More Video! Visit : BARACoaching Channel on Youtube

Senin, 22 Februari 2016

FENOMENA GENERATION GAP - By: Coach Suwito Sumargo*

Suatu hari saya mampir ke sebuah toko alat-alat teknik. Sambil menunggu barang yang saya butuhkan, pandangan mata saya tertumbuk pada sesosok pria tua yang energetik. Seperti biasa, setiap kali melihat sosok orang tua yang energetik, saya pun langsung terpesona.
Lalu saya pun menyapa beliau: 'Hallo Om'. Beliau pun membalas sapaan saya: 'Hallo...Om baik-baik saja'. Dari nada suaranya saya tahu, beliau sehat dan bersemangat.
Kamipun terlibat perbincangan singkat. Usianya sudah lebih dari 70 tahun. Di bibir nya selalu terselip rokok dan di mejanya ada asbak pualam besar, hampir penuh dengan putung.
Dengan bersemangat beliau bercerita, bahwa sejak muda beliau selalu 'jaga toko'. Sepanjang tahun tak pernah absen. Sakit? Seingat beliau, tak pernah sakit berat. Paling-paling cuma pusing, batuk, mencret...yang ringan-ringan saja.
Yang mengagumkan, beliau nyaris hafal barang-barang di toko nya. Harga jual, beliau yang menentukannya. Agar mudah mengetahui harga beli, beliau 'menciptakan' semacam sandi. Setiap kali pembelian, beliau memberi sederetan kode angka dan huruf. Yang selanjutnya harus diduplikasi oleh pegawainya.
Anggap saja, beliau mulai jaga toko sejak umur 30 tahun. Maka itu berarti beliau sudah bekerja selama lebih dari 40 tahun. Ehm...sebuah prestasi yang mengagumkan, bukan.
'Om, putranya mana? Kog ndak bantu-bantu di toko?'
Mendengar pertanyaan saya, wajah si Om langsung berubah. Oops...saya langsung menyadari bahwa saya menyampaikan pertanyaan yang kurang pantas. Suara si Om langsung berubah, tidak bersemangat seperti tadi. Singkat kata, si Om curcol ke saya.
Anda pasti tahu, kira-kira apa yang terjadi, bukan? Yaa, putra nya yang dulu sempat membantu beliau, menyatakan 'resign'. Konon, putra nya ini tak sepaham dengan gaya kerja Papanya. Dan putra nya memilih bekerja sebagai eksekutif di Bank.
Setengah mencemooh, si Om bilang : 'Dia lebih suka makan gaji'.
Sambil menghela nafas dalam-dalam, saya pun menunjukkan wajah menyesal. Kejadian seperti ini bukan kali ini terjadi. Ada sangat banyak cerita yang saya dengar, tentang orang tua yang tak punya penerus untuk mengendalikan usahanya. Saya termasuk orang tua yang beruntung, karena punya penerus usaha.
Apa yang menyebabkan fenomena ini?
Anak-anak muda yang enggan meneruskan usaha yang dirintis orang tuanya. Anak-anak muda yang memilih untuk menapaki hidup baru, meskipun harus merangkak dari bawah. Anak-anak muda yang merasa lebih punya masa depan, bila bekerja di luar perusahaan orang tuanya.
Inilah fenomena Generation Gap.
Jaman sudah berubah dan bakal semakin cepat berubah. Jangankan selisih 40 tahun, yang selisihnya 30 tahun saja sudah berbeda pola pikir dan gaya hidupnya. Meski anak-anak kita masih di kisaran 25-30 tahun, mereka sudah cukup percaya diri untuk hidup bebas dari kungkungan keluarga.
Anak-anak muda masa kini, punya keyakinan untuk menapaki kehidupannya sendiri, bahkan sedini mungkin. Padahal, 10-15 tahun sebelum ini, banyak sekali orang muda yang masih takut-takut dengan masa depannya. Orang-orang muda ini sibuk bekerja demi karir. Tapi, anak-anak muda masa kini, rasanya lebih berani mengawali usahanya sendiri. Menjadi entrepreneur.
Di masa sekarang ini, yang jadi kebanggaan bagi sang orang tua, belum tentu menjadi sesuatu yang menarik bagi si orang muda. Kalau tertarik saja tidak, apalagi menghargainya. Tidak mungkin. Tak heranlah bila kebanyakan orang muda memilih pisah dari orang tuanya dan menempuh karirnya sendiri. Gejala ini semakin lama bakal jadi semakin marak. Mencari penerus perusahaan keluarga jadi semakin sulit.
Persoalan lain yang menggejala ialah : meskipun bergelimang duit, kerja di perusahaan orang tua sendiri dianggap kurang keren. Kurang bergengsi. Orang muda beranggapan, bila bekerja di perusahaan milik orang tuanya sendiri, terkesan bahwa seolah dirinya tidak bisa menembus perusahaan bergengsi.
Mendapat kedudukan di perusahaan milik keluarga, bukan merupakan simbol perjuangan dirinya. Padahal, orang muda suka menunjukkan kemampuan dia dalam menembus jenjang tertinggi di perusahaan multi nasional.
Yang tak kalah peliknya adalah, bila perusahaan keluarga tidak punya performance yang menggiurkan. Penghasilannya pas-pasan saja, sementara kerjanya berat. Bahkan anak sendiri tidak mampu memperoleh penghasilan yang layak. Dan pekerjaan yang dirintis sang orang tua menjadi terkesan berat setengah mati. Mana ada orang muda yang mau kerja berat? Mereka (orang muda ini) ingin kerja smart.
Trus, apa solusinya? Seperti kata bijak : lebih baik mencegah daripada memperbaiki. Jadi, lebih baik kita melakukan sesuatu sebagai pencegahan sejak dini. Seperti apa pencegahan dininya?
Yang pertama ialah sebagai orang tua, maka wajib mengenali dan membentuk karakter anak. Karena ini akan butuh waktu lama, maka harus dilakukan sejak masa anak-anak. Misalnya, membentuk karakter gigih dan pantang menyerah. Atau kebiasaan berpikir dan bertindak positif. Atau sikap hemat dan rasional. Dan banyak sikap atau keutamaan yang bisa diajarkan.
Yang kedua ialah memperkenalkan ke anak-anak kita, bahwa bekerja di perusahaan sendiri itu menyenangkan. Kesan menyenangkan harus disematkan sejak awal. Ini yang seringkali terlupa.
Anak-anak hanya mendengar keluh kesah orang tua ketika ditipu pembeli atau kesulitan saat mengatur anak buah. Bila yang terekam adalah kejadian-kejadian negatif, maka siapapun akan enggan mewarisi hal-hal itu. Itu dua hal penting yang harus dikerjakan, agar anak-anak muda ini mau meneruskan usaha keluarga ini dengan legowo.
Masih ada banyak hal yang harus dilakukan oleh orang tua, selain memberikan pendidikan formal. Dan jangan lupa, hanya perusahaan yang sehat dan punya masa depan cerah saja yang layak diwariskan.
Punya lebih banyak lagi cerita tentang betapa sulitnya mempertahankan kelangsungan perusahaan keluarga? Share dan diskusikan di sini atau by email ke: suwito@baracoaching.com.
Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

0 komentar:

Posting Komentar