business-forum

coaches

More Video! Visit : BARACoaching Channel on Youtube

Jumat, 10 Januari 2014

CEO PowerLunch - KOMBINASI CEO DAN COACH HASILKAN BISNIS ‘SEGAR’


Rabu (18/12/13), SEA Corp. (ActionCOACH East Java & Bali) kembali mengadakan forum ‘CEO PowerLunch’ di Hotel Sheraton Surabaya. Acara yang bertajuk “CEO as A Great Coach” ini menghadirkan Humphrey Rusli, selaku pembicara sekaligus Chief Operating Officer (COO) SEA Corp.
Dalam forum yang dihadiri oleh para CEO dan owner bisnis ini, coach Humphrey bertutur bahwa tema CEO as A Great Coach didesain karena banyak CEO yang masih mengerjakan tugas-tugas harian (bersifat taktik dan praktikal). Dia belum sadar, bahwa tugas CEO bukan pelaksana, melainkan sebagai kapten untuk mencapai target jangka panjang.
“Lalu mengapa coaching? Karena pada prakteknya coaching bukan memerintah, namun lebih bersifat memberdayakan anak buah, sehingga mereka bisa mengoptimalkan kemampuannya. Seorang CEO yang baik akan membantu mengeluarkan belief bahwa anak buahnya punya kemampuan, sehingga mereka akan termotivasi dan melakukan yang terbaik,” papar coach Humphrey
Selanjutnya international business coach ini menyebut, survey membuktikan bahwa efektivitas kerja mengalami kenaikan sebesar 22% setelah dilakukan training karyawan pada beberapa perusahaan. Namun, efektivitasnya akan naik sebesar 88%, jika dicombine dengan coaching. Sayangnya, selama ini sebagian besar CEO mengalami kesulitan untuk menjadi seorang ‘coach’ yang hebat. Selain tidak memiliki kesamaan visi dengan tim, kendala tersebut berasal dari kebiasaan CEO yang suka memerintah, bukan memberi pertanyaan dan memotivasi anak buahnya.
“Sering CEO merasa lebih tahu dan senior dari timnya, sehingga yang ada budaya memakai parameter ‘saya’, bukan parameter dari anak buah. Para CEO terbiasa untuk lebih mendengar pendapat diri sendiri,” tambah coach Humphrey.
Dalam kesehariannya, top #1 International Business Coach Juli 2013 ini telah melatih dan menjadi pendamping ratusan owner bisnis untuk mencapai sukses. Jadi materi yang diberikan juga bukan hanya teori semata, namun lebih pada pengalaman dan praktek yang dihadapi di lapangan. Beberapa hal yang didiskusikan dalam forum ini, mulai dari teknik mencoaching, seni bertanya, memotivasi tanpa memerintah, proses mengoptimalkan SDM, sampai bagaimana mempersiapkan CEO ke level berikutnya untuk menjadi better CEO.
“Intinya, hal yang yang menjadikan anda sukses menjadi CEO sekaligus coach adalah bukan pada apa yang anda tahu, tapi apa yang anda lakukan dengan apa yang anda tahu,” tegas coach Humphrey di akhir acara.

Pendapat para CEO :
1.       Hermanto – CENTRAL TECHNIC
Materi yang diberikan cukup bermanfaat. Saya sependapat dengan coach Humphrey bahwa konsep coaching dalam satu perusahaan itu tidak harus dengan memberi perintah, namun lebih pada memancing anak buah kita untuk termotivasi mencoba sendiri dan mengoptimalkan kemampuan mereka.
Sejauh ini saya sudah menerapkannya, meskipun terbentur pada beberapa kendala, seperti budaya yang belum terbentuk dan ketidaksiapan anak buah. Sehingga kadang saya juga masih harus mengerjakan hal-hal yang bersifat operasional.

1.       Kris Dwiantoro – PT. NISRINA INDONESIA
     Menurut saya, perusahaan bisa menerapkan budaya coaching, apabila timnya sudah mahir, baik dalam skill maupun knowledge. Kalau belum, maka harus melalui proses training terlebih dahulu. Kebetulan, di perusahaan saya ada semacam training centre untuk para kader baru. Hal ini agar mereka paham bagaimana bermain dalam bisnis yang kita jalankan, sekaligus memaksimalkan kekuatan mereka.
Inti dari CEO as a great coach adalah bagaimana kita sebagai pemimpin sekaligus menjadi pelatih, dimana yang bermain dalam bisnis adalah tim. CEO bertindak sebagai pengendali, meluruskan tim ketika ‘jalan’nya mulai kurang terarah.



Selasa, 24 Desember 2013

Business Mastery - BEDAH 3 MODEL RAJA PASAR DUNIA



Setiap pengusaha pasti ingin mendominasi pasar dan memiliki pangsa terbesar dalam dunia bisnis. Sayangnya, masih banyak yang belum paham bagaimana caranya menjadi market leader. SEA Corp. (ActionCOACH East Java & Bali) melalui Business Mastery Forum membedah langkah-langkah dan bekal apa saja yang harus dimiliki seorang market leader. Forum bertajuk “Discipline of Market Leader” ini menghadirkan pembicara Suwito Sumargo, finalis Rookie Coach of The Year 2013.
Coach Suwito berkata, discipline of market merupakan upaya yang dilakukan secara terus-menerus (konsisten) dan fokus, untuk menguasai pasar bisnis.
 “Banyak owner yang selama ini tidak sabar dan telaten dalam proses menjadi market leader. Dengan mengikuti forum ini, harapannya para owner mulai mempersiapkan diri agar terbiasa berpikir fokus. Karena untuk menjadi market leader itu tidak bisa langsung instant atau seketika, namun melalui proses yang panjang dan perlu kedisiplinan diri,” jelas coach Suwito dalam acara yang berlangsung Jum’at (06/12/13) ini.
Dalam surveynya, Michael Treacy dan Fred Wiersema menyebut, ada 3 model pengoperasian yang selalu ditemukan pada ‘jagoan’ pasar bisnis. Yang pertama, operational excellence (cost leadership/best total cost). Kunci pada model ini tidak harus selalu dengan memberikan harga yang lebih murah, tapi terletak pada biaya operasional yang dibuat seminimal mungkin.
“Tapi tidak semua produk bisa dibuat dengan menggunakan model ini. Aturannya, jika macam atau jenis produknya banyak, jelas costnya tidak bisa murah. Selain itu dibutuhkan cara kerja yang sangat konsisten dan kerjasama tim yang solid dan kokoh. Dengan begitu, tidak perlu ada yang namanya mengulang pekerjaan dan membuang waktu, sehingga biaya produksi bisa ditekan,” tegas coach Suwito.
Model kedua, product leadership (best product), yaitu terus-menerus menghasilkan produk baru. Produk yang dihasilkan bukan hanya bersifat innovatif, namun juga dengan kualitas terbaik.
“Kunci dari model ini adalah talent. Kemampuan untuk berpikir ‘out of the box’ dan peka terhadap keinginan market, baik sekarang maupun ke depan. Keberhasilan produk juga harus didukung dengan promosi.”
Selanjutnya, customer intimacy (best total solution). Fokus pada model ini adalah kedekatan dengan konsumen. Memberikan pelayanan penuh untuk mendapat kepercayaan konsumen. Biasanya yang melakukan hal ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa, seperti bank dan asuransi.
Di akhir acara, coach Suwito memaparkan, bahwa owner bisnis tidak mungkin menguasai ketiganya sekaligus. Minimal salah satu atau maksimal dua diantara tiga aspek disiplin di atas.

Kamis, 12 Desember 2013

HR FORUM - SEPULUH RAMBU-RAMBU REKRUITMENT

Karyawan merupakan aset penting dan sumber daya utama bagi perusahaan. Dia bisa membawa keuntungan, bahkan mendongkrak bisnis mencapai puncak. Itu mengapa proses recruitment menjadi satu hal important, yang harus dipahami oleh seorang owner bisnis.
Agar owner bisnis punya bekal dalam merekrut dan mendapatkan karyawan yang sesuai , SEA Corp. (ActionCOACH East Java & Bali) mengadakan acara Human Resource Forum bertajuk “10 Hiring Mistakes”, Jum’at (22/11/13). Sebuah forum yang mengupas kesalahan apa saja yang biasa terjadi ketika merekrut karyawan baru. Suwito Sumargo, sebagai pembicara berkata, penting bagi owner bisnis mengikuti acara ini.
“Saya ingin owner bisnis paham, bahwa kesalahan kecil saat menghire karyawan itu sering dilakukan. Padahal itu sebenarnya tidak perlu terjadi. Karena karyawan sangat penting keberadaanya buat perusahaan, maka jangan sampai kita mendapat orang yang tidak sesuai dengan posisi dan pekerjaannya,” tegas coach Suwito.
Kesalahan pertama yang biasa dilakukan owner bisnis dalam proses recruitment karyawan adalah menghire ‘diri sendiri’ (hiring yourself). Para owner seringkali merekrut karyawan yang terlihat punya karakter sama dengan pemilik perusahaan.
“Kemiripan karakter seringkali menjadi kelemahan bagi owner. Padahal, meskipun dengan background dan karakter yang sama, belum tentu hasil kerja dan pemikirannya juga sama,” tutur coach Suwito.
Lebih jauh, coach Suwito menegaskan, pemilik bisnis harus bersikap fair pada karyawannya. Jadi ketika ia menginginkan satu hal positif dilakukan karyawannya, maka dia harus mengawali dalam melakukannya.
Kedua, fast food hiring, yaitu merekrut hanya pada saat membutuhkan. Di waktu ini, seringkali para owner tergesa dan asal-asalan menerima karyawan. Karena berada pada kondisi ‘kepepet’, mereka jadi terjebak dalam kondisi serba instant (fast food).
Pada poin ini, coach Suwito membagikan tips bagaimana para owner bisa langsung mendapatkan seorang karyawan yang diinginkan pada saat urgent atau benar-benar membutuhkan.
“Proses recruitment baiknya sering dilakukan pada saat kita tidak sedang membutuhkan mereka. Daftar kandidat yang memenuhi kualifikasi, baru dipanggil lagi ketika perusahaan sangat membutuhkan posisi yang tepat untuk kandidat itu. Intinya, di waktu yang ‘kepepet’ kita tidak perlu lagi melakukan proses recruitment,” jelas pria yang juga owner GBT Laras Imbang ini.
Kesalahan berikutnya, hiring the resume, not the person. Hati-hati terhadap ‘jebakan’ resume adalah inti pada poin ini. Jadi ketika merekrut, jangan hanya mengandalkan Curriculum Vitae (CV). Ketika interview juga usahakan jangan terpaku dengan melihat resume. Kandidat yang berpotensi adalah mereka yang bukan hanya cerdas, tapi inovatif dan kreatif.
Keempat, interviewing on autopilot. Poin ini berhubungan dengan seberapa sering anda merekrut karyawan. Sebaiknya jangan terlalu sering, karena nantinya proses rekruitment akan berjalan otomatis dan asal-asalan. Hal ini bisa menghilangkan kepekaan anda untuk memilih kandidat yang sesuai dengan perusahaan.
“Hindari autopilot, karena kita butuh human sense,” tambah coach Suwito.
Kelima, lazy references checking. Sebelum memutuskan untuk menerima kandidat, ada baiknya anda menghubungi rekan yang pernah bekerja sebelumnya dengan kandidat. Dengan begitu anda bisa tahu bagaimana mereka bekerja serta sifat dan tingkah laku, yang bisa dijadikan acuan ketika kelak mereka bergabung dengan perusahaan kita.
Poin berikutnya, freezing out your team. Usahakan melibatkan tim saat proses hiring. Akan lebih baik, jika nantinya tim itu yang akan terlibat langsung dengan kandidat.
Kesalahan yang juga biasa terjadi adalah only hiring outside – or inside. Di beberapa perusahaan, para owner hanya merekrut orang-orang dari internal perusahaan untuk menjabat posisi baru. Hal ini karena owner sudah mengetahui bagaimana attitude serta karakter mereka. Selain itu, culture yang dimiliki sang karyawan sudah sama dengan culture perusahaan. Padahal, diperlukan juga merekrut orang luar untuk membentuk budaya baru, sehingga perusahaan akan lebih beradaptasi dan welcome terhadap perubahan.
“Namun jika hanya merekrut pihak luar saja juga tidak baik, karena culture perusahaan dan proses bisnis yang sudah terbentuk bisa berubah, bahkan berantakan. Itu mengapa, harus ada kombinasi antara keduanya. Diperlukan orang luar, agar yang di dalam ini tidak kaku dan statis. Sebaliknya, diperlukan pihak dalam, untuk mempertahankan budaya perusahaan yang sudah terbentuk.”
Selanjutnya, when it’s all about the money. Pada saat merekrut, jangan semata-mata karena uang. Buat perhitungan dulu sebelumnya. Apa yang dia dapat, harus seimbang atau sesuai dengan apa yang berikan kepada kita.
Terakhir, letting it fester. Jauhkan pekerja yang buruk dan berpengaruh negatif pada perusahaan anda.
“Pengaruh negatif di sini bukan hanya yang punya attitude yang buruk saja, namun juga pekerja yang terlalu potensial, sehingga gap dengan perusahaan jauh,” tegas coach Suwito lagi.

CEO PowerLunch - KUPAS STRATEGI JITU ‘BERTARUNG’ MELAWAN RAKSASA

Dalam dunia bisnis, seorang owner dituntut untuk terus belajar dan menemukan strategi agar bisa eksis dan memenangkan persaingan bisnis. Salah satu lawan bisnis yang sulit ditaklukkan adalah perusahaan-perusahaan raksasa yang sudah kuat posisinya dalam dunia bisnis. Meskipun begitu, mereka masih punya kekurangan, dan bukan mustahil, kita bisa masuk melewati ‘celah’ yang lemah itu lalu muncul sebagai pemenang.
Itulah inti dari acara CEO Power Lunch yang diadakan oleh SEA Corp. (ActionCOACH East Java&Bali) di Kahuripan Room, hotel Sheraton Surabaya (20/11/13). Dalam acara yang diikuti oleh para owner bisnis ini, Humphrey Rusli (COO SEA Corp.), selaku pembicara memberikan edukasi bisnis bertema “Killing the Giant”. Hal-hal apa saja yang menjadi kelemahan perusahaan besar (giant) dan bagaimana strategi yang bisa diambil agar bisa sejajar, bahkan memenangkan persaingan dalam menarik arus pasar.
“Dibanding dengan perusahaan yang lebih kecil, perusahaan raksasa atau giant terlalu bersifat birokrasi, sehingga prosedurnya lebih lambat, karena mereka punya step-step yang baku. Selain itu kelemahan mereka adalah pada informasi market. Bila perusahaan kecil tahu kein ginan pasar melalui suara konsumen secara langsung, maka untuk si giant yang skala marketnya luas, mereka tidak mungkin lagi mendengarkan satu persatu keinginan konsumennya. Yang mereka dengar adalah informasi berdasar opini atau asumsi, yang dibentuk dengan melihat hasil polling atau survey market,” papar Humphrey terkait beberapa kelemahan yang dimiliki perusahaan raksasa.
Lebih lanjut, business coach yang akrab disapa coach Humphrey ini menyampaikan beberapa strategi yang dilakukan agar kita bisa memenangkan persaingan dengan mereka. Yang pertama, mempunyai keunikan yang kuat pada produk dan jasa yang kita hasilkan (creating strong niche). Poin ini memang sulit, mengingat kita harus tahu apa yang membuat konsumen tertarik untuk datang dan memakai produk kita.
“Saat ini sangat sulit menemukan niche, karena kebanyakan para owner hanya fokus pada pendapatan atau uang semata. Jadi, ketika bisnis ramai, mereka sudah tidak terlalu memusingkan keunikan apa yang menjadi daya tarik bisnis mereka,” tutur coach Humphrey.
Strategi selanjutnya, yaitu be the expert. Ada beberapa media yang bisa digunakan, untuk menunjukkan seberapa professional anda. Selain media online dan offline, event semacam pameran dan seminar, juga bisa menjadi ajang menunjukkan seberapa jauh kompetensi bisnis anda.
Selain itu ada juga poin winning on speed, seek and destroy, last minute winning, polarize (on purpose), seize the microphone, dan strategi being ugly-beautifully.
“Yang dimaksud dengan being ugly-beautifully disini memiliki kemampuan untuk berseberangan dengan mainstream. Make it irrelevant for the giant to fight you. Tapi dari buruk atau berseberangan inilah, justru yang menjadi kekuatan kita untuk menjadi beda dan nomor satu. Ada poin penting yang harus diingat bila anda menjalankan strategi ini. Pertama, perusahaan anda harus di posisi atau level yang kuat juga untuk menghadapi kemungkinan terburuk yang terjadi, seperti ketika konsumen tidak ada yang tertarik dengan produk anda. Kedua, anda dituntut untuk terus mencoba dan mencari peluang yang bisa mendaya ungkitkan produk anda menjadi sesuatu yang beda,” tegas pria friendly ini.
Di sesi terakhir, coach Humphrey berharap, para owner bisnis yang mengikuti acara ini bukan sekedar bisa menyerap pembelajaran yang diberikan untuk kemajuan bisnis mereka. Namun ke depan, bisa mensharingkan apa yang mereka dapat kepada tim bisnis, dan orang-orang di sekitar mereka.

Pendapat para CEO :
1. Feny Liana – ATHALIA
Selain gaya penyampaian yang mudah diterima, forum ini hidup karena pesertanya juga aktif bertanya. Sehingga komunikasi lebih pada dua arah.
Menurut saya, tidak perlu menjadi giant untuk mencapai kesuksesan bisnis. Karena perusahaan raksasa juga punya celah dan kelemahan dalam bisnisnya. Poin pentingnya adalah bagaimana kita menciptakan sesuatu yang unik, sehingga bisa terlihat berbeda dan merebut keinginan pasar.

2. Roy Adiputra - CV. Daya Prima Sinergi
Menjadi giant belum tentu dia expert di segala hal. Seperti ungkapan ‘kecil-kecil cabe rawit’, pada kenyataannya perusahaan kecil pun bisa mengalahkan perusahaan raksasa, asal tahu strateginya, berpikir, dan terus mencoba hal baru dan berbeda yang menjadi nilai tambah.
Selain penjelasannya yang mudah dimengerti, forum CEO PowerLunch juga memberi banyak manfaat dan pengetahuan buat saya.

Senin, 02 Desember 2013

BOOK CLUB - HASNUL TEKANKAN KETERBUKAAN DAN JUMP OUT OF THE BOX


Berbicara tentang sosok leader dalam sebuah bisnis, memang tidak ada habisnya. Setelah menyorot dinamika kepemimpinan dalam budaya hierarki Indonesia, kini SEA Corp. (ActionCOACH East Java&Bali) membedah buku seorang Hasnul Suhaimi, CEO PT. XL Axiata berjudul “Everyone Can Lead”. Buku yang bercerita tentang konsep kepemimpinan dan perjalanan hidup Hasnul ini, didiskusikan dalam forum ‘Book Club’, Jum’at (15/11/13) lalu. 

“Buku ini sangat menarik, karena selain berisi perjalanan hidup yang menginspirasi, si pengarang juga menjadi saksi terjadinya pergeseran fundamental dalam dunia bisnis telekomunikasi,” kata Suwito Sumargo, selaku pembicara dalam acara ini.

Lebih lanjut, pria yang akrab disapa coach Suwito ini bertutur, Hasnul adalah seorang pemimpin yang tidak terduga sebelumnya. Dia merupakan cerminan bahwa tidak setiap orang dilahirkan menjadi pemimpin, tapi setiap orang punya peluang untuk menjadi pemimpin, dengan step-step yang diperoleh dari pembelajaran, pengalaman, dan latihan yang terus menerus.

Ada 5 prasyarat utama menjadi pemimpin yang dipaparkan Hasnul dalam buku ini. Pertama, fisik yang sehat dan berwibawa. Menurut Hasnul, penampilan fisik mempengaruhi persepsi orang lain tentang diri kita. Meskipun begitu, ayah dua anak ini tetap menegaskan, hal lain yang lebih penting dari kondisi fisik, yaitu kemampuan dan ketangguhan dalam melakukan pekerjaan. Menjaga kesehatan dengan olahraga dan pola hidup teratur, serta selalu menjaga penampilan, merupakan tips yang diberikan Hasnul.

Setelah fisik, syarat kedua berhubungan dengan intelektualitas. Pemimpin dengan intelektualitas tinggi akan mudah menyerap dan memahami pengetahuan yang diterimanya, serta mampu menerapkannya ke dalam tindakan lebih terarah. Intelektualitas tinggi juga bisa memungkinkan seorang pemimpin untuk berpikir secara jump out of the box dan meningkatkan kemampuan diri sebagai leader.

“Dalam perjalanannya, Hasnul terus mengasah kemampuannya, sharpening his blade, baik yang sudah terlihat maupun yang belum terlihat, secara formal maupun non formal,” tutur coach Suwito.
Ketiga, kemampuan emosional (soft skill) yang dibagi menjadi kemampuan individu (personal) dan sosial. Kemampuan emosional bukan hanya tergantung dari intelektualitas seseorang. Lebih jauh, kemampuan ini juga dipengaruhi oleh kesanggupan leader dalam mengembangkan diri, hingga bisa menangkap pesan dari fenomena yang ada di sekitarnya. Beberapa cara yang bisa dilakukan, diantaranya dengan keterbukaan, kemampuan mengendalikan diri, serta menjauhkan diri dari sifat pasrah atau terima jadi.

“Sebagai pemimpin, Hasnul selalu terbuka untuk menyerap informasi di sekitarnya. Dia punya prinsip lo jual gue beli. Artinya mau belajar dari apa saja, dan tidak malu bertanya,” tegas coach Suwito.
Berikutnya kemampuan sosial, yaitu kecakapan pemimpin dalam menyesuaikan diri dengan orang, kelompok, maupun lingkungan baru. Hal ini termasuk kesanggupan menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Sebagai seorang leader, selain tegas, Hasnul dikenal sebagai pemimpin yang humble dan membumi (touch the ground).

 Di akhir acara, coach Suwito berharap, dengan mengikuti acara ini, peserta bisa lebih terinspirasi dan semangat untuk menjadi sosok pemimpin yang baik.
“Hasnul itu sosok pemimpin yang kuat pada tim buildingnya. Dia seorang yang tegas, sekaligus bisa mengayomi dan memotivasi timnya. Saya berharap, para CEO yang mengikuti acara ini bisa menarik intisari dan mempraktekkan pada bisnis, sesuai dengan karakter atau kebutuhan masing-masing individu,” tutup coach Suwito.

Sabtu, 09 November 2013

CEO PowerLunch - WILLINGNESS TO HAPPINESS

Para CEO tampak serius mengikuti edukasi bisnis dengan tema "Happiness and Productivity at Work".

Dalam proses bisnisnya, seorang leader ternyata perlu unsur happiness, yang nantinya berujung pada hasil produktivitas yang tinggi.
Hal itu yang didiskusikan dalam Forum CEO PowerLunch, Rabu (23/10) kemarin. Forum berjudul “Happiness and Productivity at Work” ini diadakan oleh PT. Surabaya Excellence Action (ActionCOACH East Java-Bali) di Pelangi Room, Hotel Shangrila Surabaya.
Suwito Sumargo, selaku pembicara dalam acara ini menegaskan, bahwa happiness lebih menunjuk pada prosesnya, dan tidak tergantung dengan apa yang akan diperoleh.
“Sebenarnya happiness ini sudah ada dalam setiap diri kita, tinggal bagaimana cara kita mengeluarkannya. Inti happiness tergantung pada tindakan atau action kita, dimana hal itu akan lebih terasa jika kita punya ambisi lebih,”  tutur pria yang biasa dipanggil coach Suwito ini terkait prinsip happiness.
“Ada perbedaan antara personal ambition dan great ambition. Ambisi yang besar berhubungan dengan personal lain, bukan hanya pribadi saja. Misalnya, kita punya ambisi pribadi ingin menjadi seorang CEO. I want to be CEO. Maka jika diterjemahkan dalam sebuah great ambition menjadi, saya ingin menjadi CEO sehingga orang-orang bisa bekerja dan saya bisa mengurangi pengangguran. Dalam menjalankan kepemimpinannya pun dia akan lebih memperhatikan kepentingan orang banyak, sehingga lebih dihargai dan dipercaya karyawannya,” papar coach Suwito lagi.
Lebih lanjut, coach Suwito menjelaskan, setidaknya ada 6 poin yang bisa dilihat dari seorang trustworthy leader. Pertama adalah komunikasi yang transparan, jujur, dan terbuka terhadap bawahannya. Proses menciptakan komunikasi transparan ini memang panjang, karena terkait dengan gaya komunikasi dari setiap orang yang berbeda, dan bagaimana komitmen mereka untuk menjadikannya sebuah budaya.
Kedua, leader yang menghargai feedback dari para karyawannya. Di sini, leader akan menerima saran, pendapat, sampai kritik apapun dari mereka, tanpa ada judgement.
Selanjutnya, pemimpin yang mencerminkan pribadi empowers people. Dalam artian, bisa membuat orang lain maju,yang notabene bukan hanya untuk kepentingan perusahaan saja. Keempat, fokus pada penciptaan leader yang baru. Jadi bagaimana seorang leader menciptakan leader lain yang lebih baik (leader create leader).
Poin berikutnya, U+ME=US, yang artinya membaur atau akrab dengan para staff atau karyawan. Terakhir, consistent behaviour. Konsisten terhadap visi yang dia perjuangkan. Karena visi ini merupakan pengejawantahan dari ambisi yang lebih besar (greater ambition).
“Seperti apa yang Dalai Lama bilang, happiness is not something ready made. It comes from your own actions. Kebahagiaan menjadi seorang CEO bukan dilihat pada hasil gemilang, tapi lebih penting bagaimana dalam actionnya, dia menjadi seorang pemimpin yang bisa dihargai, dipercaya, dan dengan penuh kesadaran membuat orang lain lebih baik. Prinsipnya willingness to happiness,” ungkap coach Suwito.

Being Greater Productivity
Jika happiness lebih mengarah pada proses, maka pada teknikalnya ada beberapa aspek yang diperlukan untuk mencapai produktivitas yang maksimal. Beberapa diantaranya seperti personalize agenda, delineate and group task, dan monitor agenda.
“Pada monitor agenda, lebih pada orang yang process oriented. Jadi selalu melihat prosesnya, bukan hasilnya,” kata pria yang sudah 30 tahun lebih berkecimpung di dunia bisnis ini.
Selain itu ada aspek hand over assignments, email and social media trap, clean desk, juga limited meeting dan discipline in giving out helps, baik pekerjaan yang bersifat teknikal, maupun bersifat pemikiran.
“Riset membuktikan bahwa meeting yang dilakukan lebih dari 2 jam, ujungnya akan tidak efektif dan menjadi tidak fokus pada topik meeting. Karena itu usahakan tetap fokus pada topik meeting dan hindari terlalu banyak melakukan meeting, apalagi sampai 2 jam ke atas.”
Di akhir acara, Coach Suwito berharap, dengan mengikuti forum ini, para peserta bisa menjadi true leader, yang bisa menjalankan bisnis dengan hati, dan bisa mengkolaburasikan antara mindshare dan heartshare (hati nurani).

Pendapat Para CEO :
1.       Achmad Suratin Kurniawan (Nafisa Production)
Selain penjelasan yang bersifat komunikatif, tema yang diberikan dalam forum CEO PowerLunch kali ini sangat inspiratif.
Selama ini, untuk menjadi pemimpin yang trustworthy, kami selalu berusaha konsisten dengan apa yang kami sampaikan kepada para karyawan. Mulai dari hal kebijakan, sampai konsisten dalam menjalankan visi dan apa yang menjadi tujuan kami ke depan.
Kami juga sering melakukan pendekatan secara personal kepada mereka. Di samping membuat suasana kerja jadi lebih nyaman, diharapkan bisa terjalin semacam ikatan batin atau ‘chemistry’ antara mereka dan perusahaan, sehingga produktivitas kerja pun bisa meningkat.
2.       Widarta Chandra (Sarana Sukses)
Menurut saya, dibutuhkan wise yang begitu besar untuk menjadi pemimpin yang trustworthy. Selain kemauan menjadi great leader, butuh waktu dan banyak pengalaman, untuk menempa diri jadi bijaksana.
Forum ini bermanfaat buat saya, karena Coach Suwito selaku pembicara sudah lama terjun di dunia bisnis, sehingga materi yang disampaikan juga lebih bersifat praktis dan teknis. 

HR FORUM - LOYALITAS CIPTAKAN INVESTASI BISNIS



Jum’at, 25 Oktober 2013, PT. Surabaya Excellence Action (ActionCOACH East Java-Bali) mengadakan acara HR Forum bertajuk “Building Loyalty”. Acara intern yang diadakan tiap bulan itu, membahas tentang pentingnya loyalitas karyawan, dan bagaimana cara membangunnya.
Suwito Sumargo, selaku pembicara menyebut hasil penelitian Columbia University, dimana setiap tahun rata-rata perusahaan kehilangan 20-50% pekerjanya. Dan menggantikan karyawan yang hilang itu, biayanya bisa mencapai 150% dari salary tahunan karyawan tersebut.
 “Pekerja merupakan aset dalam menjalankan bisnis. Itulah sebabnya, penting untuk mengembangkan dan mempertahankan mereka. Jika mereka bertambah mumpuni dan ikut berperan dalam menghasilkan profit bagi kita, maka bukan tidak mungkin, cost yang kita keluarkan buat mereka itu menjadi sebuah investasi ke depannya,” papar coach Suwito di tengah acara yang berlangsung di Surabaya Room, Office SEA Corp. ini.
 “Tinggal bagaimana kita membangun emosi mereka agar ‘klik’ dan terikat dengan kita. Beberapa diantaranya dengan memperbaiki kinerja dan menempatkan mereka di bidang pekerjaan yang tepat, sehingga bisa perform,” tambahnya.
Menurut pria yang juga pemilik GBT Laras Imbang ini, ada beberapa langkah yang dilakukan untuk menumbuhkan loyalitas karyawan.
Diantaranya dengan membuat employee merasa berharga. Perkenalkan dan gambarkan visi kita, dengan harapan dia bisa engage dan merasa ikut bagian dalam merealisasikan mimpi kita sebagai owner bisnis. Lebih lanjut, kita bisa menggunakan ‘secret shoppers’, seseorang yang diam-diam membantu untuk mengetahui apakah karyawan secara emotionally sudah engaged dengan kita atau belum. Bisa dari teman dekat ataupun keluarganya.
Langkah selanjutnya, employee must feel confident and improved. Awali dengan membuka hatinya supaya dia menjadi ‘welcome’.
“Kita bisa memulainya dengan memberikan training baik skill training, maupun moralitas training. Juga adakan mentoring program, dimana mereka yang sudah lama bekerja dan ahli pada satu bidang mengajarkan ilmunya pada yang masih baru. Dari sini rasa percaya diri mereka akan naik,” kata coach Suwito.
Hal lain yang tak kalah penting yaitu membangun ‘supportive environment’ dan promote team building. Selain membangun lingkungan dan suasana kerja yang kondusif, team building diperlukan, agar para karyawan bisa saling menutupi kelemahan dan bisa belajar dari kelebihan (kemampuan) yang lain.
“Lebih jauh, kita harus bersikap transparan terhadap mereka. Tell them the truth. Buat mereka respect dengan kita, dengan menceritakan kondisi perusahaan yang sebenarnya, meskipun di saat krisis sekalipun. Selanjutnya, beri mereka penghargaan atas kontribusi dan prestasi yang diberikan kepada perusahaan.  Penghargaan yang diberikan selain bersifat konsisten atau rutin, baiknya berdasarkan parameter atau kriteria tertentu yang terbuka dan obyektif,” tegas coach Suwito di sesi terakhir forum.