business-forum

coaches

More Video! Visit : BARACoaching Channel on Youtube

Senin, 05 Oktober 2015

The Ultimate Sales Training – With Petrokimia Gresik


The Ultimate Sales Training” untuk tim Petrokimia Gresik. Bertempat di Gedung Diklat Petrokimia, acara ini berlangsung selama 2 hari (29-30 September 2015).
Training dibagi menjadi 2 sesi. Coach Ruaniwati selaku pelatih bisnis sekaligus pembicara di hari pertama, memaparkan teori dasar-dasar penjualan secara fundamental.

Sedangkan hari kedua, menghadirkan nara sumber yang berbeda, Erfina Hakim. Erfina selaku Head of Training Division BARACoaching Surabaya lebih menjelaskan sisi mentalis seorang sales. Jadi lebih mengarah pada teknik apa saja untuk jadi tenaga sales yang handal.

Banyak hal dikupas dalam training ini. Mulai dari bekal seorang sales, tipe sales, tantangan apa saja yang dihadapi dan bagaimana menghadapinya, sampai mengenal karakter setiap peserta melalui tes DISC. Para peserta juga aktif berdiskusi dan share pengalaman mereka dengan pembicara. 

RESPON CEPAT - By: Coach Suwito Sumargo**

Santap siang dengan menu kesukaan di depot favorit...ehm, yummy. Tapi kali ini beda. Setelah menyiram kuah ke piring nasi dan lauk, 1 sendok pertama pun masuk ke mulut. Oops...rasanya lain, nggak seperti biasanya, kali ini terasa asin. Saya coba lagi sendok kedua...tidak salah, terasa amat asin.
Saya pun menoleh ke si penjual sembari bertanya: "Bisa minta kecap manis?"
Si penjual balik bertanya: "Kenapa?"
"Asin," jawab saya sambil nyengir.
"Tolong jangan dimakan. Saya segera ganti dengan yang baru," jawabnya tangkas sambil bergegas masuk ke dapur.
Tak lama kemudian, pelayan menyodorkan 1 set menu baru.
"Yah, sudah pas," kata saya sambil mengacungkan jempol.
Dalam hati saya mengagumi, depot ini sudah memberikan layanan prima. Dia tahu tanda-tanda awal pelanggan yang bakal nggak puas. Saya memang pelanggan setia dan si penjual tahu pasti dengan kesukaan saya, yang notabene adalah menu standard mereka.
RESPON CEPAT, itu kata kuncinya.
Di banyak perusahaan, respon atas complaint seringkali lambat. Bahkan berbelit, seolah si pengusaha menolak dicomplaint. Seolah kesalahan itu ada pada pelanggan. Alhasil, pelanggan pun ngomel: "Pengusaha kok mau menangnya sendiri". Perusahaan seperti ini sangat mungkin ditinggalkan pelanggannya.
So, apakah Anda sudah memiliki team yang mampu memberikan respon cepat, untuk mempertahankan kepuasan pelanggan?


** Coach Suwito Sumargo: The Winner Supportive Coach Award & System Award 2014 (Business Excellence Forum Award 2014)

Jumat, 02 Oktober 2015

MENGAPA MUDAH SUKSES? MENGAPA SULIT SUKSES? - By: Coach Humphrey Rusli *

Mengapa ada orang yang mudah mencapai SUKSES namun ada yang sulit sekali mencapai SUKSES?
Sebetulnya judul dan konten artikel semacam ini sudah jamak dikupas oleh banyak pihak. Saya sempat ingin mengubah judul dan kontennya. Namun setelah saya pertimbangkan ulang, saya rasa ada baiknya saya membahas ini.
Mengapa saya merasa ini penting? Ada sedikitnya 2 alasan mendasar:
1.  Ada kesalahkaprahan konsep sukses di banyak pengusaha.
2. Metode dan cara mencapai sukses yang demikian banyak, sehingga lebih banyak membuat rancu daripada memberikan "clarity".
Mari kita bahas satu per satu.
Arti sukses untuk masing-masing individu tentu tidaklah sama. Bagi sebagian orang, materi adalah tolak ukur utama. Namun bagi sebagian orang lainnya kebebasan waktu justru yang menjadi incaran utamanya.
Silahkan para pembaca menentukan definisi sukses sesuai selera masing-masing. Harap diingat, sukses pertama-tama bukan tergantung standard atau norma orang lain yang diukurkan kepada kita. Namun lebih pada progress (proses evolusi) dari kita yang tahun lalu dibandingkan kita yang tahun ini, tahun ini dibandingkan tahun depan. Begitu seterusnya.
Intinya setiap pribadi hanya boleh membandingkan ke pribadi masing-masing dari waktu ke waktu. Ini adalah cara melihat sukses yang benar. Lalu, apakah boleh kita membandingkan diri sendiri terhadap kesuksesan orang lain? Tentu boleh, namun sekali lagi jangan dibandingkan secara langsung. Bandingkan progress orang tersebut dari versi yang dulu dan versi yang sekarang. Seberapa cepat prosesnya; apa saja langkah-langkah yang dia ambil; apa strategi-strategi yang dipilih; siapa yang menginspirasi orang tersebut, dan sebagaianya.
Dari sini baru kita bandingkan proses kita terhadap proses orang tersebut. Apa yang bisa kita tiru, apa yang sudah sama, dan lain sebagainya. Ini yang saya maksudkan dengan konsep berevolusi yang benar untuk mencapai sukses di setiap individunya.
Berikutnya adalah metode untuk mencapai sukses tersebut. Ada literally ratusan buku bahkan ribuan buku yang menjelaskan langkah demi langkah untuk mencapai sukses dalam hidup, keluarga, karier, bisnis, dan aspek-aspek lainnya. Saya tidak ingin membahasnya di dalam artikel ini. Saya lebih tertarik untuk melihat software bawaan manusia yang memang sudah ada sejak lahir dan merupakan karunia dari Sang Pencipta.
Selalu menjadi hal yang menggelitik buat saya, jika sama-sama manusia, mengapa ada yang cepat perkembangannya untuk mencapai sukses, dan mengapa ada yang lambat? Apakah karena lingkungannya? Ok. Jikalau begitu, mengapa ada yang sama-sama dibesarkan di lingkungan yang hampir identikal, namun ada yang berprestasi gemilang sedangkan yang lainnya tidak?
Mungkin karena ilmunya. Ok. Mengapa ada orang yang sama-sama sekolah, berpendidikan sama, namun ada yang lebih "moncer" dalam kehidupannya dan yang lainnya biasa2 saja? Mungkin sampai sini, bisa-bisa jawabannya adalah, "mungkin karena beda nasibnya!". Mungkin betul. Atau mungkin juga tidak.
Ada sebuah penelitian menarik yang cukup dalam membahas fenomena ini. Tahukah anda bahwa manusia normal berbicara dengan dirinya sendiri rata-rata 60.000 kali dalam sehari, atau satu kali per detik, secara terus menerus, secara konstan, dan sering dibawah alam bawah sadar kita?
Dalam penelitian tersebut, manusia yang cenderung lebih sukses ternyata sangat selektif memilih "topik" yang akan diperbincangkan dengan diri sendiri. Berikut perbedannya: orang normal lebih sering mengisi 60.000 kali percakapan itu dengan:
  1. Statement jargon.
Contoh: "Hmm.. Mobilnya bagus" ; "Orang itu tidak tahu aturan" ; "Hari ini panas" ; "Macetnya jalan!" ; "Saya bakal terlambat"...dan seterusnya.
2.    Pertanyaan yang tidak berpengaruh langsung dengan dirinya atau tidak bisa dipengaruhi oleh kekuatannya:
Contoh: "Kok Presiden kita ndak mau segera ambil keputusan ya?" ; "Orang itu kok mau ya nikah sama cewek itu?" ; "Gimana ya kalau seandainya saya dulu kerja di perusahaan itu, bukan di perusahaan sekarang ini?”...dan seterusnya.
Coba perhatikan. Setiap hari otak kita penuh dengan hal-hal seperti di atas. Ini sebetulnya bukannya salah dan sah-sah saja. Namun sayangnya tidak membuat kita lebih berkembang. Lalu apa yang dibicarakan oleh orang-orang yang lebih cepat suksesnya terhadap dirinya sendiri dibandingkan orang rata-rata?
  1. Pertanyaan yang lebih membangun atau menchallenge diri sendiri.
Contoh: "Apa yang bisa saya lakukan lebih baik dari kemarin?" ; "Apa yang tidak saya ketahui, dan menghambat saya?" ; "Kebiasaan apa yang harus saya hentikan?" ; "Kebiasaan apa yang harus saya ganti?" , "Proses apa yang lebih ringkas dan efisien?"...dan lain sebagainya.
  1. Statement yang menempatkan diri sendiri sebagai subjek utamanya.
    Contoh: "Mungkin saya harus berubah" ; "Kelihatannya kemarin saya salah langkah" ; "Orang itu suka karena saya melakukan xyz" ; "Saya ternyata benar memutuskan, syukurlah!"...dan seterusnya.
Mari kita perhatikan perbedaan dari contoh-contoh di atas, antara  orang normal dan orang yang cenderung lebih cepat sukses. Mana yang lebih sering kita lakukan dalam kehidupan keseharian kita?

Semoga bermanfaat!
Salam the NEXT Level!

* Coach Humphrey Rusli:
- Coach of the Year 2014 (BEF Award Indonesia 2014);                                                 
- Sales Coach of the Year 2012 se-Asia dan Australia;
- Associate Coach of the Year 2013 tingkat Internasional (44 negara).

Sabtu, 26 September 2015

SIAPA BILANG ORANG “INTROVERT” TIDAK BISA MENJUAL?

Dalam dunia penjualan (sales), seringkali mereka yang punya kepribadian introvert (tertutup) merasa ‘minder’ atau tidak percaya diri. Hal ini karena orang-orang introvert dianggap kurang mampu menghasilkan penjualan dibanding orang-orang extrovert, yang lebih terbuka terhadap calon pembeli.
Erfina Hakim, dalam training untuk tim PT. Iklan Pos Nusantara berujar sebaliknya. Justru mereka yang punya pribadi introvert lebih berpotensi menghasilkan kerjasama penjualan yang sangat menguntungkan. Kenapa? Semua dipaparkan dalam “Practical Sales Training”, Rabu (16/09/15) lalu.
Pada sesi awal, Erfina menjelaskan apa saja bekal seorang tenaga sales dan marketing. Pertama, pantang memiliki mental block. Salah satu yang bisa menghambat pikiran kita untuk maju adalah adanya mental block dalam diri kita. Hal ini sering terjadi ketika kita meremehkan atau diremehkan orang lain (underestimate/d).
“Karena itu, tantang diri Anda. Pecahkan rekor diri sendiri, untuk selalu mendapatkan lebih dan lebih,” tegas wanita yang lebih dari 17 tahun bergelut dengan dunia sales ini.
Bekal kedua, live with passion. Ada beberapa cara simpel mengenali, apakah kita punya passion ‘menjual’ atau tidak. Diantaranya, jika mampu mengendalikan bagaimana kita bekerja, merasa cakap melakukan, dan terus bisa meningkatkan. Selain itu, passion bisa dilihat bila pekerjaan kita memberi pengaruh atau kontribusi pada perusahaan.
Banyak hal diajarkan dalam training berdurasi kurang lebih 4 jam ini. Selain bekal seorang sales dan marketing, juga diberikan poin penting bagaimana langkah-langkah mudah dalam practical sales skills.
Langkah awal adalah proses mengenali diri sendiri. Pribadi introvert lebih sabar dan banyak mendengarkan keluhan serta kemauan calon pembeli. Sedangkan ekstrovert, sesuai dengan kepribadiannya, sesekali malah keluar dari prosedur penjualan.
“Dengan mengenali diri akan memudahkan kita memilih, akan menjual dengan menggunakan hard selling atau soft selling,” ujar Erfina.
Selanjutnya adalah mengawali aktivitas melalui media yang mengakomodir kemampuan diri, baik melalui sales call maupun kunjungan (tatap muka langsung dengan calon pembeli). Pada langkah ini, Erfina menegaskan wajib ada prinsip kesejajaran antara diri dengan prospek atau calon pembeli, serta senantiasa mencari cara termudah dan paling efektif dilakukan. 
“Tenaga sales dengan kepribadian introvert mungkin hanya dapat mengikat beberapa orang dalam bisnisnya, tetapi sedikit orang itu terus menghasilkan kerjasama yang sangat luar biasa menguntungkan. Kenapa? Karena orang-orang introvert lebih tekun, sehingga mereka cenderung punya teknik menggali lebih dalam,” papar trainer yang punya passion mengajar ini.
Selain teori, acara yang berlangsung di Ballroom BARACoaching Surabaya ini juga diwarnai dengan games seru untuk mengenali kepribadian. Di samping itu, edukasi tentang teknik menjual terhadap subyek target yang berbeda. Bagaimana tips menjual untuk orang dengan tipe Dominan (Koleris), Influence (Sanguin), Steadiness (Plegmatis), maupun Compliance (Melankolis).
Erfina berharap, para peserta training bisa lebih mampu men-challenge diri sendiri, mencari cara paling mudah untuk ‘jualan’ yang sesuai dengan kepribadiannya.

“Bagi orang-orang extrovert jangan mudah atau terlalu over confidence, merasa jago dalam menjual. Sebaliknya, bagi yang introvert jangan merasa gak punya kemampuan menjual. Karena sesuai pengalaman di lapangan, sebetulnya teknik-teknik introvert yang lebih berkualitas menghasilkan pelanggan yang loyal. Dan lebih penting lagi, bukan masalah extrovert atau introvert, tapi bagaimana mengcombine teknik keduanya untuk meraup angka penjualan tinggi.”

Senin, 21 September 2015

CASH IS KING - By: Coach Suwito Sumargo**

Beberapa minggu terakhir, kurs USD menjadi hot topic. Di setiap forum pertemuan pengusaha, saya selalu ditanya dan dimintai pendapat/nasehat: “Coach, ini sudah krisis bukan? Apa yang harus kita lakukan?” atau “Menurut Coach, kapan krisis ini berakhir?”.
Yang terjadi sekarang ini, krisiskah? Andai memang benar krisis, apa yang bisa kita lakukan?
1. Cash
Jaga dan pertahankan agar perusahaan tetap masih bisa mendapatkan fresh-cash, sesedikit apapun. Dimasa krisis tahun '97 - '98, fresh cash saya peroleh (antara lain) dari penjualan asset non-produktif.
2. Hemat
Perketat dan kurangi segala macam pengeluaran. Prioritaskan pengeluaran hanya yang essential saja. Penghematan yang paling berkesan di tahun' 98 ialah memotong gaji direksi.
3. Hutang dan Piutang
Salah satu pengeluaran yang harus diperketat adalah pembayaran bunga dan cicilan. Peninjauan ulang perjanjian hutang merupakan salah satu solusi. Sementara itu, memperpendek umur piutang dan memastikan penagihan akan membantu aliran dana masuk.
4. Creative Sales
Penetrasi ke ceruk pasar baru atau meluncurkan produk baru, merupakan upaya bertahan yang jitu di situasi seperti sekarang. Saya masih ingat, di masa krisis dulu, pabrik susu formula meluncurkan kemasan karton atau sachet yang harganya lebih murah. Saat itu, kemasan refill juga mulai diperkenalkan.
5. Keep It Up
Pertahankan karyawan terbaik Anda. Dan jangan lupa menjaga semangat mereka. Karyawan yang jempolan merupakan asset yang harus dipertahankan hingga krisis berakhir.

Tetaplah optimis, positive thinking: krisis akan segera berakhir. Salam The NEXT Level!


** Coach Suwito Sumargo: The Winner Supportive Coach Award & System Award 2014 (Business Excellence Forum Award 2014)

Kamis, 10 September 2015

APA SIH BISNIS LINTAS GENERASI? - By: Coach Ruaniwati**

Tahukah Anda, kita sedang memasuki masa yang paling menarik dalam "dunia persilatan" bisnis? Dalam pengamatan saya akhir-akhir ini di berbagai bisnis, kita sedang berhadapan dengan profesional atau business owner yang berbeda generasi (bisa dibaca "lintas generasi"). Perbedaan ini jauh berbeda dengan kondisi 10 tahun yang lalu, yang walaupun ada juga beda generasi, namun perbedaannya tidak semenarik seperti saat ini. 
Perbedaan menarik ini dipicu oleh perkembangan teknologi yang semakin cepat membuat perbedaan ini semakin jelas. Paling tidak ada 4 generasi berbeda yang ada di dunia bisnis sekarang. Kita membedakannya berdasarkan usia. Yang tertua adalah generasi "baby boomer" usia 50-64 tahun, gen X usia 35-49 tahun, gen Y usia 18-34 tahun, gen Z usia 3-17 tahun.
Karena baby boomertumbuh setelah masa perang, maka mereka kebanyakan adalah pebisnis yang "play safe”, dan sangat hemat.
Sedang gen X tumbuh di masa yang relatif aman, generasi yang diketahui paling "educated" secara akademik. Mereka mengalami pergeseran budaya antara teknologi analog dan digital, fokusnya bekerja.
Gen Y, adalah generasi yang disebut juga generasi milenial. Mereka lahir dan tumbuh di era teknologi dan internet, disebut juga generasi instan. Sangat melek teknologi, menggunakan teknologi sebagai bagian gaya hidup, pendeknya tidak bisa "hidup" tanpa teknologi.  Mereka bekerja bukan hanya karena jumlah uang-nya namun juga nilai lainnya, misalnya nilai sosial, nilai pemberdayaan terhadap isu-isu lingkungan hidup, dan lain-lain.
Gen Z, generasi yang unik karena penguasaan teknologi yang lebih canggih daripada gen Y. Jika gen Y menggunakan teknologi sebagai gaya hidup, gen Z menganggap teknologi adalah hidupnya. Semua referensi tentang apapun diunduh dari "google" atau search engine lainnya.  Proses  pembelajaran mereka tidak lagi dibatasi dinding kelas saja (yang menurut mereka boring). Mereka belajar dari youtube, google, instagram dan aneka apps lainnya.
Mereka sangat entrepreneurial berbasis teknologi. Tidak jarang mereka sudah berpikir bisnis sejak berusia 10 atau 12 tahun. News yang "happening" atau "trending topic" sudah menjadi common knowledge di antara mereka.
Dalam bisnis, 4 generasi yang berbeda ini diharapkan mampu bekerjasama menghasilkan yang terbaik menggunakan kekuatan mereka masing-masing. Bisa Anda bayangkan betapa kacaunya jika 4 generasi ini bekerja dengan cara mereka sendiri-sendiri dalam satu tim?
Lalu jika begitu, pemimpin perusahaan seperti apa yang mampu menangkap peluang ini dan membentuk mereka menjadi tim superstar? Kenyataan ini tidak dapat dihindari lagi. Sedikitnya ada 4 hal yang harus dilakukan sebagai pemimpin lintas generasi:
1.     Sadarilah bahwa Anda tidak bisa lagi menggunakan cara-cara lama mengelola sumber daya manusia.  Terus menerus belajar dan terbuka untuk kemungkinan-kemungkinan mengelola SDM dengan cara berbeda.
2.     Temukan kelebihan setiap generasi dan tempatkan pada posisi yang tepat di usaha Anda.
Generasi “baby boomer” biasanya lebih "bijak" setelah ditempa pengalaman hidup
. Gunakan gen Y dan Z sebagai knowledge searcher yang menolong Anda update dengan tren bisnis terkini.
3. Tentukan tim seperti apa yang dibutuhkan dalam perusahaan Anda, baru setelah itu melakukan rekrutmen.
Tidak ada jalan mudah untuk mengelola sumber daya manusia, lebih-lebih jika berhadapan dengan lintas generasi. Namun semakin mengerti kondisi tim, kita akan semakin baik mengelola tim.

** Coach Ruaniwati:
-     Pelatih bisnis yang telah makan banyak asam-garam di dunia Marketing, Branding dan Advertising selama lebih dari 15 tahun.
-          Aktif membantu para womanpreneur dan start-up entrepreneur melalui siaran radio di She 99.6 FM, Mercury 96.0 FM dan aktifitas belajar-mengajar di berbagai kampus terkemuka Surabaya. 

Senin, 07 September 2015

APA USP ANDA? - By: Coach Suwito Sumargo**

Ketika saya menanyakan: Apa USP Anda? (USP = Unique Selling Proposition), maka kadangkala saya mendapat jawaban seperti ini :
# Produk saya ini sudah ber-sertifikat yang dikeluarkan oleh sebuah lembaga internasional ternama.
Atau,
# Kami memberikan bukti, tidak hanya sekedar janji.
Atau,
# Perusahaan kami sudah berdiri sejak 50 tahun yang lalu.
Atau,
# Pemilik perusahaan ini termasuk dalam 500 orang terkaya di dunia.
Wah...luar biasa yaa. Tapi, apakah ungkapan-ungkapan ini langsung kita percayai begitu saja? Tentu tidak! Sepintas, sesaat setelah mendengar ungkapan-ungkapan diatas, kita akan menilai 'kebenaran'nya. Tak jarang, dalam hati kita mengumpat: Ah gombal. Dasar Sales.
Jelas, kita tak mudah mempercayai begitu saja kata-kata seperti itu. Lalu, apa yang sebenarnya kita percayai? Konsumen seringkali melakukan pengamatan sendiri dan dia juga melakukan penilaian sendiri.
Salah satu cara yang dilakukan konsumen untuk menilai sebuah produk adalah membuktikannya sendiri. Untuk produk yang nilai rupiahnya tergolong kecil, konsumen akan melakukan pembelian 'coba-coba'. Bila pembelian 'coba-coba' ini memuaskan, maka mungkin dia akan melakukannya sekali lagi di kemudian hari. Dan bila sangat memuaskan, maka dia mungkin akan me-rekomendasikan ke teman atau kenalannya. Dan bila sangat-sangat memuaskan, maka dia akan mem-promosikan. Ini yang disebut 'Buah Bibir' atau 'Word of Mouth'.
Sebaliknya, bila produk yang ditawarkan bernilai mahal dan beresiko (misal terhadap kesehatan), maka konsumen akan mencari berbagai rekomendasi terlebih dulu sebelum memutuskan membeli. Bagi saya, USP itu bukan cuma sekedar omongan promosi dari kita sebagai penjual atau produsen. Entah itu produk bernilai tinggi atau rendah, USP harus MENGENA di hati konsumen.
USP itu harusnya berujung pada pujian dan sanjungan yang keluar dari lubuk hati konsumen. Kita tentu saja harus tetap menyampaikan kelebihan, keunggulan dan keunikan produk atau perusahaan. Dan kita harus terus berusaha untuk memperoleh pengakuan yang tulus dari konsumen atau pembeli. Karena dari pengakuan yang tulus itulah bakal muncul hubungan (relationship) jangka panjang. Dan relationship jangka panjang inilah yang memberikan hasil (transaksi) yang terus menerus.
Salam The NEXT Level!


** Coach Suwito Sumargo: The Winner Supportive Coach Award & System Award 2014 (Business Excellence Forum Award 2014)