business-forum

coaches

More Video! Visit : BARACoaching Channel on Youtube

Senin, 22 Januari 2018

SKILL DAN ATTITUDE - By: Coach Suwito Sumargo*

Tangan laki-laki itu menancapkan ujung selang angin dengan terampil. Mimik mukanya menunjukkan bahwa ia sedang mengerjakan pengisian angin ke dalam ban dengan serius. Matanya memandang ke meteran dan ketika jarum mencapai angka tertentu, ia dengan sigap melepas ujung selang angin.
Selanjutnya ia menggelindingkan roda itu, dan memasukannya ke dalam bak air. Perlahan-lahan roda diputar sambil mencermati kalau-kalau ada gelembung udara yang keluar. Itu dikerjakan sekitar 5 menit. Dan wajahnya tampak lega ketika tak ditemukan gelembung udara yang merupakan pertanda kebocoran.
Laki-laki itu adalah salah satu teknisi terlatih. Sesungguhnya, tidaklah sulit melatih seseorang untuk memeriksa kebocoran. Itu pekerjaan yang tidak butuh kecerdasan. Di pekerjaan ini yang dibutuhkan adalah kecermatan, ketekunan dan kesungguhan. Ini attitude.
Attitude yang dimaksud di sini merupakan penunjang skill, seperti kecermatan, kegigihan, dan tidak ceroboh. Lebih ke reason (why)-nya, sense behind the action.  Misal, kenapa harus bekerja cermat. Jadi nggak asal kerja, namun menjaga kualitas kerja agar betul-betul sempurna dan hubungan baik dengan konsumen tetap terjaga.
Sebenarnya, tanpa attitude pun, bila pekerja itu dilatih bekerja dengan SOP dan sesuai urutan yang benar, pekerjaan pun akan bisa selesai dengan baik.
Hanya, perlu digaris bawahi, attitude dibutuhkan untuk menyempurnakan hasil kerja, sehingga relasi dengan pelanggan tetap terjaga. Bayangkan, bila ia ceroboh dan ternyata ban itu tetap bocor! Tentunya hal ini akan mengecewakan konsumen. Jadi, attitude tidak kalah pentingnya dengan skill.
Lalu bagaimana cara mengedukasi para karyawan kita, agar mereka tidak bekerja hanya mengandalkan skill, tapi juga punya kepekaan dan bekerja dengan attitude?
Salah satu cara paling mudah adalah dengan memberikan kesempatan, bisa dengan story telling atau saling sharing pengalaman kerja masing-masing. Berikan contoh pengalaman yang berhubungan dengan skill dan attitude. Sesi story telling dan sharing bisa diadakan secara berkala atau rutin. Misal setiap seminggu sekali atau bahkan bisa setiap hari di sela-sela evaluasi kerja.
Kedua, dengan mengadakan outbond. Aksi outbond bukan hanya melatih teamwork atau kerjasama, namun juga meningkatkan kepekaaan attitude, dengan menyelesaikan tugas yang diberikan saat outbond.  
Kesimpulannya, beberapa hal yang ingin dicapai melalui story telling, sharing dan outbond, diantaranya:
1.       Kepekaan terhadap kebutuhan masing-masing team member.
2.       Semangat untuk bekerjasama dalam mencapai target tim.
3.       Kerelaan untuk berbagi, mengalah dan berkorban demi mewujudkan tujuan bersama.
4.       Peduli pada kebutuhan konsumen atau pelanggan.
Nah, bagaimana dengan Anda? Apakah Anda punya cara lain untuk memberikan pelatihan skill dan attitude pada karyawan? Share pengalaman Anda dan dapatkan kesempatan bertemu dengan para pelatih bisnis Internasional. Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:                                           
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Senin, 08 Januari 2018

WHAT’S IN IT FOR ME - By: Coach Suwito Sumargo*

Ini percakapan antara CS sebuah Bank dengan Pemilik Toko.
CS : Untuk ganti nama, bapak harus membuka rekening baru di cabang terdekat dengan toko.
Pe : Jadi untuk 3 toko dengan pemilik yang berbeda, harus buka 3 rekening baru? Apa nggak ada cara lain yang lebih simpel?
CS : Maaf pak, hanya itu caranya.
Pe : Lha, what's in it for me? (apa manfaatnya buat saya?). Kalau merepotkan, lebih baik saya batal saja, deh. 

Itu hanya cuplikan singkat. Percakapan sesungguhnya berlangsung cukup lama. Dan hasil akhirnya tidak memuaskan kedua belah pihak.
Sebagai pengusaha, kita sering kali terikat dengan SisDur atau SOP yang tidak fleksibel dan bahkan menyulitkan konsumen. Tentu saja, demi keseragaman, urutan kerja dan kontrol, staf kita biasanya dituntut untuk bersikap tegas dan mengedepankan disiplin.
Tapi, satu hal yang sering kita lupakan, yaitu: manfaat buat konsumen.
“Konsumen itu Raja”. Pepatah ini masih berlaku sampai sekarang, lho.
Konsumen butuh proses yang simpel, transparan, fair dan masuk akal. Mereka merasa, itu haknya sebagai konsumen. Dan bila konsumen tidak mendapatkannya, mereka akan protes. Atau, saat mereka kecewa, maka mereka tidak akan membeli lagi. Bahkan, tak jarang, konsumen mengumbar pengalaman yang tidak enak itu melalui SosMed.
What's in it for me, harus dipikirkan sejak awal. Bukan saja saat di tengah atau di akhir proses, tapi sejak sebelum launching, kita harus memikirkannya. Konsumen butuh tahu di awal: apa manfaatnya buat saya?
Sudahkah Anda memikirkannya?

Coach Suwito Sumargo:                                           
Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah sertalebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Senin, 11 Desember 2017

DINOSAURUS - By: Coach Suwito Sumargo*

Gimana caranya menangani Dinosaurus?
Dinosaurus?
Iya, dinosaurus itu julukan buat karyawan lama yang mentok.”
Mentok?
Iya Coach, mentok itu ndak bisa diajari hal-hal baru. Mereka ini kan karyawan peninggalan.
Peninggalan?
Wah...Coach heran ya dengan istilah-istilah kami. Mereka ini karyawan-karyawan yang direkrut oleh manajemen lama, dengan kebijakan lama.
Oo...saya pun menganggukkan kepala tanda mengerti.
Anda mungkin pernah mengalami hal yang serupa. Terutama ketika arah bisnis utama kita berubah, maka mungkin sekali terjadi hal seperti di atas.
Contoh, sebuah usaha cuci-cetak foto yang pernah jaya di masa lalu, harus banting setir menjadi cetak digital. Peralatan produksinya ganti, sesuai dengan perubahan teknologi. Begitu juga karyawan-karyawan intinya. Kompetensi yang dibutuhkan berbeda. 
Perubahan mendadak tentu akan memakan korban. Karyawan yang termasuk “dinosaurus” dan tidak bisa mengikuti perubahan, terpaksa harus resign.
Apakah hal seperti ini bisa kita hindari? Tentu saja bisa. Sebenarnya fenomena “dinosaurus” tidak akan terjadi jika sebelumnya kita melakukan tindakan pencegahan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan training secara reguler. Pelatihan rutin yang disesuaikan dengan perubahan jaman, bukan hanya akan mendevelop karyawan kita. Lebih jauh, akan menjadikan bisnis kita bertahan dalam segala ‘cuaca’ termasuk perubahan teknologi.
Lalu bagaimana jika sudah terlambat? Bagaimana jika core business sudah terlanjur berubah. Apakah kita masih bisa memanfaatkan karyawan-karyawan lama?
Menurut saya, tidak ada salahnya memberikan kesempatan kedua pada mereka. Misal dengan explore atau menggali bakat dan kemampuan mereka di bidang lain. Atau peluang untuk belajar dan mendalami kembali kemampuan yang sudah dimiliki sebelumnya dan di’upgrade’ menyesuaikan kondisi terkini.
Nah, bagaimana dengan Anda? Apa yang Anda lakukan agar fenomena “dinosaurus” tidak terjadi pada bisnis Anda ke depan? Bagaimana langkah yang dilakukan untuk meminimalisirnya?
Salam The NEXT Level!



* Coach Suwito Sumargo:                                           
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Senin, 13 November 2017

BERBAGI PERAN - By: Coach Suwito Sumargo*

Bila saya bertanya, maukah Anda berbagi peran dengan karyawan Anda?
Kebanyakan jawabannya adalah mau banget. Tapi... masalahnya karyawan saya itu ndak pinter, ndak bisa dipercaya, ndak cermat, ceroboh, seenaknya sendiri, dan lain-lain.
Lalu, sosok seperti apa yang Anda harapkan?
Tentu sosok yang bisa dipercaya, yang pintar, cepat tanggap, cermat dan jujur.
Ini sosok yang istimewa, bukan?
Tidak mudah menemukan sosok (ideal) seperti ini. Maksud saya, sosok seperti ini tidak bisa ditemukan seketika.
Yang sering terjadi, kita tiba-tiba bertemu dengan orang yang pintar atau cepat tanggap. Ya, orang pintar memang lebih gampang ditemukan, apalagi ada banyak tes yang bisa kita pakai untuk 'mengukur' seberapa pintar-nya seseorang.
Ada yang pintar mengolah kata, ada yang pintar mengolah angka dan data. Ada juga yang punya kepintaran dalam hal olah vokal, dan lain-lain.
Menemukan orang cermat lebih sulit lagi. Karena butuh waktu cukup lama untuk membuktikan seberapa cermatnya seseorang.
Dan yang paling sulit ialah menemukan orang yang bisa kita percaya. Lalu, bagaimana kita menyiasatinya?
Saran saya, berikan ke kandidat kita, pekerjaan-pekerjaan produktif, yang hanya mengandalkan ketrampilan saja. Ini level pertama. Kandidat harus mampu membuktikan bahwa dirinya bisa bekerja dengan baik dan cukup menghasilkan (produktif).
Di level berikutnya, kita berikan dia kesempatan untuk meningkatkan produktifitasnya. Artinya, dia harus bisa bekerja lebih cepat dan menghasilkan lebih banyak. Amatilah, seberapa lama si kandidat ini mampu mencapai level yang lebih produktif ini.
Saat dia berusaha meningkatkan produktifitasnya, amatilah sikapnya. Apakah dia bekerja sambil mengeluh atau tetap gigih? Disinilah kita bisa melihat sisi attitude-nya. Sisi yang akan membuat kita bisa mempercayai seseorang.
Memang butuh waktu untuk mengenali sikap gigih, tekun, tidak mudah bosan dan jujur dari seorang kandidat. Tak heran bukan, bila kita tak mudah menemukan orang yang bisa kita percaya. Apalagi dalam waktu singkat.
Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:                                           
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Senin, 30 Oktober 2017

PERILAKU “NYAMPAH” - By: Coach Suwito Sumargo*

“Coach, dimana tempat sampahnya?”
“Di situ, di balik pintu. Tinggalkan saja di meja, biar saya yang bersihkan nanti.”
“Ah jangan, Coach. Saya sudah terbiasa untuk tidak meninggalkan sampah.”
Itu percakapan singkat saya di akhir sesi coaching. Dia seorang staf dari client, yang diminta mengikuti sesi coaching khusus. Ehm, yang seperti ini jarang saya temui diantara sekian banyak orang, termasuk client dan tamu.
Sebaliknya, perilaku “nyampah” (meninggalkan sampah begitu saja) sepertinya sudah jadi hal yang biasa dilakukan dimana-mana.  Di pesawat, kereta api, minibus travel, di taxi atau di bandara dan stasiun.
Saya pun menyampaikan pujian pada staf tersebut, ”Anda hebat, bisa mempertahankan kebiasaan itu.”
Tidak “nyampah” menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan. Dan itu tidak mudah dibentuk dalam waktu singkat, lho. Sebagai pemilik bisnis, kebiasaan-kebiasaan ‘kecil’ positif  seperti ini perlu kita ketahui, perhatikan, bahkan mengapresiasi. Karena semestinya ada di diri karyawan kita.
Tapi sebenarnya bukan itu yang kita cari. Yang kita butuhkan adalah keteguhan untuk bertahan dan tetap melakukan kebiasaan baik. Ini menunjukkan disiplin dan kemampuan mengendalikan sikap.
Apakah kita sudah memperhatikan kebiasaan-kebiasaan ‘kecil’ karyawan kita?  Berapa banyak karyawan kita yang berperilaku baik?
Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:                                           
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.
- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Senin, 16 Oktober 2017

KADERISASI - By: Coach Suwito Sumargo*

Karena pak M (manager) akan pensiun, maka atas permintaan Owner, staf S sebagai yang paling senior di divisi tersebut, dipersiapkan sebagai kader pengganti pak M.
Suatu hari, pak Owner menyampaikan kepada saya :
"Mengkader itu ternyata sulit ya, Coach?
"Oh ya?" tanya saya dengan nada heran.
"Ini buktinya, manager saya tidak bisa mengkader anak buahnya."
Setelah omong-omong, saya akhirnya tahu, apa yang dilakukan si manager. Ternyata si manager hanya mengajarkan tugas-tugasnya saja. Hanya 'mengalihkan' job desc manager ke stafnya.
Si manager tidak meng-identifikasi skill gap yang muncul bila nantinya si staf berperan sebagai manager. Selain itu, si manager juga tidak mengenali dulu, bagaimana leadership si staf. Apakah lemah, ataukah mampu bila harus memimpin teman-teman sejawatnya.
Di akhir sesi coaching, sang Owner akhirnya menyadari, kaderisasi sebenarnya tidak sulit. Memang masuk akal, bila staf yang paling mumpuni dan senior dipersiapkan untuk menjadi pengganti. Tapi, jangan lupa membekali dengan latihan untuk pembentukan leadership. Karena seorang manager tidak hanya me-manage, tapi sekali waktu juga harus berperan sebagai leader.
Leader bukan cuma sekedar membagi-bagi tugas. Leader juga perlu mengenali karakter anak buah. Leader butuh kharisma. Leader harus mampu menginspirasi, menggerakkan atau memotivasi.
Apakah Anda mengenali karyawan-karyawan yang berpotensi jadi leader
Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:                                           
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Senin, 02 Oktober 2017

PROPERTY AND EKSPANSI - By: Coach Suwito Sumargo*

Yang dimaksud property umumnya adalah tanah, ruko, gudang, apartment atau rumah tinggal.
Satu hari ada seorang client bertanya tentang beli property pada saya.
“Coach, apakah (saat ini) saya boleh beli property. Apakah sekarang saat yang tepat untuk beli property?”
Saya hanya mengumbar senyum dan menjanjikan akan membahas topik tersebut di sesi berikutnya.
Ada macam-macam alasan saat kita membeli property. Yang paling popular, sebagai tabungan atau simpanan. Dan alasan lain yang menarik adalah kepemilikan property itu bisa dicicil.
Nah, alasan yang satu ini bisa membuat orang ngotot menyisihkan uang (buat membayar cicilan).
Mengacu pada A-S-P-C (Asset, Sales, Profit, Cash), maka setiap orang yang ingin mencicil property, harus melihat nett cash nya. Bila tiap akhir bulan tersedia nett cash yang setara dengan laba bersih, maka bolehlah dia mencicil sebesar nett cash nya tadi. Itupun dengan catatan, masih ada harta bersih (harta bersih adalah keseluruhan harta, termasuk modal lancar ditambah piutang dan dikurangi hutang).
Maksud saya, perputaran dana atau modal untuk usaha harus diutamakan. Sisanya (nett cash) baru boleh dipakai untuk belanja/ mencicil property.
Bila property itu untuk kepentingan perluasan usaha, maka seluruh beban keuangan yang timbul haruslah diperhitungkan sebagai biaya. Pembelian property untuk pengembangan usaha berarti menambah modal usaha.
Jadi, utamakanlah kebutuhan dana untuk kelancaran usaha kita. Jangan memaksakan diri untuk membeli property, selama bisnis kita belum mantap dan sehat.
Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:                                           
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.