business-forum

coaches

More Video! Visit : BARACoaching Channel on Youtube

Senin, 19 Januari 2015

Bincang Bisnis - BANYAK STRATEGI MARKETING HANYA BUANG UANG

Dalam hubungannya dengan marketing, kata ‘low budget’ sering diartikan oleh pebisnis dengan biaya murah semata. Padahal, esensi dari ‘low budget high impact marketing’ adalah bagaimana taktik yang dilakukan agar hasil marketing lebih tinggi dari biaya yang Anda keluarkan.
Hal ini disampaikan oleh Coach Humphrey Rusli, selaku pembicara dalam Bincang Bisnis bertajuk “Low  Budget High Impact Marketing”, Sabtu (10/01/15) kemarin. Acara yang diadakan oleh BARACoaching Surabaya (ActionCOACH East Java-Bali) ini merupakan forum rutin yang diadakan khusus untuk para pemilik bisnis.
Di awal acara, coach Humphrey berdiskusi dengan para peserta mengapa banyak strategi marketing yang hanya berujung pada buang uang. Beberapa jawaban, diantaranya karena segmen pasar yang tidak jelas.
 “Selama ini para pemilik bisnis terlalu sibuk mendapatkan pangsa pasar yang seluas-luasnya, tanpa memperhatikan seberapa kemampuan mereka,” jelas coach Humphrey.
Lalu bagaimana caranya agar strategi marketing yang kita lakukan tidak sia-sia? Bagaimana agar kita bisa menekan biaya yang terbuang dan memperoleh hasil yang maksimal? Setidaknya, ada 5 hal yang mesti kita pahami dalam low budget high impact marketing.
Pertama adalah apapun yang akan kita jual, pahami dulu siapa pembeli kita. Tempatkan diri kita pada posisi mereka. Kenapa mereka mau membeli atau memakai produk dan jasa kita.
Seorang pengusaha kripik buah naga mengeluh, kenapa kripiknya tidak laku. Padahal diantara jajaran kripik yang lain, kripik ini tergolong lain daripada yang lain dan tentu saja menyehatkan.
“Namun, ketika didisplay di samping  buah naga (kebetulan waktu itu dia menitipkan kripiknya di salah satu swalayan besar), kripiknya jadi laku keras. Dari cerita ini, selain paham siapa target market, kita juga harus memperhatikan hal-hal termasuk tempat display,” lanjut senior coach BARACoaching Surabaya ini.
Poin ini didapat dengan membiasakan diri untuk terus disiplin berpikir dan mencari ide untuk tercapainya low budget high impact marketing. Lewat trial and error, lama kelamaan pemilik bisnis akan menemukan taktik atau strategi yang tepat dalam bisnisnya. Bukan hanya menemukan target pasar, namun juga bagaimana cara memasarkan produk atau jasanya dengan tepat.
Kedua, ‘memutar’ corong promosi ke dalam. Jika sebelumnya promosi lebih ditujukan untuk mendapat konsumen baru, maka sekarang terbalik, fokuslah pada pelanggan lama anda.
“Selama ini, pemilik bisnis tidak menyadari, merekrut konsumen baru, 6 sampai 10 kali lipat lebih sulit daripada mempertahankan konsumen lama. Biayanya juga lebih mahal dari maintenance pelanggan lama, atau bahkan yang sudah loyal.”
Jadi, ketika ada promosi atau informasi produk baru, maka usahakan untuk memberitahukan kepada pelanggan yang ada dalam lingkaran bisnis kita terlebih dulu.
Selanjutnya adalah be creative. Hampir sama dengan poin satu, berpikir kreatif bisa tercapai bila kita membiasakan diri untuk disiplin berpikir dan terus mencari cara atau strategi kreatif untuk mencapai tujuannya.
Keempat, networking. Memperkaya pengetahuan dan wawasan dengan bergaul dengan pemilik bisnis yang lain. Networking bisa memungkinkan kita untuk melihat sebuah masalah atau hal dari banyak sudut pandang. Jadi, sering-seringlah bergaul dan berdiskusi dengan pemilik bisnis yang lain, misal dalam sebuah komunitas atau forum bisnis.
Terakhir, memaksimalkan fungsi media promosi. Salah satunya brosur. Fungsi brosur sebenarnya adalah membuat ‘si pembaca’ atau konsumen jadi penasaran tentang apa yang kita informasikan.
“Sering saya lihat fungsi itu jadi hilang karena design tidak eye catching dan lay out atau tata letak yang ‘salah’. Kesalahan utama yang biasa dijumpai seperti penulisan nama usaha gede di atas, testimoni yang terlalu banyak, dan headline yang tidak menarik,” papar pelatih bisnis terbaik Indonesia ini.
Salah satu kunci dalam promosi adalah menciptakan motif agar bisa melakukan pendekatan dengan customer sehingga mereka percaya dengan kita. Contoh yang selama ini telah dilakukan oleh beberapa perusahaan besar, misal dengan melakukan pendekatan edukasi dan problem solving. 

Kamis, 15 Januari 2015

RESOLUSI TAHUN BARU: MIMPI ATAU RENCANA - Coach Humphrey Rusli

Kita baru saja memasuki tahun baru 2015. Seperti layaknya di tahun-tahun sebelumnya, kita mengharapkan yang terbaik di setiap pergantian tahun. Harapan dibumbungkan di tahun yang baru.
Seiring dengan harapan itu dibentuklah sebuah rencana atau yang lebih sering disebut resolusi. Namun benarkah ini rencana yang bisa dilaksanakan atau jangan-jangan hanya sekedar mimpi yang tidak akan pernah terwujud?
Mari kita simak perbedaan-perbedaan mendasar antara mimpi dan rencana.
1. Mimpi jarang diumumkan, sedang rencana wajib diumumkan.
Letak pembeda mendasar pertama ini menyatakan bahwa setiap rencana wajib diceritakan kepada pihak-pihak yang berwenang dan berkepentingan untuk kita mewujudkan rencana tersebut. Sedangkan mimpi jarang melibatkan kepentingan orang lain, dan lebih sering hanya untuk konsumsi pribadi kita. Ini penyebab utama kita tidak memiliki rasa tanggung jawab dalam mencapai rencana tersebut.
2. Mimpi tidak mempunyai ‘harga’ sedangkan setiap rencana pasti ada ‘harga’ yang wajib kita ‘bayar’. Sebuah rencana yang solid wajib menjelaskan ketidaknyamanan atau konsekuensi yang harus kita penuhi/jalani demi hasil yang kita dambakan.
Contoh: bila kita ingin menaikkan omzet 20%, maka kita wajib mentraining team sales kita, kita juga wajib menekankan target kepada mereka dan terutama meluangkan waktu untuk membimbing team ini mencapai target. Ini adalah sedikit dari ‘harga’ yang anda wajib bayar demi sebuah peningkatan omzet 20%.
3. Mimpi tidak memiliki reward and punishment.
Sebuah rencana wajib memiliki reward bila mencapai dan resiko (punishment) bila tidak tercapai. Reward dari mimpi biasanya adalah tercapainya mimpi itu sendiri. Sedangkan reward sebuah rencana tidak sama dengan terlaksananya sebuah rencana  itu sendiri. Demikian juga dengan resiko (punishment) dari rencana tidak sama dengan tidak tercapainya sebuah rencana. Buatlah sebuah reward dan punishment yang objektif dari sebuah rencana.

Nah, apakah resolusi anda masih bernuansa ‘mimpi’ atau sudah sampai level ‘bisa dilaksanakan’?

Salam the NEXT Level.

Senin, 12 Januari 2015

CUSTOMER IDAMAN - By: Coach Suwito Sumargo

Setiap perusahaan pasti punya customer atau pembeli idaman. Mereka adalah pembeli yang tidak pernah rewel dan selalu menjadi penggemar dari produk apapun yang dihasilkannya. Kita tentu pernah mendengar, antrian calon pembeli yang rela berdiri dan menunggu berjam-jam, hanya untuk menjadi pembeli pertama iPhone. Mereka mungkin termasuk pembeli idaman, yang rela bela-belain antri agar bisa jadi pembeli pertama.
Di ActionCOACH kami mengajarkan tentang Customer ABCD. Maksudnya adalah pengelompokan pelanggan menjadi 4: Awesome Basic - Can’t Deal With - Dead (Asyiik Biasa - Capek Deh - Duri Dalam Daging). Anda tentu dengan mudah bisa menduga, bahwa pembeli yang kita idamkan adalah yang termasuk dalam kategori A (Asyiik). Masalahnya, bagaimana menemukan bahwa diantara sekian banyak pembeli kita,ada sebagian yang termasuk dalam kategori A?
Cara paling gampang untuk mengenali pembeli atau pelanggan kita ialah dengan melihat catatan pembelian. Tentunya bila di catatan pembelian yang kita miliki, ada data tentang si pembeli. Itulah sebabnya, setiap perusahaan seharusnya berusaha mencatat pembelian (dan pembelinya). Dengan demikian, kita bisa melihat siapa saja yang rajin membeli berulang-ulang.
Dan, kalau kita bisa mengetahui alasan pembelian mereka, maka mungkin produsen atau penjual bisa menggunakan data-data ini sebagai dasar: Siapa lagi yang termasuk dalam kategori ini, kategori A? Ini bisa menjadi awal strategi mengundang para calon pembeli yang punya selera atau kecenderungan yang sama. Teorinya gampang, bukan? Tapi prakteknya sulit sekali. Begitulah kata orang, selalu.
Suatu hari, seorang client saya menyergah: Coach, itu kan kalau kita sudah jualan dan sudah sukses. Sehingga kita punya catatan, database atau apapun istilahnya deh. Bagaimana kalau kita merupakan perusahaan yang baru berdiri dan baru meluncurkan produk anyar?
Saya berusaha mengingat beberapa produk baru. Lalu saya bertanya: Apakah pernah membaca cerita tentang bagaimana Sony menciptakan Walkman, dan sukses? Atau, pernahkah Anda membaca cerita tentang bagaimana Aqua dan Teh Botol Sosro dipasarkan untuk pertama kalinya?
Pertanyaan diatas juga untuk Anda, pembaca artikel ini. Kirimkan jawaban Anda melalui e.mail ke: suwito@baracoaching.com. Mari berbagi cerita dengan para pembaca lain.


Salam The NEXT Level!

Kamis, 08 Januari 2015

CARA MUDAH MEREKRUT KARYAWAN - By: Coach Suwito

Di tahap awal, saya merekrut karyawan seadanya. Saya titip pesan ke karyawan, bila ada orang di kampung atau desa yang ingin kerja, silahkan diajak saja. Dengan cara ini, saya gampang mendapat karyawan.
Bila saya teliti kembali, mengapa bisa semudah itu, ya? Ternyata, setelah diselidiki lebih mendalam, karyawan sayalah yang memberikan iming-iming, betapa enaknya kerja di tempat saya. Sehingga orang-orang di kampung atau desanya gampang tergiur. Ehm...dalam proses rekrutmen, ternyata ada word of mouth juga :)
Cara rekrutmen yang mengandalkan word of mouth tidak begitu saja terjadi. Karyawan pengajak ini punya peran penting sebagai pembawa pesan (messenger). Seorang messenger yang bisa dipercaya (bonafide) akan mudah menarik perhatian.
Si messenger bisa saja bertingkah kebablasan, misalnya: dia ikut-ikutan melakukan seleksi awal. Padahal, dia tidak paham akan hal itu. Tentu saja, seleksi calon karyawan merupakan urusan bosnya.
Dalam proses rekrutmen, kita tidak bisa hanya mengandalkan peran messenger. Perusahaan kita pun harus menunjukkan performance yang baik, terutama dalam mentreatment karyawan. Karyawan yang betah bekerja untuk waktu yang lama, menunjukkan bahwa bukan saja upahnya memadai, tapi juga menggambarkan suasana kerjanya yang menyenangkan.
Periksalah kembali, apakah perusahaan Anda sudah memiliki hal-hal yang membuat karyawan betah bekerja dan tidak ingin berpindah ke perusahaan lain. Perusahaan yang punya reputasi baik dalam memperlakukan karyawannya, akan lebih mudah dalam merekrut karyawan baru.
Share pengalaman Anda by email: suwito@baracoaching.com

Salam The NEXT Level!

Senin, 05 Januari 2015

MENYALIP DI TIKUNGAN - By: Coach Suwito

Pernahkah Anda mendengar istilah 'menyalip’ di tikungan'? Istilah ini kadang muncul di arena balap, baik balap motor, mobil atau sepeda. Sesekali kita juga mendengarnya di lintasan atletik, lomba lari. Istilah ini muncul ketika seorang pembalap berhasil mendahului pembalap di depannya, justru ketika si pembalap di depannya sedang mengurangi kecepatan menjelang tikungan. Ini sebuah trik yang mendebarkan. Apa kuncinya agar pembalap bisa melakukan trik ini?
Ada beberapa hal yang biasa dilakukan oleh pembalap yang ingin menyalip di tikungan.
Pertama, biasanya ia menguntit dalam jarak dekat dan menunggu hingga pembalap didepannya grogi dan membuat kekeliruan saat memasuki tikungan. Ini celah yang sengaja ditunggu-tunggu. Dan pembalap berikutnya bisa menyalip ditikungan.
Kedua, pembalap yang di belakang segera menggeber gas agar bisa mendahului setelah lepas dari tikungan.
Dalam bisnis, kita juga bisa melakukan hal yang serupa. Menjadi kompetitor di urutan kedua akan membuka peluang untuk mendahului lawan. Syaratnya, kita harus terus-menerus menguntit strategi lawan dan begitu lawan melakukan blunder, maka kita segera bisa mendahului.
Kalender tahun 2015 sudah dibuka, apakah Anda sudah siap untuk mengalahkan lawan, justru ketika lawan sedang lengah/ liburan?

Share pengalaman Anda by email: suwito@baracoaching.com

Salam The NEXT Level!

Senin, 29 Desember 2014

PENGGEMAR FANATIK - By: Coach Suwito

Suatu hari saya mendapat undangan untuk hadir di sebuah pagelaran jazz. Saya bukan penggemar musik jazz, tapi kalau saya tidak datang maka saya mungkin mengecewakan si pemberi undangan. Akhirnya, untuk pertama kalinya, saya pun memutuskan untuk menghadiri sebuah pagelaran musik jazz.
Menurut katalog, ada 3 venue berbeda dengan beberapa grup band yang silih berganti menunjukkan kebolehannya. Karena saya tidak tahu grup mana yang bagus, maka saya mendatangi satu persatu venue. Ternyata setiap venue dipadati orang, muda dan tua, berpasangan atau berkelompok.
Ketika salah satu venue jeda, maka penonton pun berduyun-duyun pindah ke venue lain yang sedang menampilkan grup band berbeda sejak setengah jam yang lalu.
Di kerumunan penonton itu, saya bisa membedakan, mana yang ngefans dan mana yang bukan. Yang benar-benar ngefans berdiri atau bergerombol di dekat panggung. Mereka ikut menyanyi bersama penyanyi. Kepala dan tubuhnya bergoyang seirama dengan lagu. Sementara, yang bukan fans berdiri di bagian belakang, asyik ngobrol sambil mengunyah camilan.
Perilaku konsumen bisa diamati dengan mudah. Penggemar berat (fans) bersedia meluangkan waktu, bela-belain, agar bisa mendapatkan produk kegemarannya. Mereka rela antri, berdesak-desakan, demi bertemu dengan idolanya. Mereka ikut bernyanyi, mereka sengaja larut secara emosi.
Grup band yang punya banyak penggemar berat tentu bangga. Didunia usaha juga berlaku fenomena yang sama. Bayangkan, bila Anda punya penggemar atau fans yang fanatik. Betapa bangganya Anda. Pingin punya penggemar fanatik? Cobalah meniru apa yang dilakukan grup band terkenal.

Share pengalaman dan pendapat Anda by email: suwito@baracoaching.com
Salam The NEXT Level!

Senin, 22 Desember 2014

Bincang Bisnis MPdSP - MANA LEBIH PENTING, MENYERANG ATAU MEMPERTAHANKAN?

Survey membuktikan 80% bisnis tidak bisa bertahan sebelum tahun ke-5. Problem yang sering dikeluhkan adalah tidak menemukan strategi tepat dalam bersaing, sehingga banyak pelanggan yang hilang dan berpindah ke ‘lain hati’.
Hal itu yang jadi pokok bahasan bincang bisnis “Mempertahankan Pelanggan dari Serbuan Pesaing”, Sabtu (13/12/14) lalu. Acara yang diadakan oleh BARACoaching Surabaya (ActionCOACH East Java-Bali) ini merupakan acara diskusi yang khusus ditujukan untuk pemilik bisnis.
Coach Humphrey Rusli, selaku Chief Operating Officer (COO) BARACoaching, mengawali acara dengan diskusi pendek dengan para peserta terkait mengapa materi ini dianggap menarik, dan bagaimana mereka (pemilik bisnis) selama ini menjaga konsumen mereka?
Lebih jauh, pelatih bisnis ini juga memaparkan tentang alasan apa saja yang membuat pengusaha gagal mempertahankan pelanggan mereka.
Yang pertama, tidak sadar jika pelanggan mulai tidak loyal. Pelanggan loyal biasanya ditandai dengan repeat order. Selain memastikan pelanggan melakukan repeat order atau tidak, tentu saja sebagai pemilik bisnis, kita juga harus berupaya bagaimana agar mereka ‘balik’ lagi sama kita.
 “Alasan kedua pengusaha sering gagal mem’protect’ pelanggan mereka adalah tidak informatif terhadap konsumen. Konsumen tidak paham produk atau jasa apa saja yang kita miliki. Biasanya kegagalan ini banyak ditemui pada pengusaha retail yang menjual banyak produk, mulai dari baju sampai aksesoris yang bervariasi,” papar Coach Humphrey.
Ketiga, tidak fokus. Jika diumpamakan pemilik bisnis adalah magnet, maka konsumen adalah biji besinya. Semakin jauh biji besi, semakin sulit anda menariknya. Jadi fokuslah terlebih dulu ke pelanggan yang dekat dengan kita. Ada baiknya petakan pelanggan menjadi ring 0, ring 1, dan ring 2.
“Ring 0 adalah orang-orang yang harus anda bidik terlebih dulu. Seperti saudara, teman, atau kerabat dekat yang secara emosional dekat dengan kita. Sedangkan ring 1, secara geografis letaknya berdekatan, misal tetangga sekitar rumah atau tempat usaha kita. Baru kemudian ring 2 dimana terdiri dari calon pelanggan yang benar-benar ingin atau butuh produk atau jasa kita,” lanjut pelatih bisnis Internasional ini.
Nah, sebelum fokus membidik calon pelanggan ring 1 dan 2, lihatlah kembali, sudahkah ada ‘merangkul’ orang-orang di ring 0?
Problem keempat dalam menjaga pelanggan adalah tidak kreatif. Pemilik bisnis dituntut untuk terus kreatif dan inovatif agar pelanggan tidak bosan. Selain itu, agar dia bisa terus berkembang, menghadirkan sesuatu yang baru dan lain daripada yang lain.
Dari keempat poin di atas, benang merah yang bisa disimpulkan, bahwa great offense strategy is the best defense.
“Selama ini, pebisnis hanya sibuk memikirkan cara menyerang atau mengimbangi serangan kompetitor saja, untuk menjaga pelanggan mereka. Tanpa mereka sadari, cara terbaik bukan hanya dengan terus-menerus melakukan itu, namun juga membentuk pertahanan diri. Bisa dimulai dengan memperbaiki sistem intern bisnis kita, terus belajar dan mengembangkan diri agar jadi kreatif dan peka terhadap keinginan dan atau kebutuhan pelanggan kita,” tegas Coach Humphrey di akhir forum.
 Selain materi dan studi kasus, para peserta juga diajak berdiskusi aktif dan bertanya seputar problem bisnis mereka. Salah seorang pemilik bisnis yang hadir, Caswan, mengaku puas mengikuti bincang bisnis ini.
“Forum ini banyak memberikan contoh dan aplikasi daripada hanya teori semata, sehingga mudah dipahami. 80% harapan dan problem bisnis saya terkait tema, terjawab sudah,” ujar pemilik rentcar yang sudah berjalan lebih dari 5 tahun ini.