Anda mungkin bertanya, apa hubungan antara bisnis dengan senyum. Saya akan
bercerita sedikit di sini.
Suatu petang saya
mampir di sebuah kedai, yang hanya menyediakan satu menu saja: Nasi Pecel. Tentu
saja ada pernik-pernik pelengkapnya,
seperti: Empal, Dadar Jagung, Sate Jerohan, dan lain-lain.
Saya mengantri di
trotoar, bersama 4 - 5 orang lainnya. Dan ada belasan orang lagi yang sedang
asyik menikmati nasi pecel (beralaskan pincuk daun). Kurang dari 10 menit, giliran
saya pun tiba: “Makan disini? Begitu
sapa si Mbok. Saya pun mengangguk. Setelah 5 atau 6 tanya-jawab, tak sampai 2
menit, saya sudah siap menyantap nasi pecel plus srundeng dan sepotong
empal.
Sambil makan, saya
pun mulai menghitung-hitung, kira-kira berapa porsi yang
bisa terjual dalam semalam. Dengan bantuan informasi dari tukang parkir, muncul
angka yang fantastis, setidaknya 200 porsi. Itu capaian normal selama 3 jam per
hari. Si Mbok berjualan 7 hari dalam seminggu, bergantian dengan putri dan
menantunya.
Keesokan harinya,
saya makan malam di resto siap saji lokal. Harga makanannya 4x lebih mahal. Dan
saya harus menunggu 10 menit sebelum hidangan tersaji didepan saya. Tanpa
senyuman ramah pula. Aah...bedanya
bak bumi dengan langit.
Selama belasan
tahun, si Mbok tidak pernah pindah, tidak buka cabang, tidak mengubah tampilan atau penyajian, tidak mengubah menu utama (nasi pecel). Konon, senyum ramahnya pun tak pernah berubah.
Bila Anda punya
bisnis semacam ini, apakah Anda akan ekspansi, buka cabang dimana-mana? Apakah Anda akan menerapkan standarisasi layanan,
memperbaiki tampilan dan meningkatkan kebersihan? Silahkan share pendapat Anda.
Salam The NEXT Level!
0 komentar:
Posting Komentar