business-forum

coaches

More Video! Visit : BARACoaching Channel on Youtube

Kamis, 21 April 2016

VISI, MISI, DAN GOAL PERUSAHAAN - By: Coach Humphrey Rusli*

Sering saya dimintai pendapat oleh para pelaku dan pemilik bisnis, tentang pentingnya memiliki sebuah Visi, Misi dan Goal yang jelas. Sering pula saya jawab dengan panjang lebar untuk mendeskripsikan seberapa krusial memiliki ketiga hal itu.
Saya berpikir, kemungkinan besar perusahaan-perusahaan tersebut sedang memulai langkah awal sebagai perusahaan yang lebih terstruktur dengan rapi dan atau sedang mempersiapkan diri masuk ke segmen pasar yang lebih luas. Namun anehnya,  banyak juga perusahaan yang meminta pendapat saya, tentang hal yang sama, ternyata sudah lama memiliki Visi, Misi dan Goal yang sudah cukup jelas dan gamblang.
Mengapa mereka tetap menanyakan pentingnya memilki ketiga hal tersebut, sedangkan mereka sudah memilikinya? Bahkan sebagian diantara mereka sudah sempat menyewa jasa konsultan berkelas untuk membantu memformulasikan arah perusahaan yang dituangkan ke Visi, Misi dan Goal. 
Setelah saya pertajam pertanyaan mereka, ternyata, pertanyaan mereka bukan dilandasi oleh ketidak tahuan akan pentingnya memiliki hal-hal tersebut, namun lebih ke seberapa efektifkah Visi, Misi, dan Goal perusahaan bisa “merangsang” seluruh jajaran organisasi dan terutama di level tinggi (Top Tiers Management Level) untuk mendorong laju perusahaan  ke arah yang telah ditetapkan tersebut.
 Mengapa pertanyaan ini muncul? Hal ini tidak lain disebabkan oleh seringnya Visi, Misi, Goal perusahaan hanya sebatas kata-kata indah dan canggih. Saya tidak anti terhadap Visi, Misi, dan Goal yang menggunakan kata-kata yang indah, justru ini akan membantu menginspirasi para pelaksana di lapangan. Namun sungguh disayangkan bahwa Visi, Misi, Goal perusahaan jarang  ber-sinergi atau kurang sinkron dengan values (nilai-nilai dasar) dan beliefs system (apa yang dianggap mungkin) dari para executives perusahaan.
Atau kalaupun terjadi kesepahaman antara pembuat Visi perusahaan dan pelaksana (executor), biasanya akan sepakat secara “logika” semata. Di sinilah terletak tantangan terbesarnya. Mampukah C-Level people (pembuat kebijaksanaan) mengajak dan menginspirasi secara sistemik tim inti mereka untuk menyokong arah tujuan perusahaan? Dan kalaupun bisa, bagaimana caranya dan skill apa yang harus dimiliki oleh para petinggi perusahaan?
Saya percaya bahwa pendekatan yang paling efektif adalah dengan mempertajam kedua sisi secara kongruen. Sisi pertama adalah membuat Visi, Misi dan Goal yang berkualitas. Artinya Visi dan Misi harus mampu untuk mengajak, menginspirasi dan menantang (Engaging, Inspiring and Challenging) tim di organisasi tersebut kedalam sebuah perjalanan panjang (a Journey). Sedangkan Goal haruslah memiliki tingkat detail tinggi, terukur secara baik, dan tentu saja memiliki deadline atau tenggat waktu.
Sisi pertama ini, walaupun sangat penting, namun sudah banyak artikel, buku, dan nara sumber lain yang secara mendalam membahas cara dan teknik pembuatannya. Saya tidak akan terlalu memperdalam lagi di sini.
Sisi kedua adalah melibatkan secara holistik, nilai-nilai penting dan budaya personal dari eksekutornya. Untuk mengoptimalkan sisi kedua ini, para pemangku kepentingan di C-level management membutuhkan penguasaan sebuah skill yang berlandaskan  kedewasaan, keterbukaan, dan kepercayaan dari anak buahnya.
Skill ini laiknya disebut dengan coaching skill. Dengan pendekatan coaching, para eksekutor akan memiliki akses untuk mengoptimalkan potensi mereka, menginternalisaikan, dan menyelaraskan objektivitas pribadi dan perusahaan. Hal ini  sangatlah penting untuk memampukan para eksekutor dalam mendorong perusahaan kearah yang telah ditentukan.
Menurut The Chartered Institute of Personal and Development (CIPD: sebuah lembaga profesional terbesar di Eropa yang memfasilitasi networking dan pengembangan human resource skill), teknik coaching telah menjadi media yang sangat digemari untuk mensupport pengembangan pribadi executive.
 Salah seorang ahli juga mendefinisikan coaching sebagai teknik untuk mengembangkan ilmu dan ketrampilan seseorang (executives) sehingga performa pekerjaan mereka meningkat dan memperbesar kemungkinan pencapaian sasaran organisasi.
Terminologi coaching pertama kali dipakai di dunia olah raga, seperti tinju, golf, renang, bulu tangkis, dan sebagainya. Objektivitas utamanya adalah untuk membantu atlet-atlet berprestasi terbaik untuk mampu mengaktualisasikan seluruh kemampuan mereka secara optimal.
Di dalam dunia organisasi dan bisnis, konsep yang sama juga digunakan, coaching dipakai untuk membantu individual yang sudah berprestasi untuk dapat lebih meningkatkan efektifitas bekerja dengan cara mengeksplorasi dan mengaktualisasikan potensi tertinggi setiap individu.
Survey membuktikan bahwa peningkatan efektifitas  bekerja dalam suatu organsiasi akan meningkat sebanyak 22% setelah sebuah organisasi men-training-kan executives-nya. Namun apabila training tersebut ditambahkan dengan individual coaching pada setiap individunya, efektifitas bekerjanya meningkat menjadi 88% dibandingkan sebelumnya.
Nah, sudah siapkah anda membawa perusahaan dan diri anda sendiri “to be the best you can be”?

* Coach Humphrey Rusli:
-     Pelatih bisnis dengan pengalaman International Marketing selama lebih dari 15 tahun.
-     Pemenang International Coach of The Year 2012 (Australia), 2013 (Beijing) dan 2014 (Jakarta).

- Telah membantu kliennya meraih peningkatan profit dari 20% hingga 2000% melalui sesi-sesi coachingnya.

Senin, 18 April 2016

ES.O.PE - By: Coach Suwito Sumargo*

Saya butuh ES.O.PE tertulis, demikian jawaban seorang pengusaha ketika saya menanyakan : Apa yang bisa saya kerjakan untuk Anda? Ini menjadi awal perbincangan hangat kami siang itu.
Saya tahu, yang dimaksud adalah Standard Operation Procedure dalam bentuk tertulis atau berupa dokumen. Beliau menjelaskan bahwa dibutuhkan dokumen sebagai pegangan atau acuan, agar karyawannya bisa melakukan secara benar, tepat seperti yang diinginkan beliau dan secara terus menerus.
Omong punya omong, ternyata ketahuanlah bahwa sang pengusaha ini gregetan, karena karyawannya tidak selalu melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi. Sehingga beliau harus menempatkan pengawas, agar instruksinya dipatuhi.
Ketika melakukan kunjungan, saya menemukan fakta bahwa sebagian besar karyawannya sudah tahu dan sudah bisa melaksanakan instruksi kerja dengan baik. Tapi hasilnya tidak konsisten dan sering di-reject oleh bagian QC.
Temuan lain yaitu mereka tidak termotivasi untuk melakukan terus menerus, apalagi meraih prestasi (misalnya: karyawan yang menghasilkan reject tersedikit selama 1 periode).
Untuk membantu sang  pengusaha, saya menyampaikan saran yaitu bahwa SOP tertulis bukanlah satu-satunya solusi.
Singkat kata, melalui proses coaching, tim akhirnya menemukan solusi sederhana. Misalnya, di tempat kerja dikumandangkan lagu-lagu populer, sehingga suasana kerja menjadi lebih riang. Karyawan bekerja dengan relax namun tetap menghasilkan barang berkualitas. Reject pun berkurang.
Selain itu, secara berkala diumumkan siapa yang menjadi karyawan teladan. Meski tanpa gelar kehormatan dan hadiah, karyawan tetap bangga. Dokumen SOP pun akhirnya tetap dibuat. Selain tertulis juga dalam bentuk rekaman (video).
Seringkali, kita hanya melihat permukaan sebuah permasalahan saja, tanpa melihat permasalahan yang sebenarnya. Seorang Coach akan membantu Anda melihat permasalahan dan merangsang tim menemukan solusi. 
Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.

- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Kamis, 14 April 2016

SUDAHKAH ANDA (PARA CEO’s) MENGUASAI TEKNIK COACHING? - By: Coach Humphrey Rusli*

Hidup di ERA hyper-modern dengan persaingan bebas, membuat kita sadar akan keterbatasan manusia di dalam menjawab berbagai tantangan hidup. Kreativitas dan daya pikir canggih semata, tidak lagi berhasil membawa kita memenangkan persaingan. Bahkan, sering kali tidak (atau terkesan tidak) ada pengaruhnya sama sekali terhadap peningkatan kualitas performa/kinerja perusahaan. Tentunya saya tidak berpendapat bahwa kreatifitas dan kepandaian kognitif tidak berguna lagi. Justru ini sangat berguna sekali untuk kemajuan suatu organisasi.
Namun, harus diakui bahwa kualitas manusia (baca: intelektualitas SDM) yang baik tidak menjamin peningkatan kemajuan suatu organisasi, dan tidak lagi berbanding lurus dengan progress yang kita inginkan. Banyak direktur, bahkan C-level profesional yang sangat pandai dan berpengalaman belum dapat mengeksplorasi segenap kemampuannya untuk aktualisasi dan eksistensi perusahaan dimana mereka berkarya.
Sering saya menemui, banyak organisasi dan entitas bisnis mengambil jalan pintas dengan menginvestasikan dana yang cukup signifikan untuk remunerasi top managers mereka. Toh, ini pun dirasa kurang menjawab tantangan SDM kita. Lalu apa yang “missing”?
Dari literatur yang saya baca ( Instant Team Building by Bradley J. Sugars – Founder and Chairman of ActionCOACH), dan dari pengalaman saya pribadi, manusia dikategorikan menjadi 4 bagian yang saling terkait dalam menunjang performa seseorang. Empat hal itu adalah: Body, Mind, Heart, and Spirit.
Body adalah kekuatan dan kesehatan fisik seseorang. Mind adalah inteligensia kognitif, kesadaran atau “awareness” dalam bekerja. Nah itu dua bagian pertama yang paling bisa diukur dengan metode konvensional (biasanya melalui sistem absensi) dan KPI (Key Performance Index).  Dua bagian yang pertama ini biasanya lazim diaplikasikan pada pasukan ujung tombak, pekerja (staff), supervisor dan pelaksana lapangan.
Lalu ada 2 bagian yang terakhir yaitu Heart and Spirit, yang kalau diterjemahkan secara bebas berarti kemampuan seseorang untuk berpikir dengan segenap hati dan jiwa. Dua bagian terakhir inilah yang wajib dikembangkan dan dimiliki oleh semua lapisan, terutama untuk level paling tinggi (top-tiers management people).
Nah, kalau diibaratkan mobil, memiliki tim dengan 2 bagian pertama saja yaitu body and mind itu seperti menjalankan mesin dengan sepertiga power saja, sedangkan apabila menggunakan keempat bagian di atas, maka kita laiknya menaiki mobil dengan power 100%. Bayangkan betapa dahsyatnya performa organisasi tersebut apabila top tiers kita menginisiasi keempat bagian tersebut. Lalu bagaimana agar organisasi kita bisa menciptakan tim yang bekerja secara 100%?
Di dalam perusahaan, pada umumnya “tanggung jawab” ini dilimpahkan ke divisi HR (Human Resource) untuk melakukan “Touch Up” kepada aset SDM yang bersangkutan. Disini peran HR sangat penting sekali di dalam memfasilitasi perkembangan SDM secara holistik
Namun, karena banyaknya permasalahan SDM yang dihadapi, dan terutama di level pekerja atau staff, maka fungsi untuk mengoptimalkan SDM di level tinggipun terkesan ala kadarnya dan bahkan diabaikan. HR team lebih intens melakukan Internal Training, Skill Improvement, Out Bound, Recruitment, Induction Program, sampai menyesuaikan regulasi internal dengan kebijakan pemerintah mengenai perupahan dan buruh. 
Permasalahan umum yang kedua, biasanya HR people akan “sungkan” dan merasa tidak nyaman untuk menelurkan program pemberdayaan Top Tiers Management, yang notabene adalah atasannya sendiri.  Walaupun semua pihak paham pentingnya “constant people development”, toh pada umumnya top level management, dan C-Level (CEO, COO, CMO, CFO) jarang tersentuh secara sinifikan.
Padahal di level inilah kebijaksanaan executive dihasilkan dan akan menentukan arah masa depan perusahaan. Nah, kalau begitu siapakah yang paling berkompeten untuk meng-upgrade top level management?
Dalam satu dekade terakhir ini, HRD sudah mengembangkan dan menambah fungsinya dari sekedar mengurusi SDM menjadi mengembangkan SDM. Makna dan singkatannya pun sudah disesuaikan dari versi lama HRD (Human Resource Department) menjadi versi baru HRD (Human Resource Development).
Lalu apa perbedaan antara versi lama dan versi baru? Perbedaan pertamanya terletak di FOKUS utama untuk mengoptimalkan segenap aset SDM yang ada dari Top to Bottom, dari CEO ke Front Liners.
Perbedaan yang kedua terletak pada proses melibatkan top tiers, director, dan managers untuk menjadi katalis pengembangan ke anak buahnya masing – masing, yang apabila dilakukan secara sistemik bukan saja organisasi secara keseluruhan akan maju, tapi juga kemampuan leadership dan peningkatan performa di setiap individu di top level management juga akan meningkat. Lalu skill apakah yang harus dipelajari dan diaplikasikan oleh para C-Level people?
Ketrampilan ini adalah “COACHING SKILL”, skill atau ketrampilan yang diperkenalkan pertama kali di Dunia Barat (di Amerika, kemudian menyebar di dataran Eropa) dan telah banyak dipelajari oleh Executives perusahaan-perusahaan besar di dunia. 
Sama dengan skill atau ketrampilan lainnya, Coaching Skill bisa dipelajari dan terbukti membawa perubahan positif  di organisasi yang mengapliaksikannya. Coaching Skill bermuara pada sebuah disiplin ilmu yang disebut sebagai Positive Psychology.
Prinsip dasar dan inti dari Coaching adalah “Self-Directed Learning”, atau pembelajaran/ pengembangan diri yang mengacu kepada kesadaran yang bersumber dari dalam diri pribadi itu sendiri. Coaching akan membawa segala sesuatu yang sudah kita pelajari, dari pengalaman,  dari bangku sekolah, dan dari manapun yang tersimpan di benak kita, untuk kemudian me-rekonstruksikan pengalaman dan informasi-informasi tersebut dalam menjawab tantangan-tantangan sulit yang kita hadapi pada saat ini.
Skill ini akan membawa setiap individu ke Top Performance mereka dan mereka akan benar-benar menjadi aset perusahaan yang paling berharga. Sudah siapkah anda membawa perusahaan dan diri anda sendiri “to be the best you can be”?
Salam The NEXT Level!

* Coach Humphrey Rusli:
-     Pelatih bisnis dengan pengalaman International Marketing selama lebih dari 15 tahun.
-     Pemenang International Coach of The Year 2012 (Australia), 2013 (Beijing) dan 2014 (Jakarta).
- Telah membantu kliennya meraih peningkatan profit dari 20% hingga 2000% melalui sesi-sesi coachingnya.


Kamis, 07 April 2016

CUSTOMER LOVE - By: Coach Ruaniwati*

Pernahkah memikirkan atau membayangkan mengapa pelanggan belanja dari kita? 
Apakah karena kebutuhan, rasa aman, kebiasaan, gengsi, cinta atau sebab-sebab lain? 
Sayangnya, kita tidak selalu tahu mengapa pelanggan belanja dari kita. Jika kita tahu persis, tentu kita lebih mudah memetakan apa yang perlu kita lakukan untuk memperdalam dan mengembangkannya.
Pernah jatuh cinta? perasaan cinta ini mendorong kita melakukan hal-hal yang tidak selalu masuk akal. Bayangkan jika pelanggan jatuh cinta kepada kita, biasanya tanpa diminta mereka bisa memborong produk atau jasa kita, memberi saran-saran membangun supaya kita lebih baik, mengajak teman-temannya untuk mencoba, ingin selalu datang ke gerai kita atau berkomunikasi dengan kita, dan seribu cara lainnya.
Namun sebelum pelanggan jatuh cinta kepada kita, ada hal-hal yang perlu kita lakukan.
Ingat, hubungan yang mesra dan berhasil, bersifat dua arah. Jika searah dan tidak ada timbal balik positif yang dirasakan kedua pihak, akibatnya hubungan bisa "putus" ditengah jalan :).
Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk membuat pelanggan jatuh cinta:
1.       Mengenal keinginan dan kebutuhan mereka dengan baik. 
Bantuan seperti apa yang bisa kita berikan supaya mereka mencapai keinginannya?
2.       Berkomunikasi dengan bahasa pelanggan.
Contohnya, jika kita sangat menguasai bahasa teknis produk, kita cenderung berkomunikasi secara teknis, padahal tidak selalu pelanggan mengerti. Pastikan kita mengkomunikasikan dengan istilah yang dimengerti oleh pelanggan.
3.       Memberi "surprise" pada waktu yang tepat.
Surprise menjadi lebih berarti jika kita tahu benar apa yang dibutuhkan pelanggan dan pemilihan waktu yang tepat.
4.       Mendengarkan dan memberikan waktu.
Berapa lama Anda meluangkan waktu untuk benar-benar mendengarkan mereka? Bagi mereka yang memerlukannya.
5.       Menjadi sumber informasi yang terpercaya.
Kita sering memberi informasi yang berguna walaupun tidak selalu relevan dengan bisnis kita.
Kapan terakhir kali Anda melakukan hal-hal di atas kepada pelanggan? Silahkan bagikan cerita “cinta” Anda dengan pelanggan. Cerita yang menarik akan kami tampilkan di blog kami.
Indahnya berbagi!
  
Salam The NEXT Level!

* Coach Ruaniwati:
-          Pelatih bisnis yang telah makan banyak asam-garam di dunia Marketing, Branding dan Advertising selama lebih dari 15 tahun.

-          Aktif membantu para womanpreneur dan start-up entrepreneur melalui siaran radio di She 99.6 FM, Mercury 96.0 FM dan aktifitas belajar-mengajar di berbagai kampus terkemuka Surabaya. 

Senin, 04 April 2016

PERTANYAAN YANG EMPOWERING - By: Coach Suwito Sumargo*

 “Kau sudah makan?” tanya Mama. Kalimat itu selalu terucap ketika saya mengunjungi beliau di siang hari. Saya tahu, melalui pertanyaan itu beliau 'mengingatkan', agar saya lebih memperhatikan kesehatan dengan makan pada waktunya. Ya, ketika muda dulu, saya sering mengabaikan jadwal makan siang.
Sebagai owner/pimpinan, kita juga bisa melakukan hal sama, yaitu : bertanya. Misalnya, setiap sore sebelum pulang, kita bertanya : “Besok, berapa setoran ke Mandiri?.  Pertanyaan ini kita lontarkan setiap sore ke staf yang bertugas menyetor ke Bank keesokan harinya. Ini mengingatkan dia akan tugas rutinnya.
Atau, kita bisa menanyakan : “Berapa outstanding kita di BNI?”. Bila pertanyaan ini kita ungkapkan ke staf keuangan setiap Jumat, maka awareness terhadap nilai outstanding akan tetap terjaga. Sadar atau tidak, dia otomatis tahu nilai outstanding. Lalu, apa gunanya?
Pertanyaan-pertanyaan di atas akan membentuk habit dan awareness. Selanjutnya, kita berpeluang mengajak staf kita untuk berpikir ke level yang lebih kompleks.
Misalnya : Bila outstanding kita sudah mencapai 1M, maka kamu harus langsung memberi tahu Sales Manager untuk meningkatkan penjualan dan memberitahu bagian purchasing agar menyetop pembelian, karena keuangan perusahaan sedang gawat.
Pertanyaan-pertanyaan di atas merupakan langkah awal dalam memberdayakan staf kita.
Salam The NEXT Level!

* Coach Suwito Sumargo:
- Memiliki pengalaman membangun Bisnis Keluarga dan franchise otomotif yang sukses selama lebih dari 30 tahun.
- The Winner Supportive Coach of The Year 2014.
- The Winner System Award 2014.
- Telah banyak membantu kliennya mendesain bisnis yang lebih efektif, lean dan lincah serta lebih menguntungkan dengan mengurangi bahkan meniadakan kebocoran-kebocoran dalam bisnisnya.

Kamis, 24 Maret 2016

5 TANDA BISNIS ANDA AKAN PUNAH - By: Coach Humphrey Rusli *

Cerita dan hiruk pikuk demo para taxi melawan Uber, GrabCar dan GoJek di Jakarta sangat santer hari-hari ini. Banyak review dilakukan apakah pemerintah yang salah atau regulasinya yang sudah uzur. Namun sebenarnya hal ini boleh dikatakan tidaklah baru. Cerita bisnis baru menggeser bisnis lama, dan kemudian muncul protes (dari pihak yang tergeser) sangatlah lazim dan sudah sejak awal ‘hukum’nya demikian.
Masih ingatkah, ketika beberapa tahun lalu pemerintah melarang perusahaan plat merah mengadakan meeting dan gathering di hotel berbintang dengan alasan penghematan budget? Apa yang terjadi? Asosiasi perhotelan serta-merta protes dan merasa sangat dirugikan, karena omzet mereka langsung terjun bebas akibat kebijakan tersebut.
Sebenarnya jika kita menilik hal-hal di atas dengan pikiran jernih, siapa yang salah? Siapa yang paling bertanggung jawab atas keberlangsungan bisnis kita? Mengapa kita menyalahkan pihak lain jika memang kita yang gagal mengantisipasi perubahan itu sendiri?
Lalu jika kita ingin mengantisipasi, apanya yang diantisipasi?
Berikut ada 5 tanda yang sangat kuat mengindikasikan bahwa bisnis anda di ujung tanduk, dan jika tidak segera diambil sikap, anda akan tergeser baik oleh kompetitor, kebijakan baru, atau apapun juga.
1.       Hilang atau Pudarnya Nilai Jual
Artinya, bisnis anda yang dulu terkenal karena sesuatu, sudah tidak lagi mengundang konsumen. Contoh jika ada hotel yang terkenal karena muffin-nya atau cake-nya, akhir-akhir ini pembeli muffin dan cake-nya tidak ada atau menurun drastis.
Jika toko anda terkenal kecepatannya dalam melayani, akhir-akhir ini dikomplain atau tidak mampu melayani secepat sebelumnya. Coba silahkan renungkan, apa yang menjadi kekuatan anda awalnya yang sudah tidak lagi menarik konsumen, atau konsumen sudah tidak lagi merasa butuh kekuatan anda itu?
2.       Tidak Adanya Kompetitor yang Setara
Memang siapa yang tidak ingin bisnis monopoli? Tentu semua juga mau, tidak ada kompetitor, setting harga bisa seenaknya sendiri, konsumen mau tidak mau, suka tidak suka harus beli ke anda. Enak bukan?
Namun, justru di sinilah letak resikonya. Bisnis monopolistik tidaklah alamiah, dan apa yang tidak alamiah, tidaklah langgeng.
Atau mungkin, bisnis anda tidak monopolistik, dan ada pesaing-pesaing yang dulunya cukup kuat bermain di pasar yang sama, namun akhir-akhir ini mereka hilang satu per-satu.
Tunggu dulu, jangan cepat-cepat mengasumsikan anda telah menang telak. Karena ada kemungkinan lainnya. Yaitu bidang bisnis anda sudah ditinggalkan oleh kompetitor karena satu dan lain sebab. Prinsipnya: selalu baik untuk memiliki kompetitor yang setara, karena paling tidak kita masih bisa yakin pasarnya masih menggiurkan.
3.       Tergantung Pihak Lain Secara Terus Menerus
Ini yang terjadi di bisnis-bisnis yang mengandalkan kebijakan pemerintah, momen-momen tertentu, hari-hari tertentu, konsumen-konsumen tertentu. Bisnis yang semacam ini tidak akan berlangsung lama dan istilah saya ini adalah bisnis musiman semata.
Yang menjadi rumit adalah jika bisnis musiman ini kebetulan "musim"nya panjang sekali, sehingga perlahan-lahan terlena dan berasumsi, memang bisnis saya ini harusnya seperti ini terus ramainya, terlepas dari musim apapun juga.
Coba direnungkan, kapan waktu yang paling puncak di bisnis anda? Mengapa waktu-waktu tersebut sangat ramai konsumen? Apa yang terjadi bila moment itu 'tidak ada lagi'? Berapa omzet yang tersisa?
4.       Jarang Belajar dan Tidak Ada Waktu Untuk Riset
Ini cukup banyak terjadi di bisnis. Terlalu sibuk mencari uang sehingga tidak ada waktu untuk belajar. Terlalu sibuk mikirkan bagaimana bayar hutang, sehingga tidak ada biaya yang dialokasikan untuk riset, pengembangan produk dan SDM.
Harap diingat, tidak ada yang lebih berkepentingan untuk mengembangkan bisnis anda, selain anda sendiri. Jangan mengandalkan konsumen untuk memberikan masukan dan ide-ide tentang model produk dan jasa apa yang mereka sukai ke depannya. Konsumen sendiri pun tidak tahu dia bakal suka apa di kemudian hari, maka walaupun anda melakukan survey berkali-kali untuk menanyakan kesukaan konsumen, suatu saat konsumen itupun akan meninggalkan anda, karena ada provider baru yang lebih "menyenangkan" dia, lebih dari perusahaan anda mampu berikan.
Silahkan direnungkan, kapan terakhir kali anda secara serius mengembangkan diri dan tim anda?
5.       Kritikus Diberangus
Yang terakhir, dan yang paling krusial adalah, tidak adanya orang yang mampu, atau rela mengkritik anda untuk kebaikan anda dan bisnis anda.
Jika anda meeting dengan anak buah anda, dan tidak satupun mau menyanggah pendapat anda, hati-hatillah, ini termasuk kategori yang ke-5 ini.
Jika anda tidak ada lawan bicara dan diskusi bisnis yang sehat dan terbuka. Ini juga masuk kategori ini. Jika anda punya tim yang lebih rela dianggap pasif daripada aktif dan beresiko dimarahin anda, ini juga hati-hati.
Jika anda punya tim yang berani bicara dan memberikan masukan, namun anda tidak mampu mem-follow up dengan baik, sehingga lama-lama tim anda "malas" memberi masukan lagi. Ini juga termasuk kategori ini.
Singkat kata, siapakah yang bertugas di perusahaan anda untuk terus menerus men-challenge anda? dan apakah anda secara sadar memfasilitasi mereka untuk berpikir kreatif secara berkelanjutan?
Silahkan direnungkan.

Salam the NEXT Level!

* Coach Humphrey Rusli:
-     Pelatih bisnis dengan pengalaman International Marketing selama lebih dari 15 tahun.
-     Pemenang International Coach of The Year 2012 (Australia), 2013 (Beijing) dan 2014 (Jakarta).

- Telah membantu kliennya meraih peningkatan profit dari 20% hingga 2000% melalui sesi-sesi coachingnya.