Humphrey Rusli |
Mengapa mereka
tetap menanyakan pentingnya memilki ketiga hal tersebut, sedangkan mereka sudah
memilikinya? Bahkan sebagian diantara mereka sudah sempat menyewa jasa
konsultan berkelas, untuk
membantu memformulasikan arah perusahaan yang dituangkan ke visi, misi dan goal. Setelah saya pertajam pertanyaan mereka,
ternyata pertanyaan
mereka bukan dilandasi oleh ketidak-tahuan akan pentingnya memiliki hal-hal tersebut,
namun lebih ke seberapa efektifkah visi, misi, dan goal perusahaan
bisa ‘merangsang’ seluruh
jajaran organisasi dan terutama di level tinggi (Top Tiers Management level)
untuk mendorong laju perusahaan ke arah yang telah
ditetapkan tersebut.
Mengapa
pertanyaan ini muncul? Hal ini tidak lain disebabkan oleh seringnya visi, misi, goal perusahaan
hanya sebatas kata-kata
indah dan canggih. Saya tidak anti terhadap visi, misi, dan goal yang
menggunakan kata-kata
yang indah. Justru
ini akan membantu menginsiprasi para pelaksana di lapangan. Namun sungguh
disayangkan bahwa visi,
misi, dan goal perusahaan jarang ber-sinergi atau kurang sinkron dengan values
(nilai-nilai dasar) dan beliefs system
(apa yang dianggap mungkin) dari para executives
perusahaan.
Kalaupun
terjadi kesepahaman antara pembuat visi perusahaan dan pelaksana (Executor),
biasanya akan sepakat secara ‘logika’ semata.
Disinilah terletak tantangan terbesarnya. Mampukah C-Level people (pembuat
kebijaksanaan) mengajak dan menginspirasi secara sistemik tim inti mereka untuk
menyokong arah tujuan
perusahaan? Dan
kalaupun bisa, bagaimana caranya dan skill apa yang harus dimiliki oleh para
petinggi-petinggi perusahaan?
Saya percaya
bahwa pendekatan yang paling efektif adalah dengan mempertajam kedua sisi
secara kongruen. Sisi pertama
adalah membuat visi,
misi dan goal yang
berkualitas. Artinya visi
dan misi harus mampu
untuk mengajak, menginspirasi dan menantang (engaging, inspiring and challenging)
tim di organisasi tersebut ke dalam sebuah perjalanan panjang (a
journey).
Sedangkan goal haruslah
memiliki tingkat detail tinggi, terukur secara baik, dan tentu saja memiliki deadline
atau tenggat waktu. Sisi pertama ini, walaupun sangat penting, namun sudah
banyak artikel, buku, dan nara sumber lain yang secara mendalam membahas cara
dan teknik pembuatannya. Saya tidak akan terlalu memperdalam lagi di sini.
Sisi kedua adalah melibatkan secara
holistik, nilai-nilai penting dan
budaya personal dari eksekutornya. Untuk mengoptimalkan sisi kedua ini,
para pemangku kepentingan di C-level management membutuhkan penguasaan
sebuah skill yang berlandaskan
kedewasaan, keterbukaan, dan kepercayaan dari anak buahnya. Skill
ini biasanya disebut dengan
coaching skill.
Dengan pendekatan coaching
ini, para eksekutor akan memiliki akses untuk mengoptimalkan potensi mereka,
menginternalisasikan,
dan menyelaraskan objektivitas pribadi dan perusahaan.
Hal ini sangat penting untuk membuat mampu para eksekutor
dalam mendorong perusahaan kearah yang telah ditentukan.
Menurut The
Chartered Institute of Personal and Development (CIPD: sebuah lembaga profesional
terbesar di Eropa yang memfasilitasi networking dan pengembangan Human
Resource Skill),
teknik coaching
telah menjadi media yang sangat digemari untuk mensupport pengembangan pribadi executive. Salah
seorang ahli juga mendefinisikan coaching
sebagai teknik untuk mengembangkan ilmu dan ketrampilan seseorang (executives)
sehingga performa pekerjaan mereka meningkat dan memperbesar kemungkinan
pencapaian sasaran organisasi.
Terminologi coaching
pertama kali dipakai di dunia olah
raga, seperti tinju, golf, renang, bulu tangkis,
dan sebagainya. Objektivitas utamanya adalah untuk membantu atlet-atlet berprestasi
terbaik untuk mampu mengaktualisasikan seluruh kemampuan mereka secara optimal.
Di dalam dunia organisasi dan bisnis, konsep yang sama juga digunakan. coaching
dipakai untuk membantu individual yang sudah berprestasi agar lebih
meningkatkan efektifitas bekerja dengan cara mengeksplorasi dan
mengaktualisasikan potensi tertinggi setiap individu.
Survey
membuktikan bahwa peningkatan efektifitas
bekerja dalam suatu organisasi akan meningkat sebanyak 22%
setelah sebuah organisasi men-training-kan executivesnya. Namun apabila training
tersebut ditambahkan dengan individual coaching pada setiap individunya,
efektifitas bekerjanya meningkat menjadi 88% dibandingkan sebelumnya.
Nah, sudah
siapkah anda membawa perusahaan dan diri anda sendiri “to be the best you
can be”?
*Ditulis oleh : Humphrey Rusli
•Chief
Operating Officer (COO) SEA Corp.
•Certified
Business & Executive Coach
•Member
of International Coach Federation (ICF)
0 komentar:
Posting Komentar