By: Humphrey Rusli*
(10 Agustus 2013, 00:10am) - "Tantangan terbesar dari para Entrepreneur adalah
terbatasnya ketersediaan rekan bertukar pikiran
(brainstorm partner) untuk meningkatkan kapasitas pribadi dan kualitas reaksi akan
setiap permasalahan ataupun kesempatan yang muncul dihadapannya."
Sudah menjadi keharusan bagi seorang entrepreneur untuk memiliki mimpi yang besar ketika memulai usaha,
atau bagi ahli waris untuk memiliki mimpi lebih tinggi dari penerusnya. Sayangnya, survey menyatakan sebaliknya, 80% bisnis di dunia ini tidak mampu
mencapai usia kelima. Dan hanya 4% yang dapat mencapai usia kesepuluh. Itu berarti, 96% bisnis gugur sebelum mencapai
umur satu dekade.
Banyak faktor yang mendasari fenomena
ini, namun apabila ditarik benang merahnya, permasalahan utama terbanyak
terletak pada ketidak mampuan entrepreneur untuk mengambil tindakan dan
memberikan reaksi yang tepat untuk setiap issue
yang dihadapinya. Kesalahan membuat keputusan akan menimbulkan reaksi berantai
yang tidak saja berpotensi menimbulkan masalah-masalah baru. Lebih parah lagi, membuat banyak
kesempatan emas di depan mata hilang karena tiadanya waktu dan energi untuk
menggarapnya.
Problem Solving Vs Empowerment
Problem Solving Vs Empowerment
Secara global, proses penyelesaian
masalah bisnis bisa diselesaikan dengan 2 cara pendekatan.
Pendekatan pertama yang sering dilakukan adalah apa yang disebut "Problem Solving" atau pemecahan langsung akan masalah yang timbul atau dirasakan mengganggu entrepreneur. Secara sederhana, hal ini dimulai dengan timbulnya gejala yang kurang diinginkan, seperti menurunnya profit, kehilangan pelanggan, ketidakpastian delivery atau kacaunya proses produksi suatu usaha. Atas gejala-gejala tersebut entrepreneur akan berusaha memecahkan sendiri (lazimnya demikian) sebelum mencari bantuan pihak luar, mulai dari non formal assistance seperti berdiskusi dengan teman, mencari pendapat dari pemilik usaha sejenis, bergabung dengan organisasi, sampai ke pilihan menggunakan jasa profesional.
Pendekatan pertama yang sering dilakukan adalah apa yang disebut "Problem Solving" atau pemecahan langsung akan masalah yang timbul atau dirasakan mengganggu entrepreneur. Secara sederhana, hal ini dimulai dengan timbulnya gejala yang kurang diinginkan, seperti menurunnya profit, kehilangan pelanggan, ketidakpastian delivery atau kacaunya proses produksi suatu usaha. Atas gejala-gejala tersebut entrepreneur akan berusaha memecahkan sendiri (lazimnya demikian) sebelum mencari bantuan pihak luar, mulai dari non formal assistance seperti berdiskusi dengan teman, mencari pendapat dari pemilik usaha sejenis, bergabung dengan organisasi, sampai ke pilihan menggunakan jasa profesional.
Jasa profesional ini
bermacam-macam,
ada yang berbasis "mentoring" yaitu dimana
seorang mentor biasanya memiliki pengalaman nyata serupa dan telah lebih dahulu
berhasil menemukan solusi akan permasalahan tersebut. Seorang mentor wajib
memiliki technical background dan pengetahuan yang sama dengan
"mentee" atau pihak yang
menggunakan jasanya. Lebih bagus lagi apabila
sang mentor masih aktif di bidang
bisnis yang sama.
Ada pula
jasa profesional yang
berbasis "consulting", dimana pendekatan
yang dipakai adalah cara pikir logis-deduksi serta pemaparan skema solusi
yang sudah terbukti secara empiris berhasil membantu pengusaha dibidang lainnya
dalam memecahkan masalah serupa. Fleksibilitas dengan pendekatan "consulting" lebih tinggi
dibandingkan “mentoring”
sehingga bisa digunakan lintas bisnis. Namun karena landasan berpikirnya dari data empiris,
sehingga banyak konsultan menambahkan jasanya agar dapat dipakai dan dieksekusi
ke dalam bisnis secara spesifik (tailor
made). Hal ini sudah menjadi praktek umum di dunia konsultasi.
Lalu dimana peran
dan sumbangsih coaching dalam membantu
entrepreneur dalam memecahkan masalah-masalah
bisnis
serta mengambil sikap (memilih pola pikir sesuai dengan masalah yang dihadapi) pada setiap
keputusannya?
Pendekatan kedua dalam pemecahan
suatu masalah bisnis adalah melalui proses empowerment. "Empowering" adalah kata kunci di
dunia business coaching. Kata ini mempunyai
makna: memberdayakan entrepreneur. Apa yang
diberdayakan dan
bagaimana prosesnya?
Coaching mempunyai cara yang
berbeda dengan consulting. Consulting bersifat eksternal artinya memberikan
suntikan ilmu baru, jawaban baru, teknologi baru, terobosan baru, trik menjual
baru, yang sering bersifat universal. Sedangkan coaching lebih bersifat internal, yaitu lebih
pada memfasilitasi entrepreneur dalam menciptakan cara
sendiri, menemukan terobosan sendiri, menentukan jalan sendiri serta mengkombinasikan
kemungkinan-kemungkinan solusi sendiri dan sangat kondisional.
Jika sifat
pemahaman mengenai consulting bergerak dari generic ke specific (imploratif), maka coaching bergerak sebaliknya
dari specific ke pemahaman generic (eksploratif). Jika
consulting lebih ke problem-focused dan pengambilan
tindakan korektif,
maka coaching
lebih
kepada membangun "kekuatan dan ketajaman" pola pikir dan pengambilan
sikap entrepreneur. Dengan
demikian,
dalam mengatasi masalah pada
akhirnya entrepreneur
dapat
mengkoreksi sendiri atau mengambil tindakan lain yang dianggap lebih baik.
Jika consulting melibatkan ahli
teknis dibidang tertentu untuk ikut memberikan advis dan mempengaruhi keputusan
entrepreneur, coaching hanya akan
melibatkan ahli teknis ketika entrepreneur sudah mengambil
tindakan dan keputusannya, sehingga ahli teknis bersifat supportive semata.
Jika consulting cenderung fokus ke short-term and quick gain (fix), sebaliknya coaching
lebih
fokus ke long-term and sustainable gain.
Jika consulting tidak terlalu
menitikberatkan ke pola pikir dan kebiasaan atau sifat berbisnis entrepreneur, maka coaching sangat menitikberatkan
dan menomorsatukan hal ini.
Hasil atau value coaching yang tertinggi terletak
pada independensi
atau kemerdekaan entrepreneur dalam menentukan
sikap serta pemahaman yang mendalam akan proses pemecahaan suatu masalah, hal
ini karena proses pembentukan solusi berangkat dari akar masalah secara
mendalam. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa: ketika proses coaching berhasil, entrepreneur akan mampu
menyelesaikan masalah dan mengambil sikap yang tepat untuk masalah yang kurang
lebih sama, bahkan untuk masalah-masalah
baru yang belum pernah ditemui sebelumnya, entrepreneur akan mampu menemukan
"jalan
keluar" sendiri tanpa terlalu tergantung dengan Coach lagi!
Inilah proses empowerment atau pemberdayaan
yang ditawarkan dalam proses coaching. Menjadi juara
sejati dalam dunia entrepreneur berarti mampu
mengolah diri sendiri dan pola pikir secara handal dan konsisten sehingga dapat
mendayaoptimalkan segenap potensi dan kesempatan bisnis sekecil apapun. Sudah
siapkah anda menjadi juara
di bisnis
anda?
*Tulisan ini dibuat pada ketinggian 10.000 meter diatas permukaan laut,
dalam sebuah perjalanan mengikuti Konferensi Coaching tingkat dunia di Berlin.
0 komentar:
Posting Komentar