Rabu (23/04/14), BARACoaching
Surabaya (ActionCOACH East Java-Bali) mengadakan forum Book Club yang membedah buku
seorang Spencer Johnson berjudul “Who Moved My Cheese?”. Buku yang meraih best seller ini bercerita tentang manajemen
dalam menghadapi perubahan yang terjadi.
“Buku
ini asik dibaca, dan sangat berguna apabila bisa diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari, khususnya dunia bisnis. Di setiap lembaran ada kata-kata yang mengungkap
apa itu perubahan dan bagaimana memanaje
perubahan itu,” ungkap Ruaniwati, selaku pembicara dalam forum ini.
Who Moved My Cheese?
bercerita tentang perubahan yang dialami oleh 4 karakter, 2 ekor tikus dan 2
kurcaci. Si Tikus: Sniff (Endus) dan Scurry (Lacak) serta si Kurcaci: Hem
(Kaku) dan Haw (Aman).
Setiap
hari, Sniff, Scurry, Hem, dan Haw harus mencari cheese di dalam labirin (sederet koridor serta ruangan, yang
beberapa diantaranya memuat cheese,
namun ada juga yang berupa pojok gelap dan menyesatkan). Dalam kehidupan nyata,
cheese ini adalah metafora tentang
apa yang kita inginkan dalam hidup: pekerjaan, suatu hubungan, uang, kesehatan,
rumah besar, atau sesuatu yang kita anggap patut kita dapat dan bisa membuat
kita bahagia.
Diceritakan
dalam buku, keempat karakter ini berhasil menemukan tumpukan cheese besar bernama Cheese ‘Station C’. Tentu saja mereka
sangat senang dan mengunjungi ‘Station
C’ setiap hari untuk menikmati kelezatannya.
Meskipun
telah menemukan cheese dalam jumlah besar, namun Sniff dan Scury tetap bangun
pagi, melepas sepatu, mengikat keduanya dan menggantungkan di lehernya. Sebelum
menikmati cheese, mereka memeriksa tempat itu apabila ada perubahan. Berbeda
dengan kedua tikus, para kurcaci Hem dan Haw merasa arogan dan puas dengan
tempat mereka yang baru. Mereka mulai bangun siang dan berjalan santai menuju ‘Station C’, karena sudah mengetahui
jalannya.
Satu
pagi, mereka berempat dikejutkan dengan hilangnya cheese ‘Station C’ secara tiba-tiba. Kedua tikus tidak heran dengan
hal ini, karena mereka telah memperhatikan bahwa semakin lama persediaan cheese semakin menipis. Segera, mereka
memasang sepatu dan mencari persediaan cheese
yang baru.
Namun
tidak demikian dengan Hem dan Haw. Mereka berpikir seseorang telah mencurinya. Hem
menyesali perubahan itu dan tetap menunggu di tempat yang sama, berpikir
barangkali akan ada sesorang yang mau mengembalikan cheese mereka.
Sebaliknya,
Haw yang meskipun awalnya ragu untuk bergerak mencari cheese yang baru, akhirnya menyadari bahwa tidak mungkin bertahan
terus dengan keadaan mereka. Akhirnya, Haw dengan susah payah bisa menemukan cheese ‘Station N’, bergabung dengan Sniff dan Scurry yang terlebih dahulu
menemukannya.
“Pada
kenyataannya, kehidupan dalam labirin pun sama dengan kehidupan nyata. Sesuatu
terus berubah dan tidak pernah lagi sama. Banyak jebakan yang juga sering
terjadi pada kita. Kadang kita terlalu takut mengambil resiko, atau terbiasa
mengerjakan pekerjaan sama, tapi tidak produktif,” tutur bu Ruani.
Empat
karakter dalam cerita tersebut menggambarkan bagian dari kita yang sederhana
dan kompleks. Kadang kita bertindak seperti Sniff dan Scurry yang bisa segera
mencium dan bertindak dengan adanya perubahan. Dengan menggunakan instingnya,
mereka memilih metode trial and error
untuk menyikapi dan beradaptasi dengan perubahan.
Bisa
jadi kita juga seperti Hem, yang menyangkal dan menolak perubahan karena takut
perubahan itu akan membawa kepada situasi yang buruk. Atau mungkin seperti Haw,
yang belajar beradaptasi setelah melihat perubahan justru bisa membawanya
kepada sesuatu yang lebih baik.
“Hikmah
membaca buku ini adalah memahami bahwa perbedaan sikap, yang kecil-kecil,
ternyata bisa membawa pengaruh yang besar nantinya,” tegas wanita yang sudah 16
tahun berkecimpung di bidang sales, marketing, brand dan advertising ini.
Lalu,
siapakah Anda menurut cerita dalam buku ini?