business-forum

coaches

More Video! Visit : BARACoaching Channel on Youtube

Sabtu, 17 Mei 2014

BOOK CLUB - UNGKAP CARA MENYIKAPI PERUBAHAN


Rabu (23/04/14), BARACoaching Surabaya (ActionCOACH East Java-Bali) mengadakan forum Book Club yang membedah buku seorang Spencer Johnson berjudul “Who Moved My Cheese?”. Buku yang meraih best seller ini bercerita tentang manajemen dalam menghadapi perubahan yang terjadi.
“Buku ini asik dibaca, dan sangat berguna apabila bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dunia bisnis. Di setiap lembaran ada kata-kata yang mengungkap apa itu perubahan dan bagaimana memanaje perubahan itu,” ungkap Ruaniwati, selaku pembicara dalam forum ini.
Who Moved My Cheese? bercerita tentang perubahan yang dialami oleh 4 karakter, 2 ekor tikus dan 2 kurcaci. Si Tikus: Sniff (Endus) dan Scurry (Lacak) serta si Kurcaci: Hem (Kaku) dan Haw (Aman).
Setiap hari, Sniff, Scurry, Hem, dan Haw harus mencari cheese di dalam labirin (sederet koridor serta ruangan, yang beberapa diantaranya memuat cheese, namun ada juga yang berupa pojok gelap dan menyesatkan). Dalam kehidupan nyata, cheese ini adalah metafora tentang apa yang kita inginkan dalam hidup: pekerjaan, suatu hubungan, uang, kesehatan, rumah besar, atau sesuatu yang kita anggap patut kita dapat dan bisa membuat kita bahagia.
Diceritakan dalam buku, keempat karakter ini berhasil menemukan tumpukan cheese besar bernama Cheese ‘Station C’. Tentu saja mereka sangat senang dan mengunjungi ‘Station C’ setiap hari untuk menikmati kelezatannya.
Meskipun telah menemukan cheese dalam jumlah besar, namun Sniff dan Scury tetap bangun pagi, melepas sepatu, mengikat keduanya dan menggantungkan di lehernya. Sebelum menikmati cheese, mereka memeriksa tempat itu apabila ada perubahan. Berbeda dengan kedua tikus, para kurcaci Hem dan Haw merasa arogan dan puas dengan tempat mereka yang baru. Mereka mulai bangun siang dan berjalan santai menuju ‘Station C’, karena sudah mengetahui jalannya.
Satu pagi, mereka berempat dikejutkan dengan hilangnya cheese ‘Station C’ secara tiba-tiba. Kedua tikus tidak heran dengan hal ini, karena mereka telah memperhatikan bahwa semakin lama persediaan cheese semakin menipis. Segera, mereka memasang sepatu dan mencari persediaan cheese yang baru.
Namun tidak demikian dengan Hem dan Haw. Mereka berpikir seseorang telah mencurinya. Hem menyesali perubahan itu dan tetap menunggu di tempat yang sama, berpikir barangkali akan ada sesorang yang mau mengembalikan cheese mereka.
Sebaliknya, Haw yang meskipun awalnya ragu untuk bergerak mencari cheese yang baru, akhirnya menyadari bahwa tidak mungkin bertahan terus dengan keadaan mereka. Akhirnya, Haw dengan susah payah bisa menemukan cheeseStation N’, bergabung dengan Sniff dan Scurry yang terlebih dahulu menemukannya.
“Pada kenyataannya, kehidupan dalam labirin pun sama dengan kehidupan nyata. Sesuatu terus berubah dan tidak pernah lagi sama. Banyak jebakan yang juga sering terjadi pada kita. Kadang kita terlalu takut mengambil resiko, atau terbiasa mengerjakan pekerjaan sama, tapi tidak produktif,” tutur bu Ruani.
Empat karakter dalam cerita tersebut menggambarkan bagian dari kita yang sederhana dan kompleks. Kadang kita bertindak seperti Sniff dan Scurry yang bisa segera mencium dan bertindak dengan adanya perubahan. Dengan menggunakan instingnya, mereka memilih metode trial and error untuk menyikapi dan beradaptasi dengan perubahan.
Bisa jadi kita juga seperti Hem, yang menyangkal dan menolak perubahan karena takut perubahan itu akan membawa kepada situasi yang buruk. Atau mungkin seperti Haw, yang belajar beradaptasi setelah melihat perubahan justru bisa membawanya kepada sesuatu yang lebih baik.
“Hikmah membaca buku ini adalah memahami bahwa perbedaan sikap, yang kecil-kecil, ternyata bisa membawa pengaruh yang besar nantinya,” tegas wanita yang sudah 16 tahun berkecimpung di  bidang sales, marketing, brand dan advertising ini.
Lalu, siapakah Anda menurut cerita dalam buku ini?

Jumat, 16 Mei 2014

Training LEADERSHIP OKE - TIDAK SEMUA KARYAWAN BISA DIPERLAKUKAN SAMA


Punya kharisma saja, ternyata tidak cukup untuk mendapatkan respek dan dukungan anak buah. Selain itu, seorang leader harus bisa memahami mereka sesuai karakter masing-masing. Hal itu yang dibahas dalam Training Full Day “Leadership Oke”, Jum’at (25/04) lalu. Acara yang dihadirkan oleh BARACoaching Surabaya (ActionCOACH East Java-Bali) ini bertempat di Office BARACoaching, Pakuwon Trade Center (PTC) Surabaya.
Erfina Hakim, selaku Head of Training Division sekaligus pembicara berkata, bahwa training ini hadir berdasarkan kebutuhan para leader untuk mendapatkan, mengelola, dan menempatkan anak buah sesuai dengan kebutuhan prioritas usaha.
“Fenomena yang banyak terjadi, para leader kurang paham bahwa manusia sebagai individu yang dinamis dan perlu penyesuaian diri (beradaptasi) dalam setiap lingkungan, termasuk lingkungan bisnis. Itu kenapa perlu adanya seni memimpin yang disesuaikan dengan karakter dari masing-masing anak buah. Karena tidak semua karyawan bisa diperlakukan sama,” papar Erfina.
Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan terkait dengan pemahaman aspek manusia sebagai individu yang dinamis dalam penyesuaian diri. Diantaranya, yaitu karakter, temperamen, sikap, stabilitas emosi, responsibilitas, dan sosiabilitas.
Karakter seseorang akan berujung pada konsekuensi dan konsistensi berpendirian. Sedangkan temperamen lebih pada disposisi cepat atau lambat seseorang itu bereaksi. Sikap menentukan cara seseorang memberikan sambutan, dan stabilitas emosi berupa keseimbangan luapan atau ungkapan emosi seseorang.
Selain itu ada responsibilitas dan sosiabilitas. Responsibilitas berhubungan dengan kesiapan resiko dan sosiabilitas berupa hubungan interpersonal dengan orang lain dalam lingkungan atau tempat dia bergaul.
“Karakter itu bersifat semi permanen, dimana jika kita tidak menginginkannya lagi, maka dengan mudah kita bisa menghapusnya,” ujar wanita berlesung pipi yang akrab dipanggil bu Fina ini.
Selama ini, sebagian besar para leader salah menentukan komposisi karakter dalam tim, sehingga sulit untuk mensinergikan dan mendongkrak kemajuan bisnis. Yang dimaksud komposisi karakter adalah jumlah ideal karakter yang harus ada dalam setiap divisi. Misal tim marketing, maka karakter calon karyawan seperti apa yang harus ditempatkan di bagian itu. Hal ini juga berlaku untuk divisi lain.
“Itu kenapa pemilik bisnis, leader atau para pelaku HR harus punya bekal tentang apa saja yang harus diperhatikan ketika proses interview. Poin ini penting dalam proses selektifitas dan pendelegasian tugas,” tambah bu Fina.
Selain mengupas step by step proses interview calon karyawan yang benar dan efektif, training “Leadership Oke” juga mempelajari langkah-langkah menempatkan karyawan sesuai kebutuhan prioritas usaha, tips meningkatkan kesetiaan dan produktivitas, sampai seni memimpin sesuai dengan karakter anak buah.
“Ada tiga hal yang saya harapkan setelah para leader bisnis mengikuti training ini. Pertama, adanya kesadaran bahwa manusia itu sebagai makhluk dinamis yang selalu berubah, dan membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Kedua, dia bisa memilih, menempatkan, dan mengelola SDM yang ada, untuk sinergi tim menuju perubahan yang lebih baik. Terakhir, leader bisa menjadi orang yang bisa mewakili perusahaan agar anak buah bisa menerima dan dengan ‘sukarela’ bekerja sesuai budaya perusahaan. Nah, ketika ketiga hal ini sudah berjalan, maka happiness at work akan terbentuk, dan bisa mendongkrak kemajuan bisnis,” tutup wanita yang juga interest di otomotif ini. 

Jumat, 02 Mei 2014

Motivational Session - UNGKAP SENI MENCARI ‘JODOH’ DALAM KERJA


Mencari kecocokan dalam kerja, sama seperti ketika kita mencari jodoh dalam hidup. Jadi perlu proses penyesuaian tiada henti sebelum menuju kebahagiaan atau kepuasan dalam kerja.
Hal itu adalah inti dari sesi motivasi bertajuk “Happiness At Work”. Acara yang diselenggarakan sebagai bagian dari gathering karyawan PT. Aneka Isolasi ini menghadirkan Erfina Hakim, selaku pembicara sekaligus Head of Training Division BARACoaching Surabaya (ActionCOACH East Java-Bali).
Bertempat di Rumah Makan Agis Ahmad Yani Surabaya, Kamis (24/04/14), acara ini diikuti oleh sekitar 70 peserta jajaran manajemen, terdiri dari CEO dan karyawan PT. Aneka Isolasi. Di awal acara, Erfina bertutur bahwa inti dari happiness at work adalah seni mengubah ketidakpuasan kerja menjadi sebuah happiness, dimana hal itu tidak hanya dilihat dari segi materi atau besar kecilnya gaji semata.
“Saat ini masih banyak pemikiran bahwa kebahagiaan dan kepuasan dalam kerja itu asalnya dari segi financial atau materi saja. Biasanya hal ini sering dikaitkan dengan besar kecilnya gaji yang diterima. Padahal itu bukan faktor terbesar penyebab ketidakpuasan dalam kerja,” tutur Erfina tentang tema acara.
Selanjutnya, wanita yang akrab disapa Fina ini memaparkan beberapa hal yang menjadi pemicu atau sumber ketidakbahagiaan dalam kerja. Diantaranya, komunikasi, perhatian, dan penghargaan yang jarang diberikan oleh atasan atau rekan kerja.
“Penghargaan di sini bukan hanya bersifat fisik saja, tapi juga memberikan pujian-pujian kecil. Misal, berikan tepukan di pundak mereka, sebagai apresiasi bangga dan puas atas hasil kerja mereka,” kata Fina.
Pemicu lain adalah konflik internal sesama rekan kerja. Biasanya, kondisi ini semakin membawa ketidaknyamanan karena kurang adanya inisiatif kedua belah pihak (yang terlibat konflik) untuk menyelesaikan masalah.
“Sikap terbuka sangat diperlukan dalam situasi seperti ini. Jangan dimulai dengan siapa yang benar atau siapa yang salah. Tapi mulailah dengan mindset “oh, mungkin saya tidak tahu, tapi dia yang tahu yang saya tidak tahu”. Dengan sikap terbuka diharapkan kita bisa punya sudut pandang berbeda, sekaligus bisa mencairkan dan meng’clear’kan masalah,” jelas wanita yang punya hobi travelling ini.
Lebih jauh, Fina menegaskan bahwa perusahaan harus hati-hati dengan maksud ‘happiness’ di sini. Happiness dalam kerja jangan diartikan dengan sekedar perasaan nyaman dengan culture dan lingkungan kerja yang sehat.
“Konsep happiness at work yang sebenarnya adalah bukan hanya bekerja, namun juga berkinerja. Bagaimana karyawan menemukan rasa memiliki sebuah perusahaan atau bisnis layaknya owner. Seperti, setiap tindak tanduknya memperhatikan efektivitas kerja. Selain itu, mengingatkan diri untuk budaya disiplin menggawangi proses, terus melakukan action (pencatatan-perbandingan-evaluasi dan penyesuaian) serta fokus pada target tujuan prioritas.”
Ada 5 poin happiness at work yang dipaparkan dalam forum ini. Tiga hal paling penting, diantaranya pertama berpikir dalam bertindak dengan tidak memperhatikan kemudahan bagi diri sendiri saja, namun juga bagaimana memudahkan pekerjaan rekan kerja yang lain.
Kedua, jadikan ketidakpuasaan dalam bekerja sebagai sebuah pemantik dan dorongan, untuk bangkit dan menemukan pembuktian serta hasil yang lebih baik.
Ketiga, miliki waktu refreshing sejenak bersama rekan-rekan kerja di luar jam kantor. Interaksi positif dari hubungan di luar jam kantor, bukan hanya me’lunturkan’ kepenatan kerja, tapi juga bisa menemukan ide baru, sekaligus menjadi pembentuk budaya kerja yang sehat.
Di akhir acara, Erfina kembali menegaskan bahwa mencari kecocokan kerja itu hampir sama dengan mencari jodoh dalam hidup.
“Setiap personal atau karyawan menyadari bahwa dalam bekerja, sebenarnya juga mencari jodoh atau dengan kata lain kecocokan. Karenanya tidak ada yang namanya karyawan maupun perusahaan ideal. Semuanya berproses dalam penyesuaian tiada henti.”