More Video! Visit : BARACoaching Channel on Youtube

Jumat, 21 November 2014

PEOPLE OR SYSTEM - ( Intisari Forum Discussion Group (FDG) II – 14 Nov ’14 )

Mana yang lebih dulu, ayam atau telur?
Bagi pebisnis, menjawab hal ini seperti menjawab pertanyaan: mana yang lebih penting, membentuk sistem dulu baru merekrut SDM? atau sebaliknya?
Dalam sebuah riset yang diadakan oleh tim Research and Development kami, sebanyak 79% pebisnis memilih sistem lebih dulu. Dengan adanya sistem, semua akan teratur atau terencana, sehingga orang-orang yang ada akan bekerja sesuai dengan sistem yang sudah dibuat. Sedangkan sisanya, sebanyak 21% lebih memilih merekrut SDM dulu, dengan alasan jika orang-orangnya tidak ‘mumpuni’, maka sistem yang lahir nantinya juga akan buruk atau tidak berkualitas.
Sebenarnya apa itu sistem? Apa pentingnya sistem dalam bisnis kita? Dari forum diskusi yang kami adakan beberapa waktu lalu (Jum’at, 14 Nov ’14), sebagian besar pemilik usaha berpendapat, intinya sistem merupakan sesuatu yang terencana, di dalamnya terdapat orang-orang yang keseluruhannya mengacu pada visi-misi perusahaan.
Sistem bisa saja lahir pada saat kita pertama kali membangun usaha atau pada saat usaha mulai besar dimana proses pekerjaan kita sudah dapat didelegasikan ke bawahan. Sederhananya, sistem itu berangkat dari aturan main. Sebuah aturan main bisa kemudian disebut sistem jika ‘dia’ terbukti bagus, dalam artian bisa menghasilkan profit yang berkelanjutan.
Lebih jauh bicara tentang sistem, kita juga harus memiliki sistem default sebagai acuan. Jika sistem baru yang kita buat tidak sesuai dengan lapangan kita bisa kembali ke sistem default. Sistem default adalah sistem yang berlaku di lapangan, tidak didesain sebelumnya dan berjalan apa adanya.
Ada kasus menarik yang diberikan coach Humphrey Rusli (moderator FDG II) dalam forum ini. Contohnya fakta yang dialami oleh salah satu pengusaha kuliner, waktu usahanya berdiri di daerah kumuh, rumah makannya ramai dikunjungi pelanggan. Namun, ketika pindah ke tempat yang lebih besar dan bersih, pengunjung malah banyak yang ‘lari’ dan menurun drastis. Beberapa perusahaan seperti ini, sistemnya amburadul tetapi sukses, dan setelah sistemnya dirapikan justru mengalami kerugian. Kok aneh, ya? Menurut anda, kira-kira apakah ada yang salah dengan perubahan sistemnya dan bagaimana solusinya?


JANGAN JADI AKTOR UTAMA SAJA
Selama ini, sebagian besar pengusaha atau pemilik bisnis hanya menempatkan dirinya sebagai aktor utama. Apa yang saya rasakan, apa saja yang harus saya lakukan, menurut saya gimana. Mereka terlalu berkutat untuk perbaikan diri sendiri, tanpa menyadari bahwa melihat dari sisi konsumen (market) adalah hal yang tak kalah pentingnya.
Market itu tidak mengenal teori, diperlukan analisa dan penggalian informasi yang akurat jika kita ingin membuat sistem, terutama dalam menggali jenis dan kemauan konsumen kita. Selama ini konsumen membeli produk kita karena apa?
Secara garis besar, ada 3 faktor yang menyebabkan konsumen memakai produk atau jasa kita:
1.     Fungsionalitas. Poin ini seperti pelayanannya cepat, murah, komplit, dan tempatnya dekat/ mudah ditemukan dimana-mana.
2.     Emosional. Kesan apa yang ingin didapatkan ketika memakai sebuah produk atau jasa. Seperti kesan mewah, gengsi, pintar, dan masih banyak lagi.
3.     Familiaritas. Seperti kebiasaan yang sering dilakukan dan konsumen merasa nyaman dengan kebiasaan itu.
Pada kasus pengusaha kuliner (rumah makan) di atas, pelanggan ‘setia’ mungkin lebih memilih datang ke depot kumuhnya, karena sudah terbiasa dan nyaman disitu (faktor familiaritas). Bisa juga karena tempatnya yang mudah dijangkau (faktor fungsionalitas). Sebab itu, tidak mengherankan jika kemudian rumah makannya menjadi sepi ketika dia pindah tempat.
Alangkah baiknya, jika pengusaha itu ingin melebarkan ‘sayap’ bisnisnya, bisa dengan membuka cabang baru, tempat baru, jenis atau segmen konsumen baru, dan dengan pendekatan yang baru juga. Entah itu melalui pendekatan fungsionalitas, emosionalnya, maupun familiaritas. Itu jika kita bicara tentang konsumen bisnis sendiri, bagaimana dengan konsumen dari kompetitor? dalam dunia usaha, tentunya bukan hal baru jika setiap pengusaha saling berebut konsumen atau pasar.
Ada beberapa cara merebut konsumen yang sudah loyal dengan produk tertentu, diantaranya:
1.     Mengeluarkan produk yang berbeda/ unik. Bersifat lain daripada kompetitornya.
2.     Mengeluarkan produk yang sejenis dan menyamakan familiaritasnya dengan kompetitor. Misal mie merk XYZ, yang mengeluarkan jenis produk sama dengan kompetitornya seperti mie kuah rasa soto koya dan masih banyak lagi.
Sebenarnya sulit untuk merebut konsumen yang membeli suatu produk/ jasa karena familiaritasnya, untuk itu alangkah baiknya jika kita menciptakan konsumen dengan segmen sendiri. 

Kembali ke pertanyaan utama: mana yang lebih penting, membentuk sistem dulu baru merekrut SDM? atau sebaliknya? dari FDG II ini disimpulkan, sebaiknya sistem ditentukan atau dirancang terlebih dahulu oleh pemilik perusahaan, karena pemilik perusahaan paling berperan besar dan yang lebih banyak menanggung resiko jika sistem yang dijalankan ‘amburadul’.

0 komentar:

Posting Komentar