Sering
saya dimintai pendapat oleh para pelaku dan pemilik bisnis, tentang
pentingnya memiliki sebuah Visi, Misi dan Goal yang jelas. Sering pula saya
jawab dengan panjang lebar untuk mendeskripsikan seberapa krusial memiliki
ketiga hal itu.
Saya
berpikir, kemungkinan besar perusahaan-perusahaan tersebut sedang memulai langkah
awal sebagai perusahaan yang lebih terstruktur dengan rapi dan atau sedang
mempersiapkan diri masuk ke segmen pasar yang lebih luas. Namun anehnya, banyak juga perusahaan yang meminta pendapat
saya, tentang hal yang sama, ternyata sudah lama memiliki Visi, Misi dan Goal
yang sudah cukup jelas dan gamblang.
Mengapa
mereka tetap menanyakan pentingnya memilki ketiga hal tersebut, sedangkan
mereka sudah memilikinya? Bahkan sebagian diantara mereka sudah sempat menyewa
jasa konsultan berkelas untuk membantu memformulasikan arah perusahaan yang
dituangkan ke Visi, Misi dan Goal.
Setelah
saya pertajam pertanyaan mereka, ternyata, pertanyaan mereka bukan dilandasi
oleh ketidak tahuan akan pentingnya memiliki hal-hal tersebut, namun lebih ke seberapa
efektifkah Visi, Misi, dan Goal perusahaan bisa “merangsang” seluruh jajaran
organisasi dan terutama di level tinggi (Top
Tiers Management Level)
untuk mendorong laju perusahaan ke arah yang telah
ditetapkan tersebut.
Mengapa pertanyaan ini muncul? Hal ini tidak
lain disebabkan oleh seringnya Visi, Misi, Goal perusahaan hanya sebatas kata-kata indah dan canggih.
Saya tidak anti terhadap Visi, Misi, dan Goal yang menggunakan kata-kata yang indah, justru
ini akan membantu menginspirasi
para pelaksana di lapangan. Namun sungguh disayangkan bahwa Visi, Misi, Goal
perusahaan jarang ber-sinergi atau
kurang sinkron dengan values
(nilai-nilai dasar) dan beliefs system (apa yang dianggap
mungkin) dari para executives
perusahaan.
Atau
kalaupun terjadi kesepahaman antara pembuat Visi perusahaan dan pelaksana (executor),
biasanya akan sepakat secara “logika”
semata. Di sinilah
terletak tantangan terbesarnya. Mampukah
C-Level people (pembuat kebijaksanaan)
mengajak dan menginspirasi secara sistemik tim inti mereka untuk menyokong arah
tujuan perusahaan? Dan
kalaupun bisa, bagaimana caranya dan skill
apa yang harus dimiliki oleh para petinggi perusahaan?
Saya
percaya bahwa pendekatan yang paling efektif adalah dengan mempertajam kedua
sisi secara kongruen.
Sisi pertama adalah membuat Visi, Misi dan Goal yang berkualitas. Artinya Visi
dan Misi harus mampu untuk mengajak, menginspirasi dan menantang (Engaging, Inspiring and Challenging) tim
di organisasi tersebut kedalam sebuah perjalanan panjang (a Journey). Sedangkan Goal haruslah memiliki tingkat detail tinggi,
terukur secara baik, dan tentu saja memiliki deadline atau tenggat waktu.
Sisi
pertama ini, walaupun sangat penting, namun sudah banyak artikel, buku, dan
nara sumber lain yang secara mendalam membahas cara dan teknik pembuatannya.
Saya tidak akan terlalu memperdalam lagi di sini.
Sisi
kedua adalah melibatkan secara holistik, nilai-nilai penting dan budaya personal dari
eksekutornya. Untuk mengoptimalkan sisi kedua ini, para pemangku
kepentingan di C-level management membutuhkan penguasaan sebuah skill yang
berlandaskan kedewasaan, keterbukaan,
dan kepercayaan dari anak
buahnya.
Skill
ini laiknya disebut dengan coaching
skill.
Dengan pendekatan coaching,
para eksekutor akan memiliki akses untuk mengoptimalkan potensi mereka,
menginternalisaikan, dan menyelaraskan objektivitas pribadi dan perusahaan. Hal
ini sangatlah penting untuk memampukan
para eksekutor dalam mendorong perusahaan kearah yang telah ditentukan.
Menurut
The Chartered Institute of Personal and
Development (CIPD: sebuah lembaga profesional terbesar di Eropa yang
memfasilitasi networking dan pengembangan human
resource
skill), teknik coaching
telah menjadi media yang sangat digemari untuk mensupport pengembangan pribadi executive.
Salah seorang ahli juga mendefinisikan coaching
sebagai teknik untuk mengembangkan ilmu dan ketrampilan seseorang (executives) sehingga
performa pekerjaan mereka meningkat dan memperbesar kemungkinan pencapaian
sasaran organisasi.
Terminologi
coaching
pertama kali dipakai di dunia olah
raga, seperti tinju, golf, renang, bulu tangkis, dan sebagainya. Objektivitas
utamanya adalah untuk membantu atlet-atlet berprestasi terbaik untuk mampu
mengaktualisasikan seluruh kemampuan mereka secara optimal.
Di
dalam dunia organisasi dan bisnis, konsep yang sama juga digunakan, coaching dipakai untuk membantu
individual yang sudah berprestasi untuk dapat lebih meningkatkan efektifitas
bekerja dengan cara mengeksplorasi dan mengaktualisasikan potensi tertinggi setiap
individu.
Survey
membuktikan bahwa peningkatan efektifitas bekerja dalam suatu organsiasi akan meningkat
sebanyak 22% setelah sebuah organisasi men-training-kan executives-nya.
Namun apabila training tersebut ditambahkan dengan individual coaching
pada setiap individunya, efektifitas bekerjanya meningkat menjadi 88%
dibandingkan sebelumnya.
Nah,
sudah siapkah anda membawa
perusahaan dan diri anda sendiri “to be
the best you can be”?
* Coach Humphrey Rusli:
- Pelatih
bisnis dengan pengalaman International Marketing selama lebih dari 15 tahun.
- Pemenang
International Coach of The Year 2012
(Australia), 2013 (Beijing) dan 2014 (Jakarta).
- Telah
membantu kliennya meraih peningkatan profit dari 20% hingga 2000% melalui
sesi-sesi coachingnya.
0 komentar:
Posting Komentar