Bagi pria, mestinya
cukup gampang dalam hal memilih baju, terutama dalam hal ukuran. Paling-paling
hanya milih ukuran S-M-L-XL atau XXL. Kenyataannya tidak demikian.
Misalnya saya
sendiri. Setiap kali saya membeli baju baru, yang pertama saya lakukan adalah
memilih warna dan coraknya. Selain itu, saya juga sering membandingkan bahan
kainnya, apakah enak dipakai dan tidak terasa panas di badan. Ketika bertanya
ke beberapa teman pria, ternyata saya mendapatkan macam-macam jawaban. Beberapa
teman menjawab dengan gampang: serahkan saja ke isteri masing-masing, mereka
pasti lebih tahu apa yang cocok bagi suaminya.
Sebaliknya, satu-dua
teman menjawab dengan lebih detail. Para pria ini mengeluhkan banyak hal,
misalnya: ukuran S-M-L-XL satu perusahaan baju dengan yang lainnya ternyata
tidak sama, tidak ada standarnya. Karena itu, mereka harus mencoba beberapa
kali sebelum menemukan ukuran yang pas. Ini tentu menjengkelkan.
Saya pun teringat
dengan pengalaman beberapa waktu yang lalu, ketika memilih baju di salah satu
Departemen Store ternama. Saya sengaja hanya mendatangi sebuah merk yang sudah
familiar, karena beberapa kali saya membeli baju dengan merk tersebut, ternyata
ukurannya pas banget. Nah, kali ini saya terpaksa kecewa. Setelah memilih
warna, corak dan bahan, saya pun meminta ukuran L ke SPG yang bertugas.
Eeh...ternyata ukuran L terlalu kecil. Dan yang pas adalah XL, dengan
konsekwensi panjang lengan tak sesuai.
Kali ini saya tidak
ingin membahas ukuran baju yang pas buat saya. Tapi, bukankah seharusnya setiap
pabrik pakaian memiliki standar ukuran S-M-L-XL yang sama? Bukankah itu standar
yang berlaku secara internasional?
Anda mungkin tidak
setuju dengan pendapat saya. Karena pengalaman menunjukkan kepada kita, bahwa
ukuran standar pun tidak (pernah) sama antara satu pabrik dengan lainnya.
Seolah-olah setiap pabrik berhak menentukan ukuran standar nya masing-masing.
Benarkah demikian?
Andaikata pendapat
diatas dianggap benar, yaitu setiap pabrik pakaian bisa menetapkan standar
ukuran S-M-L-XL nya sendiri, bagaimana dengan kita sebagai konsumen? Bukankah
itu bakal merepotkan kita?
Sebaliknya, mungkin
ini justru merupakan peluang bagi pabrik atau produsen. Yaitu, apabila si
produsen bisa konsisten mempertahankan standar ukurannya, bukankah mereka
berpeluang mempertahankan konsumen nya, agar loyal kepada produknya?
Jadi, andaikata
ceritanya agak sedikit berbeda, yaitu: setelah memilih warna, corak dan jenis
bahan, lalu saya langsung cocok dengan ukuran L (sesuai dengan ukuran yang
biasa saya pakai sebelumnya), maka sangat mungkin saya akan menjadi pelanggan
loyal merk kesukaan saya.
Proses merekrut
pembeli saja sudah cukup memusingkan. Nah, kini saatnya kita memikirkan: bagaimana
mempertahankan agar sang pembeli menjadi pelanggan dan loyal. Bila tidak
dipikirkan secara matang, mungkin masalah standar ukuran pun bisa membuat
pembeli menjadi tidak loyal.
Banyak produsen yang
belum apa-apa sudah putus asa: toh konsumen tidak akan loyal-loyal banget.
Mereka selalu punya pilihan: warna, corak dan bahan. Memang, masih sedikit
produsen yang memikirkan segala pernik-pernik keinginan pelanggannya.
Kebanyakan produsen hanya membuat produk ala kadarnya, yang penting laku
terjual.
Mereka enggan bersusah
payah hingga bisa mempertahankan pembeli menjadi pelanggan (loyal). Anda
termasuk dalam kategori mana, produsen yang benar-benar serius mikiri keinginan
dan harapan pelanggankah?
** Coach Suwito
Sumargo: The Winner Supportive Coach Award & System Award 2014 (Business
Excellence Forum Award 2014)
0 komentar:
Posting Komentar