business-forum

coaches

More Video! Visit : BARACoaching Channel on Youtube

Kamis, 24 Maret 2016

5 TANDA BISNIS ANDA AKAN PUNAH - By: Coach Humphrey Rusli *

Cerita dan hiruk pikuk demo para taxi melawan Uber, GrabCar dan GoJek di Jakarta sangat santer hari-hari ini. Banyak review dilakukan apakah pemerintah yang salah atau regulasinya yang sudah uzur. Namun sebenarnya hal ini boleh dikatakan tidaklah baru. Cerita bisnis baru menggeser bisnis lama, dan kemudian muncul protes (dari pihak yang tergeser) sangatlah lazim dan sudah sejak awal ‘hukum’nya demikian.
Masih ingatkah, ketika beberapa tahun lalu pemerintah melarang perusahaan plat merah mengadakan meeting dan gathering di hotel berbintang dengan alasan penghematan budget? Apa yang terjadi? Asosiasi perhotelan serta-merta protes dan merasa sangat dirugikan, karena omzet mereka langsung terjun bebas akibat kebijakan tersebut.
Sebenarnya jika kita menilik hal-hal di atas dengan pikiran jernih, siapa yang salah? Siapa yang paling bertanggung jawab atas keberlangsungan bisnis kita? Mengapa kita menyalahkan pihak lain jika memang kita yang gagal mengantisipasi perubahan itu sendiri?
Lalu jika kita ingin mengantisipasi, apanya yang diantisipasi?
Berikut ada 5 tanda yang sangat kuat mengindikasikan bahwa bisnis anda di ujung tanduk, dan jika tidak segera diambil sikap, anda akan tergeser baik oleh kompetitor, kebijakan baru, atau apapun juga.
1.       Hilang atau Pudarnya Nilai Jual
Artinya, bisnis anda yang dulu terkenal karena sesuatu, sudah tidak lagi mengundang konsumen. Contoh jika ada hotel yang terkenal karena muffin-nya atau cake-nya, akhir-akhir ini pembeli muffin dan cake-nya tidak ada atau menurun drastis.
Jika toko anda terkenal kecepatannya dalam melayani, akhir-akhir ini dikomplain atau tidak mampu melayani secepat sebelumnya. Coba silahkan renungkan, apa yang menjadi kekuatan anda awalnya yang sudah tidak lagi menarik konsumen, atau konsumen sudah tidak lagi merasa butuh kekuatan anda itu?
2.       Tidak Adanya Kompetitor yang Setara
Memang siapa yang tidak ingin bisnis monopoli? Tentu semua juga mau, tidak ada kompetitor, setting harga bisa seenaknya sendiri, konsumen mau tidak mau, suka tidak suka harus beli ke anda. Enak bukan?
Namun, justru di sinilah letak resikonya. Bisnis monopolistik tidaklah alamiah, dan apa yang tidak alamiah, tidaklah langgeng.
Atau mungkin, bisnis anda tidak monopolistik, dan ada pesaing-pesaing yang dulunya cukup kuat bermain di pasar yang sama, namun akhir-akhir ini mereka hilang satu per-satu.
Tunggu dulu, jangan cepat-cepat mengasumsikan anda telah menang telak. Karena ada kemungkinan lainnya. Yaitu bidang bisnis anda sudah ditinggalkan oleh kompetitor karena satu dan lain sebab. Prinsipnya: selalu baik untuk memiliki kompetitor yang setara, karena paling tidak kita masih bisa yakin pasarnya masih menggiurkan.
3.       Tergantung Pihak Lain Secara Terus Menerus
Ini yang terjadi di bisnis-bisnis yang mengandalkan kebijakan pemerintah, momen-momen tertentu, hari-hari tertentu, konsumen-konsumen tertentu. Bisnis yang semacam ini tidak akan berlangsung lama dan istilah saya ini adalah bisnis musiman semata.
Yang menjadi rumit adalah jika bisnis musiman ini kebetulan "musim"nya panjang sekali, sehingga perlahan-lahan terlena dan berasumsi, memang bisnis saya ini harusnya seperti ini terus ramainya, terlepas dari musim apapun juga.
Coba direnungkan, kapan waktu yang paling puncak di bisnis anda? Mengapa waktu-waktu tersebut sangat ramai konsumen? Apa yang terjadi bila moment itu 'tidak ada lagi'? Berapa omzet yang tersisa?
4.       Jarang Belajar dan Tidak Ada Waktu Untuk Riset
Ini cukup banyak terjadi di bisnis. Terlalu sibuk mencari uang sehingga tidak ada waktu untuk belajar. Terlalu sibuk mikirkan bagaimana bayar hutang, sehingga tidak ada biaya yang dialokasikan untuk riset, pengembangan produk dan SDM.
Harap diingat, tidak ada yang lebih berkepentingan untuk mengembangkan bisnis anda, selain anda sendiri. Jangan mengandalkan konsumen untuk memberikan masukan dan ide-ide tentang model produk dan jasa apa yang mereka sukai ke depannya. Konsumen sendiri pun tidak tahu dia bakal suka apa di kemudian hari, maka walaupun anda melakukan survey berkali-kali untuk menanyakan kesukaan konsumen, suatu saat konsumen itupun akan meninggalkan anda, karena ada provider baru yang lebih "menyenangkan" dia, lebih dari perusahaan anda mampu berikan.
Silahkan direnungkan, kapan terakhir kali anda secara serius mengembangkan diri dan tim anda?
5.       Kritikus Diberangus
Yang terakhir, dan yang paling krusial adalah, tidak adanya orang yang mampu, atau rela mengkritik anda untuk kebaikan anda dan bisnis anda.
Jika anda meeting dengan anak buah anda, dan tidak satupun mau menyanggah pendapat anda, hati-hatillah, ini termasuk kategori yang ke-5 ini.
Jika anda tidak ada lawan bicara dan diskusi bisnis yang sehat dan terbuka. Ini juga masuk kategori ini. Jika anda punya tim yang lebih rela dianggap pasif daripada aktif dan beresiko dimarahin anda, ini juga hati-hati.
Jika anda punya tim yang berani bicara dan memberikan masukan, namun anda tidak mampu mem-follow up dengan baik, sehingga lama-lama tim anda "malas" memberi masukan lagi. Ini juga termasuk kategori ini.
Singkat kata, siapakah yang bertugas di perusahaan anda untuk terus menerus men-challenge anda? dan apakah anda secara sadar memfasilitasi mereka untuk berpikir kreatif secara berkelanjutan?
Silahkan direnungkan.

Salam the NEXT Level!

* Coach Humphrey Rusli:
-     Pelatih bisnis dengan pengalaman International Marketing selama lebih dari 15 tahun.
-     Pemenang International Coach of The Year 2012 (Australia), 2013 (Beijing) dan 2014 (Jakarta).

- Telah membantu kliennya meraih peningkatan profit dari 20% hingga 2000% melalui sesi-sesi coachingnya.

Kamis, 17 Maret 2016

BANDARA - By: Coach Ruaniwati*

Bagi Anda yang harus melakukan perjalanan dengan pesawat, baik itu untuk urusan bisnis maupun berlibur pasti tidak asing dengan tempat ini. Orang berpapasan dan lalu-lalang di sini, dan semuanya pasti berkaitan dengan aktifitas menunggu. 
Bagi saya, aktifitas menunggu adalah waktu untuk mengamati perilaku orang lain, kalau sedang bosan membaca buku atau di "wajib"kan menulis artikel seperti ini (sedikit curcol) .
Jika "traveling" sendirian, mereka ini biasanya asik di gadget, kadang tersenyum-senyum sendiri (jaman dulu jika orang senyum-senyum sendiri dianggap gila, jaman sekarang dianggap wajar dengan gadget di tangan), atau jika "traveling" bersama teman/ keluarga, mereka berbincang-bincang (walaupun banyak juga yang tetap asik dengan gadget-nya).
Kalau sedang kumat isengnya dan "traveling" sendirian, saya biasanya menantang diri sendiri untuk berbincang-bincang dengan orang yang tidak saya kenal (yang sangat jarang terjadi). Kadang jika beruntung saya menemukan lawan bicara yang menarik, ya lumayan lah.
Yang pasti terjadi adalah rasa "bosan menunggu". Kebosanan ini bisa berubah menjadi kemarahan jika ada delay karena alasan apapun dan tidak adanya kejelasan informasi. Saya pernah menyaksikan sekelompok orang begitu marah karena tidak ada informasi pasti kapan terbang, sampai- sampai petugas penerbangan harus memanggil "security" bandara. 
Luapan ini bisa dimengerti walaupun tidak perlu, karena tidak mengubah keadaan, pesawat akan tetap delay. Namun sayangnya tidak semua orang bisa menahan diri jika stres, capek dan kadang perlu menunggu lama tanpa kepastian.
Reaksi lain dari kejadian yang sama untuk sebagian orang adalah kembali ke tempat duduk dan melanjutkan menunggu, ada yang mengomel, ada yang tanpa komentar, pasrah :).
Apa lagi yang menarik dari perilaku orang di bandara? Oya, ada yang mengisi waktu dengan belanja (walaupun kita tahu barang yang dijual di bandara harganya jauh lebih tinggi dari harga normal). 
Sejauh yang saya tahu di bandara-bandara di Indonesia, biasanya ruang tunggu cukup nyaman, kecuali jika delay berkelanjutan, sehingga terjadi penumpukan penumpang.
Well, Anda mungkin bertanya-tanya apa poin cerita saya ini dan apa hubungannya dengan bisnis?
Silahkan Anda kaitkan sendiri kalau ada dari cerita saya yang bisa Anda ambil hikmahnya (atau malah tidak ada ya. Hehehehe...)
Anyway, tulisan ini saya buat untuk mengatasi kebosanan saya menunggu di bandara hehehehe. 
Khusus buat Anda yang sedang menunggu, Selamat menunggu, enjoy!
Salam The NEXT Level!

* Coach Ruaniwati:
-      Pelatih bisnis yang telah makan banyak asam-garam di dunia Marketing, Branding dan Advertising selama lebih dari 15 tahun.

-          Aktif membantu para womanpreneur dan start-up entrepreneur melalui siaran radio di She 99.6 FM, Mercury 96.0 FM dan aktifitas belajar-mengajar di berbagai kampus terkemuka Surabaya. 

Kamis, 10 Maret 2016

OVER EXPOSED - By: Coach Ruaniwati*

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Media Dynamics, Inc. tentang paparan iklan di media, diketahui bahwa rata-rata konsumsi media orang dewasa tumbuh dari 5,2 jam sehari pada tahun 1945 menjadi 9,8 jam (atau 590menit) pada tahun 2014. 
Wow, bayangkan angka ini sejenak! Itu artinya lebih dari sepertiga waktu kita dalam 24 jam atau lebih dari setengah waktu kita dalam kondisi terjaga.
Saat ini kita mempunyai kendali lebih besar terhadap media yang dipilih (TV, radio, internet, koran & majalah).  Kesimpulan studi ini yaitu ada 360 paparan iklan sehari dan hanya 150-155 iklan yang mendapat perhatian, dan lebih sedikit lagi jumlahnya yang di-ingat, apalagi yang menghasilkan penjualan.
Penelitian ini sebenarnya membandingkan paparan iklan antara tahun 1945, 1985 dan 2014, namun ada hasil lain yang menunjukkan peningkatan luar biasa dari aspek lamanya seseorang terpapar oleh suatu iklan. Yang menarik, walaupun waktu paparan lebih lama, namun jumlah pesan yang di-ingat relatif sama dari tahun ke tahun. 
Jadi, walaupun seseorang menghabiskan lebih banyak waktu terpapar iklan, bukanlah merupakan indikator bahwa suatu pesan/iklan bisa menghasilkan atau membawa dampak.
Lebih jauh dari penelitian itu disebutkan, 30 tahun yang lalu seseorang melihat kurang lebih 2.000 pesan per hari dibandingkan 5.000 pesan hari ini. Pesan bisa melihat bungkus suatu produk, papan nama, merek produk tertentu, dan pesan lainnya, bukan hanya iklan.
Berikut beberapa angka yang disajikan:
Rata-rata jumlah semua pesan, iklan dan paparan brand per orang per hari : 5.000 pesan.
Rata-rata jumlah paparan “iklan saja” per hari : 362 iklan.
Rata-rata jumlah iklan yang diperhatikan per hari : 153 pesan.
Rata-rata jumlah iklan yang memperoleh awareness per hari : 86 pesan
Rata-rata jumlah iklan yang memberikan kesan (engagement) dan diingat per hari: 12 pesan
Intinya yang paling penting adalah menaikkan engagement sehingga customer bisa mengenali dan tidak teralihkan oleh ribuan pesan lainnya
Apa manfaat penelitian ini bagi kita pebisnis? Tentu kita perlu semakin jeli menempatkan pesan-pesan (tidak selalu berupa iklan) yang tepat kepada orang-orang tertentu yang sesuai dengan target kita, sehingga menimbulkan perhatian, awareness, diingat dan menghasilkan kesan dan ikatan tertentu (engagement). Baru setelah itu, pesan kita dapat dikonversikan menjadi penjualan.
Terlalu banyak paparan tidak selalu bisa menghasilkan penjualan, tetapi paparan yang cukup untuk orang yang tepat dapat menghasilkan bukan hanya penjualan jangka pendek tetapi juga jangka panjang. Pesan apa yang Anda ingin expose hari ini?
Salam The NEXT Level!

* Coach Ruaniwati:
-     Pelatih bisnis yang telah makan banyak asam-garam di dunia Marketing, Branding dan Advertising selama lebih dari 15 tahun.

-          Aktif membantu para womanpreneur dan start-up entrepreneur melalui siaran radio di She 99.6 FM, Mercury 96.0 FM dan aktifitas belajar-mengajar di berbagai kampus terkemuka Surabaya. 

Senin, 07 Maret 2016

INGIN DIPERHATIKAN - By: Coach Suwito Sumargo*

Di tengah hiruk pikuk ruang tunggu, terdengar pengumuman tentang penerbangan saya yang bakal molor 45 menit. Dalam hati, saya bergumam : 'Kayaknya bakal lebih lama deh molornya'.
Saya cuek saja, karena selain ini bukan kejadian yang pertama kalinya, tapi juga karena saya tahu bila cuaca sedang hujan biasanya penerbangan bakal molor. Lagipula, sepengetahuan saya, protes tidak akan merubah situasi jadi lebih baik.
Saya pun melangkah keluar dari ruang tunggu, mencari tempat yang lebih tenang, nyaman sambil menyantap camilan. Atau mencari tempat refleksi untuk menghilangkan penat.
Sambil nyantai, saya mengamati beberapa penumpang yang mengungkapkan perasaannya  penuh kemarahan, karena acara mereka bakal terganggu. Ada penumpang yang cemas karena bakal ditinggal oleh penjemputnya. Ada lagi yang minta ganti penerbangan lain.
Saya juga mengamati mimik cuek para pegawai penerbangan yang menghadapi amukan penumpang. Surprise... ternyata penerbangan tidak tertunda selama itu. Para penumpang pun langsung menunjukkan wajah lega dan sumringah.
Dalam cuaca gerimis, kami pun antri keluar. Dan surprise lagi... kami masing-masing harus ambil payung dan berjalan sejauh 50 meter menuju ke pesawat. Beberapa penumpang enggan mengambil payung karena tangan mereka sudah penuh dengan berbagai tentengan. Saya hanya bisa menggelengkan kepala : servis yang luar biasa (buruknya).
Saya pun teringat akan sebuah hasil penelitian yang mengungkapkan : 18 Customer's Wish List. Salah satunya adalah : To Be Taken Seriously. Yaa... Customer itu pingin diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Nggak seperti yang baru saja saya alami.
Saya pun berpikir, andai ada maskapai penerbangan yang bisa memberi perhatian lebih baik, apakah saya akan pindah? Yes, tentu saja saya akan pindah. Saya lebih suka dipayungi atau dibantu membawakan tentengan.
Bagi saya, rasa nyaman karena diperhatikan dan diurusi dengan baik, lebih berharga ketimbang harga murah tapi dicuekin. Saya yakin Anda juga setuju, bukan? Anda ingin tahu, apa isi 18 Customer's Wish List? Kirim e.mail ke suwito@baracoaching.com. Kami berikan secara cuma-cuma. 

Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Kamis, 03 Maret 2016

SCOTOMA - By: Coach Ruaniwati*

Scotoma adalah suatu kondisi dimana ada "blind spot" di penglihatan Anda. Posisinya bisa di tengah, atau di area ujung-ujung penglihatan. “Blind spot" pada scotoma bukanlah titik gelap namun adalah titik bergetar yang membuat pandangan kita menjadi buram di titik tertentu.
Jika Anda mengalami scotoma di area tengah penglihatan, kondisi ini tidak dapat diperbaiki dengan operasi ataupun memakai kacamata. Karenanya disarankan untuk melihat menggunakan alat bantu.
Beberapa rekomendasi yang disarankan untuk mengkompensasi penurunan penglihatan misalnya membaca dengan audio book, menggunakan filter untuk layar komputer, membaca sesuatu dengan kaca pembesar, dan lain-lain.
Contoh lain yang menggambarkan ketidakjelasan ini misalnya, jika kita sedang berkendara di gang sempit yang hanya muat untuk satu mobil di tikungan, tentu kita tidak dapat melihat mobil lain dari ujung satunya. Apakah yang kita lakukan pada posisi seperti itu untuk memastikan mobil di depan tahu? Salah satu cara adalah dengan membunyikan klakson!
Apakah artinya "scotoma" di perusahaan jika ada relevansinya? Kondisi ini adalah pandangan yang buram terhadap area-area tertentu di perusahaan yang tidak terlihat jelas. Contohnya jika kita tidak tahu atau samar-samar melihat efektifitas kinerja anak buah tanpa alat bantu ukur yang jelas. Jika samar-samar atau buram (biasanya karena feeling owner), tentu menyebabkan kita tidak dapat mengambil tindakan memperbaiki. Keputusan dan tindakan, baru dapat diambil sampai kita mampu melihat dengan jelas.
Jika scotoma terjadi, kita perlu melatih indera kita yang lain (dalam hal ini pendengaran misalnya) untuk bisa memberi gambaran yang lebih jelas terhadap apa yg tidak bisa kita lihat. Jadi apa yang terlihat buram/ tidak jelas di usaha Anda? Alat bantu apa yang perlu Anda pakai dan latih?
Beberapa hal yang bisa kita lakukan:
1. Terimalah masukan dari orang lain bukan sebagai kritik tetapi sarana untuk mengevaluasi dan memperjelas dari "indera" yang lain.
2. Perhatikanlah setiap keluhan baik dari customer atau anak buah untuk meng-identifikasi area yang buram.
3. Latihlah diri Anda untuk memperjelas penglihatan dengan alat bantu lain.
Selamat berlatih! Salam The NEXT Level!

* Coach Ruaniwati:
-          Pelatih bisnis yang telah makan banyak asam-garam di dunia Marketing, Branding dan Advertising selama lebih dari 15 tahun.

-          Aktif membantu para womanpreneur dan start-up entrepreneur melalui siaran radio di She 99.6 FM, Mercury 96.0 FM dan aktifitas belajar-mengajar di berbagai kampus terkemuka Surabaya. 

Senin, 22 Februari 2016

FENOMENA GENERATION GAP - By: Coach Suwito Sumargo*

Suatu hari saya mampir ke sebuah toko alat-alat teknik. Sambil menunggu barang yang saya butuhkan, pandangan mata saya tertumbuk pada sesosok pria tua yang energetik. Seperti biasa, setiap kali melihat sosok orang tua yang energetik, saya pun langsung terpesona.
Lalu saya pun menyapa beliau: 'Hallo Om'. Beliau pun membalas sapaan saya: 'Hallo...Om baik-baik saja'. Dari nada suaranya saya tahu, beliau sehat dan bersemangat.
Kamipun terlibat perbincangan singkat. Usianya sudah lebih dari 70 tahun. Di bibir nya selalu terselip rokok dan di mejanya ada asbak pualam besar, hampir penuh dengan putung.
Dengan bersemangat beliau bercerita, bahwa sejak muda beliau selalu 'jaga toko'. Sepanjang tahun tak pernah absen. Sakit? Seingat beliau, tak pernah sakit berat. Paling-paling cuma pusing, batuk, mencret...yang ringan-ringan saja.
Yang mengagumkan, beliau nyaris hafal barang-barang di toko nya. Harga jual, beliau yang menentukannya. Agar mudah mengetahui harga beli, beliau 'menciptakan' semacam sandi. Setiap kali pembelian, beliau memberi sederetan kode angka dan huruf. Yang selanjutnya harus diduplikasi oleh pegawainya.
Anggap saja, beliau mulai jaga toko sejak umur 30 tahun. Maka itu berarti beliau sudah bekerja selama lebih dari 40 tahun. Ehm...sebuah prestasi yang mengagumkan, bukan.
'Om, putranya mana? Kog ndak bantu-bantu di toko?'
Mendengar pertanyaan saya, wajah si Om langsung berubah. Oops...saya langsung menyadari bahwa saya menyampaikan pertanyaan yang kurang pantas. Suara si Om langsung berubah, tidak bersemangat seperti tadi. Singkat kata, si Om curcol ke saya.
Anda pasti tahu, kira-kira apa yang terjadi, bukan? Yaa, putra nya yang dulu sempat membantu beliau, menyatakan 'resign'. Konon, putra nya ini tak sepaham dengan gaya kerja Papanya. Dan putra nya memilih bekerja sebagai eksekutif di Bank.
Setengah mencemooh, si Om bilang : 'Dia lebih suka makan gaji'.
Sambil menghela nafas dalam-dalam, saya pun menunjukkan wajah menyesal. Kejadian seperti ini bukan kali ini terjadi. Ada sangat banyak cerita yang saya dengar, tentang orang tua yang tak punya penerus untuk mengendalikan usahanya. Saya termasuk orang tua yang beruntung, karena punya penerus usaha.
Apa yang menyebabkan fenomena ini?
Anak-anak muda yang enggan meneruskan usaha yang dirintis orang tuanya. Anak-anak muda yang memilih untuk menapaki hidup baru, meskipun harus merangkak dari bawah. Anak-anak muda yang merasa lebih punya masa depan, bila bekerja di luar perusahaan orang tuanya.
Inilah fenomena Generation Gap.
Jaman sudah berubah dan bakal semakin cepat berubah. Jangankan selisih 40 tahun, yang selisihnya 30 tahun saja sudah berbeda pola pikir dan gaya hidupnya. Meski anak-anak kita masih di kisaran 25-30 tahun, mereka sudah cukup percaya diri untuk hidup bebas dari kungkungan keluarga.
Anak-anak muda masa kini, punya keyakinan untuk menapaki kehidupannya sendiri, bahkan sedini mungkin. Padahal, 10-15 tahun sebelum ini, banyak sekali orang muda yang masih takut-takut dengan masa depannya. Orang-orang muda ini sibuk bekerja demi karir. Tapi, anak-anak muda masa kini, rasanya lebih berani mengawali usahanya sendiri. Menjadi entrepreneur.
Di masa sekarang ini, yang jadi kebanggaan bagi sang orang tua, belum tentu menjadi sesuatu yang menarik bagi si orang muda. Kalau tertarik saja tidak, apalagi menghargainya. Tidak mungkin. Tak heranlah bila kebanyakan orang muda memilih pisah dari orang tuanya dan menempuh karirnya sendiri. Gejala ini semakin lama bakal jadi semakin marak. Mencari penerus perusahaan keluarga jadi semakin sulit.
Persoalan lain yang menggejala ialah : meskipun bergelimang duit, kerja di perusahaan orang tua sendiri dianggap kurang keren. Kurang bergengsi. Orang muda beranggapan, bila bekerja di perusahaan milik orang tuanya sendiri, terkesan bahwa seolah dirinya tidak bisa menembus perusahaan bergengsi.
Mendapat kedudukan di perusahaan milik keluarga, bukan merupakan simbol perjuangan dirinya. Padahal, orang muda suka menunjukkan kemampuan dia dalam menembus jenjang tertinggi di perusahaan multi nasional.
Yang tak kalah peliknya adalah, bila perusahaan keluarga tidak punya performance yang menggiurkan. Penghasilannya pas-pasan saja, sementara kerjanya berat. Bahkan anak sendiri tidak mampu memperoleh penghasilan yang layak. Dan pekerjaan yang dirintis sang orang tua menjadi terkesan berat setengah mati. Mana ada orang muda yang mau kerja berat? Mereka (orang muda ini) ingin kerja smart.
Trus, apa solusinya? Seperti kata bijak : lebih baik mencegah daripada memperbaiki. Jadi, lebih baik kita melakukan sesuatu sebagai pencegahan sejak dini. Seperti apa pencegahan dininya?
Yang pertama ialah sebagai orang tua, maka wajib mengenali dan membentuk karakter anak. Karena ini akan butuh waktu lama, maka harus dilakukan sejak masa anak-anak. Misalnya, membentuk karakter gigih dan pantang menyerah. Atau kebiasaan berpikir dan bertindak positif. Atau sikap hemat dan rasional. Dan banyak sikap atau keutamaan yang bisa diajarkan.
Yang kedua ialah memperkenalkan ke anak-anak kita, bahwa bekerja di perusahaan sendiri itu menyenangkan. Kesan menyenangkan harus disematkan sejak awal. Ini yang seringkali terlupa.
Anak-anak hanya mendengar keluh kesah orang tua ketika ditipu pembeli atau kesulitan saat mengatur anak buah. Bila yang terekam adalah kejadian-kejadian negatif, maka siapapun akan enggan mewarisi hal-hal itu. Itu dua hal penting yang harus dikerjakan, agar anak-anak muda ini mau meneruskan usaha keluarga ini dengan legowo.
Masih ada banyak hal yang harus dilakukan oleh orang tua, selain memberikan pendidikan formal. Dan jangan lupa, hanya perusahaan yang sehat dan punya masa depan cerah saja yang layak diwariskan.
Punya lebih banyak lagi cerita tentang betapa sulitnya mempertahankan kelangsungan perusahaan keluarga? Share dan diskusikan di sini atau by email ke: suwito@baracoaching.com.
Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Kamis, 18 Februari 2016

TIM BEDA GEN - By: Coach Ruaniwati*

"Memang beliau berpengalaman, tapi nggak fleksibel," demikian komentar seorang anak muda tentang seorang koleganya.
Atau pernah dengar komentar seperti ini:
"Saya nggak habis pikir anak muda jaman sekarang, kerja nggak pakai kantor, jam sekenanya dan kerja di rumah. Siapa yang mau bayar orang kerja begitu?" Ini komentar seorang berusia 50 tahun tentang keponakannya.
Inilah yang sedang terjadi di seputar dunia kerja kita, dan akan semakin kelihatan perbedaan yang tajam dalam tahun- tahun yang akan datang.
Apa sebabnya? Tentu saja karena setiap orang dalam tim kita berbeda. Coba kita soroti lebih dalam. Dalam perkembangan bisnis akhir-akhir kita, setidaknya ada 3 generasi yang bersama-sama bekerja.
Generasi "baby boomer" (48-65 tahun), gen "X" (35-47 tahun), gen "Y" (17-34 tahun) dan yang paling bontot, gen "Z" (yang kira-kira lahir di atas tahun 2000- belum bekerja).
Saya pribadi mendapati bahwa cara setiap generasi bekerja berbeda. Dan karena disebabkan oleh perkembangan teknologi yang luar biasa cepat, maka perbedaan ini jadi semakin tajam.
Baby boomer misalnya, berpendapat bahwa yang disebut bekerja itu ada waktunya, misalnya jam 8 sampai 5 dan di tempat tertentu (kantor, pabrik dan lain-lain).
Sedang gen Y berpendapat, karena kecanggihan teknologi, mereka bisa berkantor di mana saja, atau sambil ngopi di cafe. Baju casual, yang penting gadget harus dibawa dan harus on. Mereka bisa bekerja di segala waktu. Anywhere, anytime, casual outfit.
Sebaiknya boomer: one place, working hour, professional outfit atau seragam kantor.
Jadi dengan perbedaan tersebut, bagaimana jika mereka ada dalam 1 tim? Bagaimana kita sebagai pebisnis memimpin atau me-manage mereka untuk dapat mengerjakan proyek bersama? Apakah kelebihan masing-masing generasi bisa didayagunakan untuk kepentingan usaha? Mari kita telaah plus dan minus-nya secara singkat:
Baby boomer: Berpengalaman, matang dalam pengambilan keputusan, biasanya lebih bijak memahami tantangan di depan. Rata-rata anak mereka sudah besar atau dewasa sehingga mereka lebih fokus bekerja. 
Gen X. Pendidikan formal baik, cukup punya pengalaman bekerja, melek teknologi (mereka ada di masa transisi dari teknologi analog ke digital), kandidat terbaik memegang kepemimpinan.
Gen Y. Melek teknologi, biasanya tidak hanya mendapat pendidikan formal, tapi mampu self-learning dari berbagai sumber di seluruh dunia menggunakan Internet. Sosialiasi menurut mereka tidak harus selalu dengan tatap muka. Bekerja kadang-kadang tidak dengan aturan tertentu.
Tantangan perbedaan generasi inilah yang dihadapi pebisnis sekarang. Ada 3 kiat yang menolong para pemimpin tim (biasanya gen X) untuk memadukan dan me-manage tim-nya sehingga mempunyai kekuatan yang luar biasa.
1. Fokus
Temukan tujuan bersama yang ingin dicapai oleh semua orang dalam tim. Fokus pada kekuatan dan talenta anggota tim yang saling memberi dampak baik pada tim.
2. Komunikasi
Buatlah sistem komunikasi yang mudah untuk semua orang sehingga informasi yang sama untuk setiap orang, just in time, all the time.
3. Customize
Pastikan Anda menjaga semangat tim untuk melakukan pekerjaan mereka lebih baik, lebih cepat, dan lebih hemat dengan memberikan insentif yang berhubungan dengan prestasi mereka. Pemberian insentif yang aturannya seragam tidak lagi cocok untuk tim berbeda generasi.


Siap meng-optimal-kan tim Anda? Salam The NEXT Level!