Hampir mustahil, demikian selalu
jawaban orang yang kita tanyai seperti diatas. Sebenarnya, mengubah
perilaku seseorang itu bukan hal mustahil. Hanya saja, mengubah
perilaku seseorang itu memang tidak mudah.
Tanpa bantuan weker atau alarm, saya
selalu terbangun pada jam 5.30 pagi. Ini terjadi setiap hari, Senin hingga
Minggu. Entah itu hari kerja maupun hari libur. Ini adalah kebiasaan
saya. Apakah kebiasaan bangun pagi saya ini bisa dirubah?
Tentu saja bisa. Bagaimana caranya?
Agar saya bisa bangun lebih pagi atau
lebih siang, saya butuh ‘sesuatu’ sebagai target atau pengingat. Misalnya, ketika saya
tinggal di Jakarta untuk sementara waktu, maka saya tidak perlu bangun jam
5.30. Setelah memikirkan berbagai pertimbangan, saya memutuskan untuk bangun
jam 7.00, karena toh saya baru berangkat kerja jam 8.00.
Untuk mengubah kebiasaan bangun jam
5.30 menjadi jam 7.00, saya menggunakan weker atau alarm yang berbunyi pada jam
6.00 dan sebelum tidur saya menggumamkan kata-kata:”Besok bangun jam 6.00”,
berulang kali. Ini saya lakukan selama 1 minggu atau hingga saya terbangun
dengan sendirinya meskipun pada hari ke delapan weker sudah tidak saya
fungsikan.
Kemudian saya mengubah setelan weker
menjadi jam 6.30 dan sebelum tidur saya menggumamkan kata-kata: ”Besok bangun jam
6.30”, berulang kali. Setelah 1 minggu, saya pun berhasil mengubah kebiasaan
saya, menjadi terbangun secara otomatis pada jam 6.30. Demikian saya lakukan
(secara bertahap) hingga saya bisa terbangun dengan sendirinya pada jam 7.00.
Apa yang bisa kita pelajari dari
cerita diatas?
Kebiasaan seseorang bisa dirubah, tapi
perlu alat bantu (dalam cerita diatas: weker) dan perubahan ini sebaiknya
dilakukan secara bertahap. Perubahan perilaku juga tidak bisa dilakukan secara
mendadak atau besar-besaran. Orang membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan
perubahan. Dan, semakin besar atau mencolok perubahan yang dialami, maka
penolakan pun akan semakin kuat. Perubahan secara gradual akan lebih bisa
diterima.
Hal penting lainnya adalah: Komitmen
dan Disiplin. Komitmen dimulai dengan kesungguhan kita untuk mau berubah. Dan disiplin akan
terbentuk kemudian, bila kita memang sungguh ingin memiliki kebiasaan baru.
Perilaku seseorang hanya bisa berubah
bila yang bersangkutan memang sungguh-sungguh mau berubah. Jadi harus punya komitmen atau niat
yang kuat. Disinilah masalahnya! Orang enggan mengubah perilaku, terutama
karena dia atau mereka sudah atau sedang berada di zona nyaman. Mereka hanya
akan berubah, bila mereka menemukan (jaminan) adanya zona nyaman yang baru.
Dengan kata lain, mereka menginginkan reward,
sebagai iming-iming agar mereka mau berubah .
Perilaku yang buruk seringkali terjadi
sebagai akibat perlakuan-perlakuan yang dialami sebelumnya. Sering terlambat
masuk kerja, mungkin hanya akibat dari rangkaian kejadian sepanjang pagi hari.
Seorang perempuan mengaku sulit hadir
tepat waktu di tempat kerja, karena ternyata dia tidak bisa mendelegasikan
pekerjaan-pekerjaan
ke-rumahtangga-an yang harus dilakukannya sendiri, setiap pagi. Setelah digali
lebih dalam, perempuan yang cenderung perfeksionis ini, selalu tidak puas bila
pekerjaan-pekerjaan di rumah dilakukan oleh orang lain.
Agar dia bisa berubah, maka dilakukan
pemilahan: pekerjaan mana saja yang dianggap paling kurang penting. Kemudian,
dia memilih siapa-siapa yang dipercaya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan
tersebut. Ada yang dikerjakan ibunya,
ada yang dikerjakan anaknya dan ada pula yang dikerjakan suaminya. Semua
berusaha ‘belajar’ sesuai dengan arahan si perempuan ini. Selang sebulan, si
perempuan sudah bisa hadir selalu tepat waktu.
Perempuan ini mau berubah, setelah dia
meyakini bahwa bila semua orang di rumah bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan
ke-rumahtangga-an dengan baik, maka dia akan menjadi perempuan yang terpuji dan
bijak.
Dalam dunia bisnis, Anda
pun juga bisa melakukannya: mengubah perilaku buruk diri sendiri dan orang lain (misal: karyawan Anda). Lalu mana yang lebih penting menurut
Anda, mengubah perilaku diri sendiri atau orang lain?
0 komentar:
Posting Komentar