ masalah kecil untuk ‘latihan’ sebelum Anda melewatinya?