business-forum

coaches

More Video! Visit : BARACoaching Channel on Youtube

Senin, 17 April 2017

SECURITY DAN STROLLER - By: Coach Suwito Sumargo*

Satu hari, waktu menunggu jemputan di lobi hotel, tampak sebuah mobil berhenti. Dengan tergopoh-gopoh driver-nya keluar, membuka pintu belakang dan mengeluarkan stroller. Dari dalam mobil keluar pula seorang wanita muda dan baby sitter-nya. Si driver tampak kesulitan membuka stroller. Security yang sejak tadi mengamati, dengan sigap membantu...dan dalam sekejap stroller pun sudah siap. 
Iseng-iseng saya menyapa si security tadi, “Anda terampil sekali, ya?”
“Oh...membuka stroller? Iya pak, mungkin karena saking seringnya mengamati kejadian seperti tadi.”
Dari omong-omong sejenak itu, saya tahu bahwa si security ternyata memang dilatih untuk mengamati kejadian di sekitar nya dan wajib tanggap mengulurkan tangan atau bantuan. Kebetulan, si security ini tergolong orang yang ‘prigel’ dan gampang paham hal-hal yang bersifat teknis seperti membuka/ melipat stroller. Dia bahkan bisa bercerita bahwa tiap stroller pasti ada tombol atau tuas untuk melipat/ membukanya. 
Di perusahaan kita, mungkin ada satu-dua orang yang ‘prigel’ dan bisa langsung belajar sendiri. Tapi, saya masih sering melihat bahwa sang Boss malah mengerjakan sendiri beberapa pekerjaan yang seharusnya bisa didelegasikan. 
“Ah, kerjaan seperti ini nggak bisa saya delegasikan. Bisa rusak nih peralatan ini. Perbaikannya mahal,” begitu jawab seorang teman, ketika saya bertanya kenapa hal itu dikerjakan sendiri? 
Ada beberapa alasan, kenapa seseorang tidak mendelegasikan:
1. Dia tidak bisa atau tidak tahu bagaimana cara mengajarkannya. 
2. Dia tidak mau mengajarkannya, karena berbagai alasan. 
3. Dia sudah mencoba mengajarkannya, tapi selalu gagal. Mungkin karena cara mengajarkannya yang salah atau keliru dalam memilih orang. 
Mengajarkan (apa saja) ke orang lain butuh metodologi, butuh langkah-langkah/ urutan, butuh kesabaran dan yang terpenting adalah butuh kemauan untuk membuat orang lain untuk bisa dan jadi pintar. 
Apakah Anda pernah mengalaminya? 
Salam The NEXT Level!



* Coach Suwito Sumargo:                                           
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.
- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Senin, 03 April 2017

KISAH PERANG HARGA PENJUAL SOTO - By: Coach Suwito Sumargo*

Kali ini saya bermalam di hotel, minus sarapan. Berarti, saya punya kesempatan untuk keluyuran pagi-pagi, mencari sarapan. 
Pagi itu, saya menyeberang jalan. Di situ ada rombong soto ayam dekat halte bis. Sudah ada 4 - 5 orang yang duluan. Dari pakaian, kelihatan kami beda kelas. Setelah selesai makan, saya bertanya: “Berapa?”
Nasi soto plus es teh manis, 13 ribu,” sahut si penjual sambil senyum. 
Keesokan harinya, saya bangun lebih pagi. Kali ini saya memilih sarapan soto yang lain, 100 meter lebih jauh.
Dari eksteriornya, tampak depot ini lebih berkelas. Ada tempat parkirnya pula. Di dinding ada poster promosi: bla bla bla... 8ribu. Dengan enteng saya mengacungkan jari ke poster itu sambil berkata: “Tambah es teh manis satu.”
Saatnya membayar. “Berapa?”
“10 ribu,” sahut si kasir tanpa ekspresi. Saya pun melongo, lebih murah dari soto yang kemarin! Gila, ternyata soto pun ada perang harga. 
Penjual soto pertama, tak punya pegawai. Semua dikerjakan sendiri. Depot soto kedua punya 3 orang pegawai. Urusan rasa, tidak beda jauh. 
Depot soto kedua memang ramai dikunjungi, sejak jam 7 pagi hingga jam 9 malam. Rombong soto pertama hanya berjualan hingga jam 9 pagi, lalu pindah entah kemana. 
Diam-diam saya menggerutu, sampai kapan si rombong soto pertama bisa bersaing dengan depot soto kedua?
Anda mungkin mengalami situasi serupa. Positioning pesaing mungkin lebih baik ketimbang Anda. Pesaing Anda menang lokasi (dekat Halte Bis). Sementara Anda menang eksterior dan lebih berkelas. Masing-masing punya pelanggan dari segmen yang berbeda. 
Pertanyaannya : “Bila Anda pemilik depot soto kedua, apakah Anda juga akan melakukan promosi harga (8ribu)?”
Ingin tahu pendapat saya? 
Jawab dulu pertanyaan diatas, lengkapi dengan alasan Anda dan kirim ke suwito@baracoaching.com.
Salam The NEXT Level!



* Coach Suwito Sumargo:                                           
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Senin, 20 Maret 2017

HAAH! 400 PELAMAR? - By: Coach Suwito Sumargo*

“Haah! 400 pelamar?” sergah teman saya sambil terbeliak. Dia betul-betul kaget, ketika staf-nya bilang ada 400 orang yang memasukkan lamarannya.
“Gimana nih nanganinya?” sambungnya.
“Tenang, aku bantu deh”.
Dia pun langsung nggak panik lagi. 
Selama seminggu berikutnya, saya (dibantu seorang admin) men-download semua lamaran. Lalu memilah-milahnya berdasarkan background pendidikan, gender, usia & pengalaman kerja. Berikutnya, seleksi mulai dilakukan. Yang punya pengalaman kerja, kayaknya bisa langsung diundang interview. Tapi jumlahnya puluhan, gimana nih? 
Maka seleksi awalpun dilakukan. Caranya, menelpon satu per satu. Dari percakapan singkat, rata-rata 7-10 menit, langsung bisa dikenali karakter si kandidat. Dan hanya kandidat terpilih yang perlu kita panggil untuk interview tatap muka lanjutan. 
Artikel kali ini bukan untuk membahas langkah-langkah rekrutmen. Kejadian di atas sebetulnya diawali oleh kejadian: karyawan yang mendadak resign. Bahkan bukan hanya 1 orang. Dan teman saya pun langsung panik dan tergopoh-gopoh melakukan rekrutmen. 
Untunglah, sekarang sudah banyak portal yang mengakomodasi rekrutmen. Proses pemasangan iklan lowongan hampir sudah tidak jadi masalah. Dan kalau mau mencari kandidat yang fresh graduate, gampang banget. Karena pelamar fresh graduate sudah ‘melek’ internet dan lebih suka melamar via internet. 
Setiap perusahaan pasti mengalami pergantian karyawan. Jadi, kalau ada karyawan yang sudah tidak mau lagi bekerja di perusahaan kita, ya nggak usah dipikiri, apalagi dimasukkan hati. Nah, bila pergantian karyawan ini sudah bisa dihadapi dengan tenang dan kepala dingin, maka proses rekrutmen bisa dijalani tanpa gejolak emosi. 
Selanjutnya, kita toh sudah tahu job desc yang nantinya harus dikerjakan oleh si karyawan baru. Dari situ kita harusnya tahu ciri-ciri, profile dan karakter yang tepat untuk posisi itu. 
Ada baiknya, meski sedang tidak ada pergantian karyawan, kita tetap melakukan rekrutmen. Setidaknya, kita selalu melatih ketajaman dalam membaca karakter melalui interview
Pertanyaan yang muncul, apakah kalau ada kandidat yang baik, harus langsung direkrut? Bila memungkinkan, ya sebaiknya direkrut. Konon, mencari calon bintang itu tidak mudah. 
Bagaimana pengalaman Anda dalam rekrutmen? Apakah saat ini Anda sedang dalam proses rekrutmen? Silahkan kirim e-mail, bila Anda butuh bantuan. 
Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:                                           
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Senin, 06 Maret 2017

PROMOSI - By: Coach Suwito Sumargo*

Pengusaha 1 : “Gimana kabarnya bisnismu?”
Pengusaha 2 : “Yaa biasa aja kok.”
P 1 : “Wah bisnisku sepi, omzet merosot. Bagi dong kiatmu kok bisa mempertahankan bisnis biasa-biasa dalam kondisi seperti sekarang.”
P 2 : “Yaa promosi-lah. Emangnya kamu nggak promosi?”
P 1 : “Aku dah nyoba, promosi menurunkan harga semua produk. Tapi efeknya hanya sesaat. Setelah masa promosi selesai, omzet pun turun lagi.”
Begitulah cuplikan obrolan dua orang pengusaha dalam sebuah reuni. Kebetulan mereka berdua adalah alumni sebuah SMA. Dan mereka sudah lama sekali ndak saling bertemu.
Pengusaha kedua menceritakan, bahwa dia melakukan promosi secara terus menerus. Tapi, bukan sekedar promosi yang membabi buta.
Dalam bisnis, kita selalu bisa mengelompokkan pelanggan berdasarkan perilakunya. Misalnya di sebuah resto, setelah dicermati saat jam makan siang, ternyata menu yang paling laris adalah masakan Indonesia.
Nah, pengusaha kedua tadi memberikan selembar kupon, tapi hanya kepada pengunjung yang tergolong pengunjung setia saja. Kenapa demikian? Karena kupon tersebut merupakan ungkapan terima kasih atas kesetiaan si pengunjung.
Kupon yang bisa ditukar dengan snack itu dapat dipakai kapan saja. Maka, setiap sore selepas jam kantor, pengunjung setia ini kembali mengunjungi resto, bersantai menikmati snack sambil menunggu kepadatan lalu lintas mereda. Tentu saja resto tidak akan merugi, karena pengunjung tetap membeli minuman.
Langkah promosi ini ternyata didahului dengan riset tentang perilaku pengunjungnya. Dari riset itu diketahui perilaku pengunjungnya, termasuk menu favorit dan nilai pengeluaran rata-ratanya. Sasaranpun dapat ditentukan secara tajam, siapa saja yang dianggap pengunjung setia dan mana yang bukan (pengunjung setia).
Hadiah diberikan kepada pengunjung setia dan bukan untuk pengunjung yang baru pertama kali atau jarang datang.
Ternyata, promosi tidak hanya sekedar menurunkan harga atau memberikan diskon atau bahkan menggratiskan menu tertentu. Benar? 
Promosi diatas memang sangat tepat untuk mempertahankan kesetiaan pelanggan. Sedangkan untuk memancing agar pengunjung yang belum setia jadi makin setia, atau mengundang pelanggan baru, tentu butuh promosi yang berbeda. Bagaimana kiat promosi Anda?
Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:                                           
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Senin, 20 Februari 2017

PERLUKAH DOKUMENTASI SOP? - By: Coach Suwito Sumargo*

Dalam sebuah diskusi dengan beberapa pebisnis, saya menemui sebuah fakta, yaitu bahwa ternyata sebagian dari mereka sudah punya SOP. Bahkan SOP-nya itu sudah terdokumentasi dengan baik.
Satu-dua pebisnis memang tampak mengerti betul tentang apa itu SOP, apa manfaatnya dan bagaimana menjaga agar SOP tersebut tetap up-to-date (sesuai dengan kebutuhan).
Tapi ada juga yang hanya punya dokumen SOP dan tak tahu bagaimana meng-implementasi-kannya secara benar dan konsisten. Entah bagaimana prosesnya, kok mereka (tahu-tahu) sudah punya SOP.
Tapi, semua orang yang hadir saat itu sepakat bahwa SOP memang dibutuhkan setiap perusahaan. Dengan adanya SOP, maka kekhawatiran akan konsistensi proses dan standar kwalitas lebih bisa teratasi.
Berikut ini cerita dari sebuah perusahaan yang sedang menyusun SOP. Kebetulan yang sedang coba disusun SOP-nya adalah urutan pekerjaan seorang koki. Koki ini sudah punya sebuah kebiasaan atau urutan tindakannya sudah terbentuk. Tentunya secara alami, setelah puluhan tahun bekerja sebagai koki.
Masalahnya, sang koki tidak lagi bisa menceritakan secara runtut dan detil, apa saja yang dia lakukan untuk menghasilkan sebuah masakan yang enak. Semua yang dilakukan sudah otomatis, dilakukan tanpa sadar.
Saya menyarankan pengamatan dari jarak dekat. Tentunya tersedia kamera video yang selalu merekam. Setiap gerak-gerik harus direkam.
Selain itu, harus diusahakan menimbang semua bahan dan bumbu yang (biasanya) hanya dijumput dengan jari atau sendok. Kita perlu tahu, berapa gram yang dibutuhkan untuk menciptakan rasa yang enak.
Ini menjadi dokumentasi SOP tahap awal. Dari sini, kita bisa menguraikan menjadi langkah-langkah yang lebih rinci. Tujuannya adalah agar mudah diduplikasi.
Bila SOP ini akhirnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja, dan memberikan hasil yang seragam/sama, maka tujuan pembuatan SOP sudah berhasil.
Tapi, muncul lagi kesulitan baru. Yaitu sang koki ternyata tidak mengijinkan orang lain menggantikan dia. Bahkan diberi pembantu pun nggak mau. Nah, ini bukan masalah SOP.
Kembali ke topik awal, ternyata menyusun SOP memang tidak mudah dan prosesnya tidak seketika. Tapi, sekali kita punya SOP, maka mutu pun bisa lebih terjaga.
Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:                                           
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Senin, 06 Februari 2017

CEK TOKO SEBELAH - By: Coach Suwito Sumargo*

Beberapa waktu lalu saya menyempatkan diri menonton film “Cek Toko Sebelah”. Ini gara-gara seorang client bilang film tersebut bagus. Lho...kok saya percaya begitu saja ya?
Film ber-genre komedi itu bikin perut mulas, karena adegan dan dialognya yang sangat kocak. Meskipun begitu, beberapa adegan lebih serius terselip diantara gelak tawa. Bagi saya, film ini menampilkan nilai-nilai kehidupan dalam keluarga dan bisnis.
Erwin, si bungsu, punya kemampuan mengelola bisnis. Dan itu dibuktikan saat Erwin mengelola toko ayahnya selama 1 bulan. Meski begitu, dia tak mau menduduki posisi owner selamanya. Dia memilih bekerja sebagai eksekutif untuk wilayah Asia-Pasifik. Bekerja dan mengejar karir di perusahaan lain.
Yohan, si sulung yang lebih perasa (melankolis), justru tidak dipercaya oleh Koh A Fuk (ayah). Karena dianggap tidak punya kemampuan seperti adiknya. Padahal Yohan sangat ingin meraih posisi sebagai pengelola toko, menggantikan ayahnya.
Dalam bisnis, kita sering menghadapi dilema: kemampuan atau kemauan? Saat me-rekrut karyawan pun kita menghadapi dilema ini. Sebagai senior di perusahaan sendiri pun, saya juga mengalami dilema serupa.
Kemampuan, bisa dipelajari di bangku kuliah. Atau juga bisa diajarkan saat kandidat dalam masa percobaan. Kemampuan bisa dikenali sejak awal, saat interview. Tanyakan langsung prestasi kerjanya atau baca di Curriculum Vitae (CV) nya.
Kemauan kerja seseorang lebih susah dikenali. Saya pun kadang-kadang terkecoh dengan omongan dan latar belakang kandidat. Tapi, kemauan yang kuat saja tidaklah cukup. Harus dibarengi dengan kegigihan untuk mencapai target dalam waktu singkat. Kemauan yang kuat (plus kegigihan) inilah yang harus kita buktikan saat masa percobaan. Oleh karena itu, di masa percobaan seorang kandidat harus diberi target yang tinggi, untuk membuktikan kemauan, kegigihan dan sekaligus kemampuannya.
Meski ber-genre komedi, saya menangkap pesan positif dari film Cek Toko Sebelah. Misalnya tentang bagaimana komunikasi yang terbuka bisa menyelesaikan masalah (keluarga). Atau tentang kerendahan hati seorang A Fuk yang akhirnya mau mengalah dan mengubur ego nya dalam memilih penerus.
Bagi saya, film ini mengingatkan: jangan hanya kemampuan saja yang diutamakan. Tapi juga kemauan dan kegigihan. Dan yang terakhir ini harus diuji saat masa percobaan. 
Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:                                       
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Senin, 23 Januari 2017

PENGHARGAAN IMMATERIAL - By: Coach Suwito Sumargo*

Ini hanya cerita aja...
Saat wawancara, saya bertanya : Kenapa Anda keluar dari perusahaan setelah bekerja hampir 10 tahun dan jabatan Anda bagus?
Si pelamar berkata: Boss saya berubah. Dulu, saya orang dekatnya Boss. Saya sering diajak omong dan pendapat saya didengar. Sekarang, setelah perusahaan makin besar, Boss jarang menyapa.
Percakapan seperti ini cukup sering saya dengar, ketika sesama recruiter bertemu dan bertukar pengalaman.
Iseng-iseng saya pun bertanya ke teman-teman : Sebetulnya, apa sih yang mereka (karyawan) cari? Dah dapat jabatan bagus, kok masih ndak kerasan juga?
Perlakuan khusus dari seorang Boss ke karyawannya, tentu menyenangkan. Diajak omong dan diperhatikan pendapatnya, merupakan bentuk penghargaan dari Boss ke karyawan. Ini menyenangkan dan membanggakan. Dan ini merupakan bagian dari sistem imbalan (remunerasi, penggajian). Penghargaan immaterial justru sangat diharapkan oleh kebanyakan karyawan.
Ketika perusahaan menjadi besar, penghargaan immaterial tidak boleh ditinggalkan. Bentuk penghargaan immaterial dan cara penyampaiannya bisa saja berubah. Tapi jangan dihilangkan.
Karyawan itu manusia dan ingin diperlakukan manusiawi.

Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:                                           
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.